Aku tiba tiba melihat sosok putih bertopeng rangda di sekitar area kuburan, aku langsung menyuruh supaya Putu juga melihatnya. Dan benar saja hawa di malam hari itu semakin dingin dan membuat bulu kuduk berdiri. Kami mencoba untuk tetap tenang. Syukurnya motor Putu teman ku tetap di dalam kondisi menyala dan kami bergegas meninggalkan jalan buntu tersebut dan keluar dari gang.
Selepasnya keluar dari gang kecil tersebut kami berhenti sejenak dan mengaktifkan kembali maps di handphone ku. Setelah muter-muter di perjalanan kami menemukan persimpangan jalan. Aku mencoba melawan arah yang maps berikan karena aku hanya membaca petunjuk jalan yang di pasang di setiap persimpangan. Aku melihat arah ke kiri bertulisan Denpasar sedangkan maps menuntun kita agar lurus. Aku spontan langsung menyuruh Putu agar belok kiri.
Dan benar saja ke arah kiri menuju jalan besar Kota Denpasar dan kami pun lega karena tidak melewati jalan-jalan yang aneh dan kami selamat sampai rumah di Gianyar. Sesampainya di rumah aku langsung memarahi teman ku.
"Kleng ci Tu daritadi harusnya beli bensin ni syukur kita sekarang gak ngelewatin jalan aneh-aneh lagi terlebih motor mu gak mogok akhirnya bisa juga nyampe rumah lain kali jangan ne gitu!"
"Hehehe ya ya De maaf-maaf"
(Notes: Ci berarti Kamu.)
Percakapan ku dengan teman ku sebenarnya menggunakan bahasa Bali, namun aku yang menulis ini menejermahkannya ke dalam bahasa Indonesia walaupun hanya sedikit menyelipkan bahasa Bali agar lebih mudah di mengerti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H