Mohon tunggu...
G.B. Suprayoga
G.B. Suprayoga Mohon Tunggu... Ilmuwan - A PhD in spatial and transport planning; an engineer in highway construction; interested in enhancing sustainable road transport; cycling to work daily

Writing for learning and exploring

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Peran Indonesia Ketika Negosiasi Blokade Ekspor Ukraina Berlangsung di Istanbul

17 Juli 2022   08:00 Diperbarui: 19 Juli 2022   17:50 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
oxfordeconomics.com

Dalam kunjungan ke Ukraina dan Rusia pada tanggal 29-30 Juni lalu, Jokowi membawa misi perdamaian dan penanggulangan krisis pangan dunia. Jokowi mengungkapkan bahwa ia ingin memastikan ekspor gandum dari Ukraina kembali normal. Sebanyak 22 juta ton gandum tertahan di pelabuhan di Ukraina. Gandum ini seharusnya dikirimkan ke negara penerima yang sebagian besar berada di Timur Tengah dan Afrika Barat.

Ukraina dan Rusia adalah negara pengekspor biji-bijian terbesar di dunia terutama gandum dan minyak bunga matahari. Akibat perang, jalur distribusi produk-produk tersebut terhambat. Apabila Ukraina mengalami persoalan di pelabuhannya, Rusia terkendala sanksi yang menyebabkan transaksi dan transportasi tidak beroperasi.

Sebuah harapan muncul untuk mengatasi persoalan pelik akibat perang. Pada Rabu, 13 Juli, Turki mempertemukan perwakilan Ukraina, Rusia, dan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membuka jalur ekspor dari Laut Hitam. Pertemuan tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan kelanjutan pertemuan sebelumnya yang juga difasilitasi Turki.

Apakah Indonesia berperan dalam diplomasi penting ini, seperti yang dijanjikan Jokowi?

Istanbul menginisiasi dan apresiasi Zelensky

Turki menjadi tuan rumah pertemuan negosiasi selama lebih dari 3 jam. Perbedaan kepentingan antara Ukraina dan Rusia terjadi. Kedua belah pihak saling mencurigai. Ukraina berkepentingan agar pembukaan blokade tanpa kemungkinan serangan kapal perang Rusia. Rusia ingin memastikan bahwa pembukaan tidak menjadikan senjata diselundupkan untuk Ukraina. (Baca: Russia, Ukraine near to grain deal as heavy shelling continues)

Hal-hal teknis turut membuat alot neegosiasi. Ranjau tersebar di sekitar pelabuhan di Ukraina. Ukraina menanam ranjau agar angkatan laut Rusia tidak mencapai area pesisir. Ukraina harus membersihkan ranjau yang tidak mudah dilakukan dalam waktu singkat.

Pada pihak Rusia, perjanjian harus mencakup pembukaan layanan ekspor produk pangan yang terhambat karena sanksi. Layanan suransi, logistik dan transportasi, dan akses perbankan adalat tuntutan Rusia. Selama ini pihak Barat menuduh Rusia menyebabkan kenaikan harga pangan dan energi. Tuduhan yang dibantah Rusia namun sering digunakan oleh para pemimpin Barat untuk memojokkan posisi Rusia di forum-forum global.

Sekjen PPB, António Guterres, menyatakan pembicaraan merupakan "langkah penting ke depan" untuk mengurangi penderitaan dan kelaparan di seluruh dunia. Menteri Pertahanan Turki, Hulusi Akar, juga mengisyaratkan bahwa perjanjian akhir akan disepakati pada minggu depan oleh pihak Ukraina dan Rusia.

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengapresiasi pertemuan yang dinisiasi oleh Turki dan PBB. Zelensky berharap bahwa upaya melalui meja perundingan ini akan memulihkan pasokan pangan ke pasar dunia. (Baca: Turkey announces deal with Ukraine, Russia and UN aimed at resuming grain exports)

Turki, dalam kesempatan ini, kembali menunjukkan sebagai negara yang dipercaya oleh Ukraina, Rusia, dan PBB untuk menggelar perundingan penting terkait prospek mengatasi dampak perang. Turki merupakan negara anggota NATO yang selama ini mampu menjalin komunikasi dengan kedua belah pihak. Sebelum ini, Turki menginisasi serangkaian upaya perdamaian antara Ukraina dan Rusia yang terakhir terjadi pada akhir Maret 2022.

Apa peran Indonesia pada pembukaan blokade jalur ekspor pangan di Laut Hitam?

Indonesia tidak hadir dalam pertemuan di Istanbul pada tanggal 13 Juli tersebut. Publik Indonesia pun tidak memperoleh gambaran rencana atau proposal setelah kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia. Publik tidak bisa menilai apakah negosiasi tersebut merupakan salah satu peran Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pada tanggal 14 Juli, sehari setelah pertemuan di Istanbul berlangsung, Jokowi menyatakan harapan akan hasil "misi perdamaian" melalui KTT G20. Antara tanggal 14-15 Juli, Indonesia tengah menjamu para menteri keuangan dan kepala bank sentral negara anggota G20. Kali in pun, publik tidak mendengar satu proposal untuk menindaklanjuti misi Jokowi. (Baca: Jokowi Akan Teruskan Misi Damai Ukraina dan Rusia di KTT G20)

Pada dua kali pertemuan negara G20 pada tingkat menteri, belum ada pembicaraan yang serius mengenai pembukaan jalur blokade pangan di Laut Hitam. Pertemuan para menteri luar negeri di Bali pada 8 Juli lalu justru dicoreng dengan tindakan delegasi Barat termasuk Ukraina yang memojokkan Rusia atas "invasi" ke Ukraina.

Klimaksnya adalah ketika Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, dikabarkan keluar (walkout) dari pertemuan G20 yang diklarifikasi oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova.

Satu yang menjadi catatan, pertemuan para menteri luar negeri di Bali tersebut tidak meneruskan momentum kunjungan Jokowi seminggu sebelumnya. Indonesia seakan hanya menjalankan agenda biasa di forum G20, meskipun sidang diwarnai ketegangan para pihak. (Baca: Kementerian Luar Negeri Rusia Sebut Sergei Lavrov Tak Walk Out dari FMM G20 Bali)

Perkembangan terbaru, pada 14-15 Juli, kali ini Indonesia seakan lebih lugas mewujudkan perannya dalam Presidensi G20 dan menjadikan G20 sebagai forum dialog untuk mencapai perdamaian. Sri Mulyani telah meminta para pihak untuk mencapai konsensus dalam menurunkan harga pangan dan energi. Sri Mulyani juga meminta terciptanya jembatan antarpara pihak untuk menghasilkan keputusan dan tindakan nyata.

Indonesia melalui Sri Mulyani berupaya meletakkan konsensus untuk berakhirnya krisis pangan dan inflasi akibat peran. Akan tetapi, belum ada kesepakatan signifikan, termasuk pembukaan blokade jalur laut dari Ukraina dan relaksasi sanksi bagi Rusia.

Janet Yellen, Menteri Keuangan Amerika Serikat, justru menggunakan G20 untuk meminta diberlakukannya oil price cap bagi minyak Rusia. Rusia, dengan demikian, tidak dapat memperoleh keuntungan dari penjualan minyak. Langkah tersebut akan menekan jumlah pasokan energi dan menaikkan harga pangan global (Baca: Indonesia Serukan G20 Menjembatani Diskusi Problem Global)

Indonesia sebagai penengah krisis pangan global akibat perang Ukraina

Sampai saat ini, Indonesia masih terus berupaya agar misi Jokowi ke Ukraina dan Rusia menghasilkan perubahan signifikan. Beberapa catatan mengapa Indonesia masih perlu pembuktian.

Pertama Indonesia belum membawa satu proposal konkrit dalam forum internasional maupun kesempatan lainnya. Meskipun Jokowi telah menyatakan bahwa ia akan meneruskan misi ke KTT G20, namun solusi konkrit yang ditawarkan belum juga diungkap. Indonesia juga belum membawa Rusia dan Ukraina dalam satu meja pertemuan untuk menegosiasikan kepentingan mereka.

Kedua, untuk menjadi penengah, Indonesia harus lebih lincah membangun keseimbangan geopolitik yang selama ini dimainkan oleh Turki. Meskipun anggota NATO, Turki juga memiliki hubungan perdagangan yang baik dengan Ukraina dan Rusia sejak bubarnya Uni Soviet.

Dalam hal kerja sama militer, Turki mendapatkan bantuan Rusia untuk mengembangkan jet tempur. Turki mampu membangun hubungan yang lebih luas dibandingkan kepentingan bilateral antardua negara. Ia berkepentingan untuk mengakhiri konflik yang menyeretnya pada kondisi ekonomi yang tidak menguntungkan.

Indonesia sendiri merupakan "korban" dari meroketnya harga pangan dan energi. Akan tetapi Indonesia belum berhasil menempatkan posisi sebagai jembatan komunikasi yang mengakhiri perbedaan antarblok di dalam G20 sendiri.

Ketiga, Indonesia harus dapat dipercaya. Jokowi telah menyatakan bahwa Indonesia tidak memiliki kepentingan apa pun dalam konflik Rusia dan Ukraina. Jokowi mewujudkannya dengan mengundang kedua belah pihak untuk hadir dalam G20 di tengah desakan negara Barat untuk menyingkirkan Rusia dari pertemuan.

Keempat, komitmen untuk tindak lanjut. Aspek ini yang dirasa masih lemah dan perlu dibangun. Indonesia masih belum memiliki peta jalan bagaimana akan mewujudkan misi Jokowi. Pertemuan para delegasi G20 sendiri memiliki peluang untuk fokus pada persoalan mendesak yang dihadapi dalam mengisi permintaan pangan global.

Dalam seminggu ke depan, pandangan dunia akan diarahkan ke Istanbul. Apabila berhasil dalam negosiasi, profil Turki akan mencuat di mata publik internasional. Sementara ini, Indonesia masih memantapkan perannya melalui G20.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun