Mohon tunggu...
Gede Udiastama M
Gede Udiastama M Mohon Tunggu... Pegawai Hotel -

Pria yang menyukai kata kata: tiada hari tanpa belajar, semua orang adalah guru, semua tempat adalah ruang kelas. Bekerja sebagai Learning & Development Manager di sebuah hotel bintang lima di Bali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sebagai Ayah Saya Ingin Sekali Berbuat Ini, Tapi....

1 Juni 2016   06:12 Diperbarui: 3 Juni 2016   17:37 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersepeda di umur dua tahun. Dokpri

Anak pertama saya terlahir dengan kondisi kesehatan yang kurang baik. Sempat terjepit di jalan lahir, akhirnya operasi caesar dilakukan. Ternyata, dia sudah stres di dalam kandungan, air ketuban masuk ke paru-parunya. Dengan kondisi yang sedikit membiru, tanpa tangisan dan berkepala lonjong karena terjepit, anak saya memerlukan penanganan yang lebih pasca dilahirkan.

Inkubator pun menjadi rumahnya selama sembilan hari. Air mata tak tertahankan melihatnya lemah dan sering kejang di dalam kotak kaca itu. Dua tahun anak pertama saya ini sakit-sakitan, bolak-balik, gonta-ganti dokter dan rumah sakit.

Selain itu, dia adalah anak laki-laki pertama dan satu-satunya. Nantinya dia akan menjadi penerus keluarga karena di Bali menganut sistem patrilineal. Harapan saya dan keluarga sangat besar padanya. 

Bersepeda di umur dua tahun. Dokpri
Bersepeda di umur dua tahun. Dokpri
Nah, mengingat riwayat kelahirannya dan fakta bahwa dia anak laki-laki satu-satunya, sebagai ayah sudah sewajarnya jika saya ingin sekali...
  1. Memanjakannya. Sebagai anak pertama dan ternyata sudah menerima cobaan cukup berat di hari hari pertamanya, ingin sekali rasanya saya memberikan segalanya untuknya. Sepertinya, apa pun yang dia minta, akan sebisa mungkin saya berikan.

    Namun, saya sadar, jika terlalu memanjakannya, dia bisa tumbuh jadi anak yang tidak mandiri. Apalagi kelak dia akan menjadi kepala keluarga, sudah semestinya, karakter mandiri adalah hal mendasar yang kelak harus dimiliki.

  2. Memingitnya. Tentu saja saya ingin menjaganya dari segala kemungkinan sakit. Mesti jarang keluar rumah. Dia tidak boleh kedinginan, kepanasan, kena debu dan hal lain yang bisa membuat sakitnya kambuh.

    Namun, saya memilih untuk membuatnya lebih dekat dengan alam. Dia bebas mau main apa saja, asalkan tidak berbahaya, semuanya boleh. Bukannya sakit, dia justru semakin sehat karena banyak bermain di tanah. Tangannya kuat karena sering manjat pohon. Kakinya cekatan mengayuh sepeda di umur belum genap 2 tahun. Menyeberangi kolam renang dengan gaya bebas juga bisa dia lakukan di umur 3 tahun.

    Melompat dari jembatan setinggi 4 meter. Dokpri
    Melompat dari jembatan setinggi 4 meter. Dokpri

  3. Menentukan yang terbaik. Wajarlah, sebagai orang tua saya punya pemikiran bahwa saya lebih tahu apa yang terbaik untuk anak. Anak harus ikut apa mau saya, karena itulah yang terbaik.

    Tapi tidaklah itu yang terjadi, saya mengerti kalau terbaik untuk saya belum tentu terbaik untuknya. Dia boleh memilih apa yang dia suka dan menjadi yang terbaik menurut minat dan bakatnya.

  4. Menyuruhnya belajar, belajar dan belajar. Wajar dong sebagai orang tua saya ingin punya anak yang rajin belajar. Tiap harinya dia mesti pegang buku, menulis PR, menghapal perkalian dan sebagainya.

    Namun faktanya, saya cenderung memintanya banyak bermain. Bukan berarti belajarnya nol, tapi saya percaya bahwa cara terbaiknya belajar adalah dengan bermain. Lagi pula, masa kecil takkan terulang, saya lebih suka dia menghabiskan masa kecilnya dengan lebih banyak bermain. Agar tidak ada istilah masa kecil kurang bahagia.

  5. Memintanya dapat rangking di sekolah. Syarat ini harusnya terpenuhi. Malu dong punya ayah, mama, kakek, nenek, paman dan bibi jadi guru, kalau tidak berprestasi di sekolah.

    Namun, nyatanya si anak tidak pernah saya tekan harus juara. Semester lalu, dia bangga sekali mendapat rangking 6. Reaksi saya? Tentu saja senang. Melihatnya punya rasa percaya diri dan adalah ketua kelas yang dicintai teman-temannya, bagi saya ini merupakan prestasi yang sebenarnya.

  6. Membuatnya takut pada orang tua. Anak tidak boleh berani sama orang tua, anak saya juga mesti seperti itu.

    Lagi lagi, itu tidak terjadi. Rasa takut hanya akan membuatnya menjauh. Kalau sudah begini, akan sulit mengarahkannya. Saya lebih memilih membuatnya nyaman ada di dekat saya. Selain ada kemelekatan (engagement), saya percaya rasa hormat akan mudah didapatkan.

  7. Memintanya menjadi anak yang jagoan. Adalah cita cita semua orang tua punya anak yang hebat multi talenta. Apakah dia harus seperti itu? Tentu saja tidak mesti.

    Saya lebih memilih dia tumbuh menjadi pribadi yang penuh kasih sayang. Saya yakin, suatu saat nanti dunia ini lebih membutuhkan orang baik yang mengasihi sesama daripada orang pintar dan hebat.

sayang adik
sayang adik
****

Sebagai orang tua, sering kali kita ingin anak kita begini, ingin mereka begitu. Kita berpikir, adalah sebuah hak untuk menentukan bagaimana anak-anak harus menjalankan hidup mereka. Kita berpikir, kita sepenuhnya punya hak terhadap anak-anak kita. Apalagi mengingat bagaimana kita membesarkannya, penuh pengorbanan dan mungkin air mata. Kondisi tidak selalu sempurna. 

Namun...

Bukankah anak adalah titipan? Dan bukankah apapun yang dititipkan mesti wajib dijaga? Sekali lagi wajib dijaga. Adalah kewajiban (bukan hak) kita untuk menjaganya, memastikannya tumbuh seperti apa yang sudah ditentukan oleh Beliau yang menitipkannya pada kita.

Dan, anak saya ini, dia boleh tumbuh seperti apa yang Beliau sudah tentukan. Dia bebas tumbuh sesuai minat dan bakatnya. Dia bebas menentukan pilihan hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun