Pendidikan luar sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar jalur (atau sistem) pendidikan sekolah, baik dilembagakan maupun tidak dilembagakan, yang tidah karus berjenjang dan berkesinambungan.
Menurut UU No.2 tahun 1989 dan PP No.73 tahun 1991, pendidikan diselenggarakan di dua jalur, yaitu jalur sekolah dan jalur luar sekolah.Sasaran Pendidikan Luar Sekolah adalah melayani anak usia pra-sekolah  (0-6 tahun), anak usia sekolah dasar (7-12 tahun), usia pendidikan menengah (13-18 tahun), dan perguruan tinggi (19-24 tahun).Â
Bukan hanya sebatas Sekolah Menengah Atas, pendidikan luar sekolah sebenarnya lebih dibutuhkan oleh usia mahasiswa. Karena saat itulah generasi kita hendak memasuki fase siap kerja.Â
Saat itu juga mahasiswa sangat berperan dalam menjadi Agent of Change, sehingga dibutuhkan pembelajaran yang membentuk karakter, lifeskill, keterampilan lain yang membuat mahasiswa tersebut siap menghadapi tantangan-tantangan di dunia kerja.
Pendidikan luar sekolah memiliki fungsi dalam kaitan dengan pendidikan sekolah, dengan dunia kerja serta kehidupan. Dalam kaitan dengan kegiatan pendidikan sekolah, fungsi pendidikan luar sekolah adalah sebagai subtitusi, komplemen, dan suplemen.Â
Dalam kaitan dengan dunia kerja, pendidikan luar sekolah berfungsi sebagai kegiatan yang menjebatani seseorang masuk kedunia kerja. Sedangkan dalam kaitan dengan kehidupan, pendidikan luar sekolah berfungsi sebagai wahana untuk bertahan hidup dan mengembangkan kehidupan seseorang.
Organisasi merupakan sebuah pendidikan diluar jam wajib mahasiswa. Yang mana fungsinya yang mencakup dari fungsi pendidikan luar sekolah.Â
Organisasi lebih mengutamakan pendidikan karakter, dan soft skill sesuai dengan bidang organisasi tersebut. Organisasi adalah sebuah wadah, tempat atau sistem untuk melakukan kegiatan bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.Â
Organisasi kemahasiswaan akan memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk melatih personality, attitude, leadership, communication skill dan masih banyak lagi.Â
Ketika seseorang diamanahkan menjadi seorang  pemimpin suatu organisasi kemahasiswaan, maka ia akan belajar bagaimana untuk mengelola organisasi tersebut sehingga menjadi organisasi yang baik . Ia juga akan belajar bagaimana mengelola konflik yang terjadi, karena konflik pasti ada dalam suatu organisasi.Â
Ia juga harus belajar untuk membuat program kerja yang kreatif dan inovatif sehingga dapat membuat teman-teman mahasiswa yang lain tertarik untuk mendukung dan terlibat dalam program kerja yang dibuat. Â Dan ini merupakan tantangan yang berat bagi seseorang dalam melakukan tugas-tugas dalam organisasinya. Â
Sehingga organisasi mahasiswa dapat dijadikan upaya dalam mengasah kemapuan personality, attitude, leadership, communication skill yang merupakan bagian dari soft skill.
Sebenarnya pendidikan seperti itulah yang terkadang diabaikan oleh mahasiswa saat ini. Banyak mahasiswa yang fokus terhadap nilai, dan pencapaian di bidang akademis sehingga melupakan nilai-nilai moral yang membentuk karakter mahasiswa sesungguhnya.Â
Di dunia kerja yang dibutuhkan tidak sepenuhnya nilai, skill public speaking, bersosialisasi, kemampuan beradaptasi, dan masih banyak contoh lain yang didapatkan melalui berorganisasi. Sudah banyak bukti jikalau beberapa mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi bisa sukses, karena mereka memiliki manajemen waktu yang baik.Â
Secara legitimasi fungsi Organisasi Mahasiswa terdapat dalam pasal 5, Keputusam  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 155 /U/1998. Terdapat tujuh fungsi Organisasi Kemahasiswaan, yakni :
1. Perwakilan mahasiswa tingkat perguruan tinggi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa, menetapkan garis-garis besar program dan kegiatan kemahasiswaan.
2. Pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan.
3. Komunikasi antar mahasiswa.
4. Pengembangan potensi jati diri mahasiswa sebagai insan akademis, calon ilmuwan dan intelektual yang berguna di masa depan;
5. Pengembangan pelatihan keterampilan organisasi, manajemen dan kepemimpinan mahasiswa.
6. Pembinaan dan pengembangan kader-kader bangsa yang berpotensi dalam melanjutkan kesinambungan pembangunan nasional.
7. Untuk memelihara dan mengembangkan ilmu dan teknologi yang dilandasi oleh norma-norma agama, akademis, etika, moral, dan wawasan kebangsaan.
Mahasiswa tanpa organisasi seperti seorang pelajar tanpa  pengalaman lapangan. Mereka tak lain kecuali siswa lanjutan yang hanya belajar materi akademik.Â
Mereka hanya mementingkan bagaimana menjadi orang pintar tanpa merenungkan bagaimana mentransformasikannya dalam kelangsungan hidup masyarakat.Â
Bukan hanya bermanfaat untuk kemampuan diri sendiri, dalam berorganisasi kita bisa membantu khalayak ramai dalam berbagai aktivitas sosial. Yang terpenting, selagi organisasi yang ada itu jelas, terarah, dan positif, bermanfaat untuk diri sendiri maupun orang lain, dan memiliki tujuan yang baik maka  akan menjadi sarana pendidikan luar sekolah bagi mahasiswa perguruan tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H