Mohon tunggu...
Geger Siska
Geger Siska Mohon Tunggu... Novelis - Author

🍒 If your dream cann't make you scared, that's not big enough. 🍒

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Fitrah Islam dalam Mahram untuk Najwa

10 Agustus 2021   06:15 Diperbarui: 10 Agustus 2021   06:24 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama kali membaca judul film Mahram Untuk Najwa, saya teringat dengan film religi sebelumnya yang sempat menjadi magnet penonton film Indonesia, Ayat-ayat Cinta.  Film ini sudah trending sejak diluncurkan pada tahun 2008. 

Sebagai film religi, Ayat-ayat Cinta kental dengan kehidupan pesantren dengan segala polemiknya.

Fahri sebagai tokoh utama, seorang laki-laki lurus yang tidak mengenal banyak perempuan selain keluarga dekatnya. Hal ini membuatnya menjadi kurang artikulatif saat berhadapan dengan perempuan. 

Perubahan terjadi saat dia pindah ke Mesir dan bertemu dengan banyak teman wanita. Penggambaran karakter yang cukup kuat membuat film ini terasa berat dan jauh untuk sebagian kehidupan kaum muda.

Sedangkan pada Mahram Untuk Najwa yang digambarkan seorang perempuan usia 25 tahun dengan latar belakang keluarga muslim seperti kebanyakan di Indonesia. 

Karakter Najwa pun seperti kaum muda berhijab pada umunya yang masih menggunakan celana panjang dan hijab pendek. Cocok dengan perkembangan karakter tokoh utama yang sedang dalam proses berhijrah.

Sumber: https://www.facebook.com/MochIchwanPersada
Sumber: https://www.facebook.com/MochIchwanPersada

Pada episode awal, saya agak terganggung dengan pemeran tokoh Najwa dan Fadlan muda. Perbedaan wajah Najwa yang masih ABG dengan Najwa dewasa cukup jauh. Begitu juga dengan Fadlan, meski ada kemiripan, secara face Fadlan ABG tampak lebih tua dibandingkan usia yang sedang digambarkan pada tokoh cerita.

Kejanggalan lain terlihat saat pertemuan antara ibu Asti dan Najwa. Dalam scene tersebut tidak banyak tamu yang datang dalam prosesi lamaran Jihan dan Fadlan. Najwa sebagai sabahat Jihan pun hanya menyaksikan prosesi lamaran dari luar ruangan. Sehingga menciptakan tidak adanya interaksi antara ibu Asti dan Najwa yang terasa kurang smooth. 

Film ini sangat terbantu secara konsep dan pencahayaan. Selain itu lokasi tempat yang dipilih juga sangat bagus sehingga bisa menarik perhatian penonton. Setelah saya menonton episode satu sampai empat, film ini berhasil membuat saya jatuh cinta.

Tak seperti anggapan masyarakat pada umumnya cerita religi selalu identik dengan poligami. Ayat-ayat Cinta pun sama, mengusung isu poligami di kalangan kaum muslim memang sempat menjadi pro dan kontra. Bagi sebagian besar wanita poligami dianggap sebagai bentuk kekerasan. 

Seperti yang diungkapkan oleh Siti Hikmah, S. Pd., M.SI dalam jurnal yang berjudul Fakta Poligami Sebagai Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan. Dalam perkawinan poligami banyak terjadi pengabaian hak-hak kemanusiaan yang semestinya didapatkan oleh seorang istri dan anak dalam keluarga. Tentunya, hal ini akan memicu permusuhan diantara keluarga para istri pada perkawinan poligami.

Walaupun tidak dipungkiri ada sebagian kecil penganut poligami yang bisa mengatur keluarganya dengan baik. Namun pada kenyataannya, lebih banyak kasus perkawinan poligami yang diikuti dengan bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) lainnya, yang meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, ekonomi dan sebagainya yang dialami oleh perempuan dan anak-anak.

Banyak kalangan yang sudah memberikan reaksi beragam seputar pernikahan tersebut, mulai dari masyarakat biasa, pemuka agama, aktivis perempuan, artis sampai pejabat negara. Sebagian mengatasnamakan dalil agama untuk melegitimsi diperbolehkannya poligami, namun tidak sedikit pula yang merasa dirugikan. 

Hal ini menunjukkan bahwa isu poligami bukan lagi wacana sebatas konteks keagamaan, namun sudah menjadi isu sosial yang meresahkan masyarakat.

Suara yang menentang poligami ini sudah disuarakan secara lantang sejak tahun 1911 dengan dimulai oleh Kartini, seorang pahlawan nasional. Tahun 1928 Kongres Perempuan pertama yang menuntut larangan poligami. 

