Misalnya di poin satu, disebutkan adanya larangan untuk menikah dengan guru, istrinya guru, anaknya guru, abang atau adiknya guru, dengan ibu, dengan bapak, istrinya paman, saudaranya ibu, saudara sendiri, warang (mertua dari anaknya) dan seterusnya.
Untuk poin dua sampai dengan delapan, diatur siapa saja yang boleh dan tidak boleh dikawini dan hukuman bagi yang melanggarnya.
Selain dari golongan Brahmana, jika melanggar agamya gamana, maka ia harus dibunuh dengan cara ditenggelamkan di dalam laut. Sedangkan untuk golongan Brahmana, cukup diusir dari dalam negeri (kerajaan).
Untuk kasus Anak Agung Made Karangasem, ia dihukum dengan cara ditusuk dengan keris pusaka dan mayatnya dibuang ke laut.
Isu agamya gamana telah memainkan peran yang cukup penting dalam jatuh bangunya sebuah kekuasaan pada dinasti Karangasem. Ia hadir dalam setiap konflik perebutan tahta. Ia seakan menjadi senjata terakhir yang bisa menentukan jalanya peperangan. Ia juga bisa menjadi mantra penguat tekad buat pihak pihak yang masih ragu untuk berperang.
Atas nama agamya gamana, sebuah perang mendapat legitimasinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H