Gulir waktu berjalan seakan enggan sirna dari hatiku...
Sunyi, sepi, dingin, seakan... ini sbuah kehampaan menyesakkan dada...
Enggan tuk pergi, slalu datang menggangguku...
Namun, malam itu berbeda...
Cahaya damai rembulan, memberi kehangatan di kehampaan...
Bagai secercah cahaya, hadirmu menyentuh sudut gelap tempatku...
Kau hadir bagai pelangi penghilang badai hatiku.
Hadirmu bagai rintik hujan dipenghujung kemarau
Membasahi padang hati yang gersang..
Aku yg dulu seakan jatuh ke lembah terdalam kehampaan..
Semua lara kini kian menghilang...
Berkat jiwa indahmu wahai peri mimpi...
Kau bagai indahnya rona pelangi
Yang datang di akhir Badai...
Indah Parasmu
Walau tak terpoles hiasan...
Anggun bahasa tubuhmu
Mencerminkan kedamaian...
Suara merdu yang mengalun dari hatimu
Sebagai nyanyian pengantar tidurku...
Murninya kebaikan hatimu,
Tanpa sedikitpun tertoreh oleh kepalsuan
Rayuan yang terkadang ku berikan
Itulah ungkapan segala curahan hati...
Hati yang bersyukur
Karena kini tak lagi sunyi...
Tak ada kata yg mampu gambarkan kebahagiaanku,
karena hadirmu disisiku...
Meskipun lebur jadi arang,
Aku akan jadi kayu yg kobarkan perasaanku dihatimu..
Aku berharap kamu tidak hinakan perasaan ini.
Padang semula tandus itu...
Kini berwujud hamparan savana, yg penuh rerumputan hijau...
Tenang, damai dan sejuk
Semua berkat hadirmu wahai Tambatan hatiku.
Aku berharap kamu pelabuhan terakhir yg aku kunjungi.
Stelah berbagai badai besar, dan sepi mengganggu hati ini.
Wahai Tambatan hati...
Sajak murahan ini mungkin tak mampu membujukmu tuk jadi Belahan jiwaku.
Tapi, ini Gumpalan gemuruh yg ada dalam hatiku...
Bukalah hatimu untuk pengembara kesepian ini.
Yg datang dan ingin berteduh dihatimu..
Hati yg hangat,,,Â
dan ingin ku genggam lembut tanganmu...
Selamat pagi, semoga harimu indah.Â
Wahai bunga penghias taman jiwaku..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H