Mohon tunggu...
G.B. Suprayoga
G.B. Suprayoga Mohon Tunggu... Ilmuwan - A PhD in spatial and transport planning; an engineer in highway construction; interested in enhancing sustainable road transport; cycling to work daily

Writing for learning and exploring

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

"Tangan-Tangan yang Bersembunyi", Refleksi Satu Dekade Pembangunan Infrastruktur

11 Februari 2024   08:00 Diperbarui: 11 Februari 2024   08:08 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam buku Development Project Observed, Hirschman (1967) menuliskan jika saja para perencana proyek mengetahui lebih awal keseluruhan kesulitan dan hambatan yang ada dihadapannya, mereka kemungkinan tidak akan memulai dan menjalankannya. Pengetahuan awal atas kesulitan yang akan dilalui menjadikan proyek tidak jadi diteruskan atau hanya sebatas ide.

Para perencana yang menerjemahkan proyek ke dalam rencana maupun desain mungkin tidak akan tertarik dengan kerumitan yang dihadapi. Terlebih, proyek akan berhadapan dengan keterbatasan sumber daya baik itu anggaran, finansial, maupun keterampilan atau keahlian. Beberapa proyek infrastruktur memiliki kompleksitas yang disebabkan oleh sosial (kesepakatan dengan berbagai sosial), teknologi yang baru dan nonstandar, serta target yang seakan tidak realistis. Seluruh kendala karena kompleksitas tersebut seakan dapat diatasi dengan mudah, sehingga pembangunan pun berjalan.

Dalam prinsip tangan tak kasat mata atau juga disebut dengan prinsip umum bertindak (the general principle of actions). Pada umumnya, para perencana dan insiyur yang terlibat mengecilkan kemampuan kreatifnya sehingga tidak dijebak oleh hambatan yang mungkin timbul. “Tangan tak kasat mata” ini yang akan menyembunyikan halangan tersebut. 

Hirschman menyebutkan tangan tak kasat mata ini sebagai upaya pokok memicu tindakalan melalui kesalahan yang dikesampingkan dalam menakar biaya dan kendala proyek. Cass Sustein (2015), seorang ekonomis dari Massachusste Institute of Technology menyampaikan bahwa hasil dari tangan-tangan tersebut adalah hasil yang sama baiknya atau lebih baik dari yang diperkirakan oleh perencana.

Tangan tak kasata mata menjadi mekanisme transisi sampai akhirnya para pengambil keputusan mempelajari risiko dan memperpendek transiti dan mempecepat proses belajar. Belajar yang cepat menjadi cara agar perencana dan pemegang keputusan dapat membedakan antara risiko yang dapat diterima dan tak dapat diterima.

Tertampar “Tangan yang Bersembunyi“

Sebagian para akademisi bersepakat bahwa tangan tak kasat mata adalah jawaban untuk mendorong pembangunan yang lebih pesat lagi. Untuk menggambarkan fenomena psikologis, prinsip dapat dengan mudah diterima. 

Ada kalanya kita mengerjakan sesuatu tugas yang tidak spesifik biaya dan halangan yang ditempuh, namun pada akhirnya dapat kita atasi dan selesaikan. Kesuksesan ditandai dengan jatuh bangunnya kita dalam melaksanakan tugas, yang pada akhirnya kita dapat berikan nilai manfaat lebih besar dari yang seharusnya. Sebuah proyek selalau dipandang mudah dan dapat dikelola dari yang sebenarnya..

Akan tetapi, kepercayaan yang buta atas prinsip ini dapat menyebabkan perencana mengambil estimasi yang serampangan. Klaim atas manfaat proyek dibesar-besarkan dari kewajaran dan biaya dibuat lebih rendah untuk menyebabkan proyek menjadi atraktif. Kepercayaan diri yang besar bahwa proyek pasti berhasil menimbulkan perilaku merendah-rendahkan biaya yang sejalan dengan perilaku menjual secara berlebihan. Akhirnya, seluruh proyek yang diinginkan siapa pun seakan-akan baik dan menjadi mekanisme untuk mengecoh diri sendiri tak sengaja.

Perilaku yang mengandalkan pada tangan tak kasat mata ini seakan sudah menjadi umum. Kerjakan dahulu, berpikir kemudian! Dalam bukunya, Hirschman menggunakan istilah ignorance of ignorance (ketidaktahuan dari ketidaktahuan). Dampaknya adalah biaya dan kendala yang sebenarnya tidak pernah dikalkulasi dengan baik. Kedua, mempercayakan kemampuan para perencana untuk mengerjakan hal-hal yang tidak dipahami dengan jelas. Para pakar ekonomi perilaku menyebut fenomena ini sebagai bias optimisme atau kepercayaan diri berlebih. Daniel Kahneman dan Amos Tversky, keduanya memperoleh Nobel dalam ekonomi, menyebutnya dengan istilah sesat perencanaan (planning fallacy).

Dampak yang ditimbulkan karena sesat perencanaan ini, terutama dalam proyek pembangunan sudah didokumentasikan dalam literatur ilmiah maupun berbagai laporan organisasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun