Aku berusaha mencairkan suasana "Ini yang membuatmu sedih? Hal-hal yang disembunyikan dariku, seharusnya kau menceritakan langsung padaku. Aku tak tahu rasanya jika berada di posisimu, tetapi aku tetap akan menemanimu kapan pun."
"Aku sahabatmu kan?" tambahku, Penta berdehem "It's okay kamu menangis, menumpahkan semua yang terpendam. Aku tidak keberatan mendengarkan semua kisahmu, paham?"
"Terima kasih, Gia. Aku tak bisa bercerita secara langsung, lewat novel lah aku bercerita. Lebih leluasa aku menceritakan tanpa menangis di hadapanmu,"
Aku merasakan lilitan benangku terputus, euforia muncul bergitu saja "Tunggu aku di bandara,"
"Maksudmu?" tanya Penta
"Aku akan bertemu dirimu dan menikmati es krim stroberi kesukaan kita,"
"Bukankah kita telah berencana untuk bertemu di kedai es krim itu?"
"Aku merasa terlalu lama menunggumu, bersiaplah aku akan datang. Jaga kesehatanmu, Penta Sagara."
Mungkin sekarang Penta tersenyum "Kutunggu kehadiranmu. Jaga kesehatan juga, Gia Illana."
Kami menghentikan telepon. Aku kembali membaca novel, tak disangka telah mencapai bab terakhir. Penta menceritakan tentang diriku, dengan samaran Belle. Orang yang menjadi sumber cahaya bagi dirinya adalah diriku, aku tak menyangka. Keseharian kami tertulis di sini, kisah ketika aku memberikan sekotak cokelat kepada Penta saat hari kelahirannya. Ternyata kotak cokelat itu dijadikan tempat kertas penyemangat yang selalu kuberi. Kertas penyemangat dari sticky notes yang selalu kuberi ketika bertemu di kedai es krim.
Tempat bertemu kami adalah kedai es krim dekat perpustakaan. Setiap hari kami selalu menyempatkan waktu untuk bertemu dan menikmati es krim stroberi. Bertukar kisah dan saling membantu, terkadang pula kami belajar bersama.