Tahun 1930, Kelompok Federasi Asosiasi Perempuan Indonesia menyerukan hal yang sama dan masih diperjuangkan sampai sekarang. Mengingat dampak poligami yang bisa menimbulkan kekerasan pada kaum perempuan dan anak, sebagian besar perempuan Indonesia menolak adanya praktek pernikahan poligami.

 Saya sendiri berharap tidak ada bagian yang memberikan peluang poligami pada film Mahram Untuk Najwa. Walaupun bisa dilihat dengan jelas keraguan Fadlan yang kembali muncul saat bertemu dengan cinta pertamanya yang sudah terpisah selama sepuluh tahun. Pertemuan berikutnya tentu menjadikan polemik tersendiri bagi tokohnya.

Berbeda dengan Ayat-ayat Cinta, Mahram Untuk Najwa ini dikemas lebih ringan dalam bentuk miniseri. Namun ada pula kesamaan untuk keduanya, film Ayat-ayat Cinta yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Habiburrahman El Shirazy. 

Sedangkan  Mahram Untuk Najwa juga merupakan adaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Amelia Asria yang tayang di Wattpad.

Saat ini miniseri garapan Indonesia Sinema Persada bekerjasama dengan E-Motion Entertainment sudah berhasil mencuri perhatian terutama di kalangan kaum muda. Produser tidak salah dalam memilih cerita ini untuk diadaptasi menjadi miniseri karena sudah memiliki rekor telah dibaca sebanyak 3,7 juta kali di Wattpad. Karya terbaru garapan Ichwan Persada bisa dinikmati di Genflix sejak akhir Juli 2021. 

Biaya yang harus dikeluarkan untuk menonton Mahram Untuk Najwa terbilang sangat murah, mulai Rp. 5.000,- terjangkau untuk semua kalangan penonton. Episode baru akan tayang setiap hari Jum'at dan Minggu malam. Tayangan tadi malam sudah masuk ke episode empat, di mana Najwa sudah memasuki fase baru dalam dilema percintaannya.

Perbedaan lain yang bisa dirasakan penonton saat menikmati Mahram Untuk Najwa adalah alur cerita yang terasa lebih related pada kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. Kreator Miniseri, Ichwan Persada membuat latar belakang dengan pendekatan kehidupan muslim mayoritas anak muda yang ada di Indonesia. 

Jadi terasa lebih dekat dan mudah mengena di hati penonton. Apalagi pada masa pandemi, Mahram Untuk Najwa sudah seperti oase di tengah gurun pasir.

Saat ini memang sudah banyak sekali film yang mengangkat kehidupan muslim, tapi Mahram Untuk Najwa mampu melengkapi warna film religi yang berkembang di Indonesia. Dalam film ini Zee Zee Shihab beradu akting dengan Asyafriena Alatas sebagai Fadlan dan Hatta Rahandy yang berperan sebagai Faiz. 

Walaupun sudah masuk episode empat, munculnya karakter Faiz belum terlalu kuat. Sehingga masih dibuat penasaran dengan munculnya konflik utama.

Kegalauan yang dialami Najwa ini sebenarnya bisa dialami oleh siapa saja yang sedang dalam proses menapaki fase hidup  yang baru. Pendekatan pada penonton yang sangat tepat, sehingga film ini akan lebih mudah menjadi magnet baru bagi masyarakat muslim terutama yang sedang dalam proses berhijrah. 

Mahram Untuk Najwa jauh dari film religi yang akrab mengusung isu poligami, namun juga memberikan pesan moral yang sangat bagus tentang bagaimana seharusnya memiliki hubungan personal dengan lawan jenis sesuai dengan fitrah Islam.

Bagi kalangan pro poligami, tentu membantah pengkategorian poligami sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan. Sebaliknya, mereka mengatakan bahwa poligami sebagai bentuk perlindungan pada perempuan. Disamping itu, poligami juga mencegah adanya penyelewengan dan tindak kekerasan akibat frustasi tidak memperoleh pemenuhan kebutuhan seksual. 

Poligami dianggap melindungi perempuan karena mereka dapat "berbagi tugas". Namun, pada kenyataannya argumen ini sangat berlawanan dengan realitas yang ada.

Pada akhirnya film religi sejenis Mahram Untuk Najwa ini terasa lebih mudah mengena di hati penonton, dengan penggambaran kehidupan muslim yang seharusnya tanpa harus merasa digurui. Walaupun masih jauh dengan kehidupan Islam Indonesia saat ini, harapannya film sejenis akan terus bermunculan untuk membantu memudahkan pemahanan tentang kehidupan muslim yang seharusnya. Karena pada kenyataannya nilai-nilai kehidupan akan lebih mudah ditanamkan di hati penonton dengan pendekatan yang berbeda. (Geger Siska IS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun