Mohon tunggu...
Gede Ari Oktaviana
Gede Ari Oktaviana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Gede Ari Oktaviana

Seorang Mahasiswa UNDIKSHA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perayaan Pengerupukan dan Nyepi di Desa Busungbiu pada Masa New Normal, Seperti Apa sih?

4 Maret 2022   20:41 Diperbarui: 4 Maret 2022   20:49 1002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Raya Nyepi merupakan sebuah hari raya suci Umat Hindu di Bali yang diperingati atau dirayakan setiap setahun sekali atau disebut juga setiap Tahun Baru Caka. 

Hari raya suci ini diperingati setiap satu tahun sekali tepatnya pada Penanggal Apisan Sasih Kedasa atau setelah Tilem Kesanga (Pengerupukan), hari tersebut merupakan hari penyucian para dewa yang berada di pusat samudera yang membawa intisari amerta air hidup. Umat Hindu di Bali melaksanakan Nyepi selama satu kal 24 jam, yang di mana dalam perayaan Hari Raya Nyepi terdapat beberapa pantangan yang disebut Catur Brata Penyepian. 

Namun sehari sebelum perayaan hari Raya Nyepi tepatnya di malam hari, Umat Hindu di Bali melaksanakan upacara atau tradisi Pengerupukan (Mebuu-buu). Apakah itu Hari Raya Pengerupukan?

Hari Raya Pengerupukan merupakan hari di mana Umat Hindu di Bali melakukan beberapa rangkaian upacara seperti menyebar nasi tawur, melakukan prosesi mebuu-buu (Mengobor-obori) rumah dan seluruh pekarangan, mengarak ogoh-ogoh dan melaksanakan mebuu-buu di desa setempat. 

Adapun tujuan dari pelaksanaan Upacara Pengerupukan ini adalah untuk mengusir para roh jahat atau Bhuta Kala di lingkungan rumah dan desa setempat. Salah satu desa di Bali yaitu Desa Busungbiu, yang terletak di Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, Bali, memiliki proses pelaksanaan tersendiri di dalam melaksanakan upacara mebuu -buu khususnya di Era New Normal ini. 

Berdasarkan informasi dari Kelihan Adat Desa Busungbiu Bapak. I Gede Yasa, beliau telah melakukan sebuah rapat mengenai pelaksanaan pengerupukan di Desa Busungbiu bersama Prajuru Adat Desa Busungbiu, jajaran Pengurus desa, Penglingsir des dan perwakilan Yowana di Desa Busungbiu, hasilnya yaitu, proses pengerupukan di Desa Busungbiu tidak melangsungkan pengarakan ogoh-ogoh, di mana pengurupukan hanya dilakukan oleh para aparat dari desa di Pura-pura di Desa Busungbiu. 

Meskipun sudah ada surat edaran dari Pasikian Yowana Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, perihal Informasi Kesepakatan Bersama Nyomnya Ogoh-ogoh di Wewidangan Banjar Adat. Adapun pokok isi dari surat edaran tersebut yaitu "Nyomya Butha Kala mapiranti antuk Ogoh-ogoh di wewidangan Banjar dengan skema Protokol Kesehatan COVID-19 telah DISETUJUI dan sudah disepakati Bersama: 1). Gubernur Bali, 2). Bendesa Agung Majelis Desa Adat Provinsi Bali, 3). Kapolda Bali, 4). 

Pasikian Yowana Majelis Desa Adat Provinsi Bali, dan 5). Pasikian Yowana Majelis Desa Adat Kota/Kabupaten Se-Bali. Akan tetapi menanggapi kondisi COVID-19 atau Era New Normal saat ini, Pemerintah Desa Busungbiu tidak melaksanakan proses pengerupukan seperi biasanya, dengan tujuan mengurangi kerumunan di desa demi memutus rantai penyebaran COVID-19.

Selanjutnya, sehari setelah pelaksanaan proses pengerupukan, terdapat sebuah hari raya yaitu Hari Raya Nyepi. Di Era New Normal ini proses pelaksanaan Nyepi di Desa Busungbiu dilaksanakan seperi biasanya sesuai dengan protocol Kesehatan (Prokes). Selain itu proses pelaksanaan Nyepi di Desa Busungbiu juga tetap melaksanakan yang namanya Catur Brata Penyepian.

Catur Brata penyepian adalah empat pantangan bagi Umat Hindu di Bali pada Hari Raya Nyepi yang memiliki beberapa pantangan di dalam pelaksanaanya. Catur Brata Penyepian ini dilaksanakan dengan cara meditasi, shamadi, dan perenungan diri sendiri di suasana yang hening, serta berpuasa yang dilaksanakan selama 24 jam. Adapun keempat pantangan dari Catur Brata Penyepian tersebut diantaranya yaitu:

  • Amati Geni. Kata Geni dalam Bahasa Bali memiliki arti api. Maka dari itu, Amati Geni adalah pantangan untuk tidak menyalakan api atau lampu dan tidak boleh mengobarkan hawa nafsu selama pelaksanaan Nyepi.

  • Amati Karya. Karya dalam Bahasa Indonesia memiliki arti kerja atau bekerja. Jadi Amati Karya merupakan apntangan dalam pelaksanaan Nyepi yang di mana Umat Hindu tidak boleh melakukan kerja atau kegiatan fisik dan tidak bersetubuh, melainkan tekun mengerjakan penyucian rohani.

  • Amati Lelungan. Amati lelungan merupakan sebuah pantangan untuk tidak bepergian kemana-mana, namun tetap mawas diri di rumah juga memusatkan pikiran ke hadapan Tuhan dalam berbagai prabawa-Nya (Perwujudan Ida Sang Hyang Widhi Wasa).

  • Amati Lelanguan. Dan yang terakhir yaitu, Amati Lelanguan. Pantangan ini mengacu pada larangan untuk tidak mengadakan hiburan, rekreasi, atau kegiatan bersenang-senang. Dalam pantangan ini juga termasuk tidak makan dan tidak minum (Upawasa).

Selain itu dalam pelaksanaan Upacara Nyepi di Desa Busungbiu di Era New Normal ini, pecalang yang yang bertugas untuk menjaga ketertiban pelaksanaan Nyepi di Desa Busungbiu dalam melaksanakan tugasnya tetapi mematuhi protokol Kesehatan (Prokes) yang ketat, seperti wajib memakai masker, membawa hand sanitizer, serta tidak berkerumun dalam berjaga di lingkungan Desa Busungbiu. Berikut beberapa dokumentasi situasi di Desa Busungbiu saat Pelaksanaan Hari Raya Nyepi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun