JAKARTA-GEMPOL, Makin merajalelanya tindak pidana korupsi yang melibatkan semua sektor dan jajaran, perselisihan KPK dan Kepolisian, serta adanya perubahan berupa pengurangan hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup atau hukuman dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan oleh grasi presiden serta putusan MK telah menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan hukum kita rendah.
Juga jika dilihat dari Tata kelola pemerintahan (Good Governance) dan tata kelola pelaku ekonomi dan usaha, organisasi sosial, partai politik dan organisasi sosial kemasyarakatan (Good Corporate Governance) terkait dengan aspek hukum, sangat buruk.
Sementara audit hukum dilakukan oleh Auditor-auditor Hukum profesional selama ini juga kurang begitu memadai. Untuk itu agar audit hukum dapat dilaksanakan dengan baik dan profesional oleh para Auditor Hukum maka perlu dibuat Pedoman Audit Hukum dan dibuat pelatihan-pelatihan standar Audit Hukum.
"Audit keuangan terkait proyek Hambalang belumlah cukup. Audit hukum juga berperan besar menilai keterlibatan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng" ujar Presiden Asosiasi Auditor Hukum Indonesia (ASAHI), Sutito, di sela-sela semiloka Audit Hukum bagi kalangan Jurnalis di Jakarta, 2 November 2012.
Di BPK itu perlu ada audit dan auditor hukumnya. Sebab, fakta seperti ini dipotret dari sisi hukum. Kalau sudah terpotret baru akan ketahuan siapa melakukan apa, nilainya berapa, sesuai ketentuan atau tidak."
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) nampaknya terlupa untuk memberikan penilaian atas kesalahan apa yang terjadi dalam proses perencanaan anggaran dan proses pemilihan lahan untuk proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor.
Berdasarkan hasil telaah terhadap audit BPK, para auditor di lembaga itu sebenarnya sudah secara rinci menemukan fakta dan menggambarkannya di dalam penjelasan audit.
Namun kemudian fakta-fakta itu hilang dari kesimpulan audit, yang hanya mempermasalahkan proses pemberian izin tanah, proses sertifikasi, proses pengajuan anggaran multiyears, proses pemilihan rekanan, proses pencairan uang muka, dan proses pembangunan.
Banyak pejabat pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah tidak mengetahui risiko hukum dalam membuat kebijakan. Dengan mengetahui risiko hukum, mereka tidak akan melakukan penyimpangan.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), menjadi lembaga yang sering membantu aparat penegak hukum dalam mengusut kasus korupsi. Begitu juga dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Lembaga ini tak jarang dimintai bantuan untuk mengusut kasus-kasus korupsi.
Namun, hasil audit BPK atau BPKP dinilai tidak banyak membantu untuk mengungkap sebuah kasus korupsi. Audit yang dilakukan kedua lembaga ini, lebih fokus ke sisi kuantitaif. Mereka memang sudah melakukan audit investigatif, tapi dari segi aspek hukumnya, mereka belum melakukan itu karena mereka belum memiliki auditor hukum.
Masalah Bank Century yaitu pada saat kasus ini mencuat ke permukaan, banyak kalangan berpendapat kalau audit BPK saja tidak cukup untuk mengungkap kasus ini. Pasalnya dalam hal ini BPK hanya melakukan audit keuangan, bukan audit hukum.
Dengan adanya audit hukum ini maka subjek hukum, yaitu lembaga kementerian yang diisi menteri, sekjen, dirjen, serta bawahannya dapat terlihat masing-masing kewenangan dalam Tugas Pokok dan Fungsinya (Tupoksi).
Audit hukum, juga menilai perbuatan hukumnya, seperti dalam pengadaan barang yang dapat menilai prosedur pengadaan benar atau tidak, dan modus atau caranya seperti apa jika memang ada penyimpangan.
Hal lainnya adalah dapat melihat tingkat kepatuhan hukum subjek hukum tersebut ketika melaksanakan tupoksi para pemangku kepentingan apakah sesuai dengan peraturan atau tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H