Mohon tunggu...
Gelar S. Ramdhani
Gelar S. Ramdhani Mohon Tunggu... Penulis -

Mari berkunjung ke website pribadi saya www.gelarsramdhani.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mengapa Tukang Gigi Menjamur?

11 Maret 2012   07:41 Diperbarui: 9 Agustus 2018   22:22 4063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Gelar S. Ramdhani

Sebagai aktivis Mahasiswa Kedokteran Gigi sedikit saya ingin mengomentari catatan Bung Armand yang berjudul Murkanya Dokter Gigi yang ditulisnya di Kompasiana pada tanggal 11 Maret 2012. Apa yang ditulis oleh Bung Armand memang sudah menjadi persoalan klasik yang terjadi dalam dunia Kedokteran Gigi Indonesia, dan permasalahan semacam ini hampir merata terjadi di seluruh daerah di Indonesia. Terlepas dari saya sebagai insan Kedokteran Gigi, saya ingin mencoba sedikit obyektif mencermati permasalahan ini.

"Tak ada asap jika tak ada api" mungkin itulah pepatah yang tepat untuk permaslahan ini, dalam arti tak mungkin tukang gigi dan lain sebagainya bis abertumbuh kembang dengan pesat jika tidak ada penyebab atau faktor pendorongnya. Apa saja faktor pendorongnya?

1. Angka kerusakan gigi yang tinggi

Angka kerusakan gigi yang boleh dikatakan cukup tinggi, dan tidak menutup kemungkinan akan meningkat setiap tahunnya. Hal ini menyebabkan masyarakat Indonesia kehilangan gigi, entah itu tanggal dengan sendirinya, keropos (karies), atau dicabut. Seseorang yang kehilangan gigi biasanya dari segi fungsi dan estetika akan terganggu, misal daris egi fungsi ketika makan, dan dari segi estetika gigi yang hilang akan membuat seseorang menjadi ompong, dan itu tidak enak dipandang. Maka dari itu supaya gigi tidak ompong, masyarakat biasanya ingin mengganti gigi yang tanggal atau hilang dengan gigi tiruan (dental protesa). Akan tetapi karena gigi tiruan yang dibuat oleh dokter gigi biasanya lebih mahal maka tak heran jika masyarakat lebih memilih yang lebih murah yakni tukang gigi. Intinya semakin banyak masyarakat yang ingin memasang gigi tiruan dengan harga yang murah maka semua ini akan membuat semakin menjamurnya praktik tukang gigi.

2. Pelayanan kedokteran gigi yang kurang humanis

Faktor ini terkadang terkesampingkan tertutupi oleh egoisme profesi yang begitu tinggi, masih banyak para dokter atau dokter gigi yang merasa dirinya dewa, jadi berhak melakukan praktik semaunya tanpa mementingkan hak-hak pasien. Sebut saja hak-hak pasien yang sederhana yakni pelayanan prima! Tak sedikit masyarakat yang mengeluhkan bahwa masih banyak praktik dokter gigi yang pelayanannya sudah mahal tidak memuaskan pula.

3. Tarif pelayanan kedokteran gigi yang belum terjangkau

Seperti yang saya jelaskan tadi bahwa masyarakat lebih memilih tukang gigi, karena tukang gigi lebih murah lebih terjangkau khususnya untuk golongan masyarakat menengah kebawah. Sedangkan dokter gigi dikenal dalam mitos masyarakat harganya selangiittttt wowwww!!! maka tak heran jika masyarakat lebih memilih tukang gigi.

4. Gaya hidup (lifestyle)

Terakhir adalah faktor gaya hidup, boleh dikatakan faktor ini adalah faktor yang membuat tukang gigi menjadi semakin menjamur. Era tahun 200oan di Indonesia trend menggunakan bracket atau dalam istilah kedokteran gigi dikenal dengan fixed orthodontic semakin naik ke permukaan, banyak kalangan yang demi sebuah gengsi berlomba-lomba memasang bracket, tak memandang status sosial, bahkan sampai masyarakat menengah kebawahpun rame-rame pasang bracket. Ketika tuntutan gengsi diutamakan sedangkan harga bracket di dokter gigi cukup mahal, maka kembali lagi tukang gigi menjadi solusi.

Menurut hemat saya itulah yang menjadi etiologi mengapa tukang gigi semakin ramai. Untuk penatalaksanaan permasalahan ini alangkah baiknya dokter gigi secara pribadi atau Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) secara institusi profesi, melalukan tindakan yang lebih elegan layaknya kaum terdidik, jadi ketika ada indikasi oknum tukang gigi yang menjelek-jelekan atau mengambil alih kompetensi dokter gigi tidak sepatutnya dokter gigi yang sekali lagi sebagai kaum profesional membalas dengan hal yang tidak elegan.

Rezeki seseorang sudah ada yang mengatur, tidak sepatutnya kebakaran jenggot ketika lahan pekerjaan diambil alih orang lain, apalagi pekerjaan yang lebih kepada hal-hal kemanusiaan. Solusi kongkrit dari saya untuk memecahkan permalsahan ini adalah, PDGI sebagai organisasi profesi harus menjadi promotor dalam menekan etiologi  yang tadi saya jelaskan, saya mempunyai keyakinan besar jika pelayanan kedokteran gigi dan mulut sudah prima (humanis) untuk semua lapisan masyarakat, sudah terjangkau, apalagi anggaran subsidi pemerintah semakin besar untuk kesehatan gigi dan mulut. Maka sekali lagi saya sangat yakin masyarakat secara tidak langsung akan lebih memilih dokter gigi sebagai kaum yang profesional dan lebih dipercaya masyarakat dari pada tukang gigi, dan akhirnya tukang gigi akan berkurang dengan sendirinya.

Kemudian saya sepakat dengan yang ditulis oleh Bung Armand bahwa tukang gigi juga adalah warga negara yang memiliki hak yang sama, jadi sangat tidak manusiawi jika tukang gigi diberantas apalagi atasnama egoisme profesi. Lebih baik dirangkul dijadikan mitra secara legal, tentunya dengan kapasitas-kapasitas yang ditentukan.

-------------------------------------------

Apabila anda ingin bersilaturahmi dengan penulis, silahkan bisa melalui:

-------------------------------------------

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun