Mohon tunggu...
Gede BMW
Gede BMW Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya memiliki Hobi bermusik, bernyanyi, olahraga, serta otomotif terkadang mencoba hal baru seperti foto dan editing video karena sebuah keharusan dan kewajiban kampus, dan di sela-sela lelah saya menikmatinya agar selalu tidak menyerah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Museum Sri Baduga

15 November 2023   00:42 Diperbarui: 15 November 2023   00:45 1358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut informasi resmi di website Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, museum ini didirikan pada tahun 197 berdasarkan ide Gubernur Jawa Barat Aang Kunaef. Pada tanggal 5 Juni 1980, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Daoed Joesoef akhirnya meresmikan museum ini sebagai Museum Negeri Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1990, namanya kembali diubah menjadi Museum Sri Baduga. Nama Museum Sri Baduga diambil dari nama Prabu Siliwang III, seorang raja besar Kerajaan Sunda yang beragama Hindu, yang berdasarkan isi prasastinya disebut Sri Baduga Maharaja Ratu Haji Batutuli. Sri Baduga memerintah Pakwan Pajajaran pada tahun 1 82 hingga 1521 Masehi.

 Nama Museum Sri Baduga kemudian dicantumkan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 02223/0/1990 tanggal April 1990. Museum Sri Baduga memiliki bangunan bergaya tradisional Jawa Barat yaitu rumah panggung beratap panjang yang dipadukan dengan gaya arsitektur modern. Museum ini terletak di atas tanah seluas 8.030 m2 yang dulunya digunakan sebagai kantor Kawedana Tegallega untuk menangani urusan pemerintahan Kota Bandung. Pada tahun 2002, Museum Sri Baduga dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Barat. Tanggung jawab dan tugas pokoknya adalah menghimpun, memelihara, meneliti, menyajikan, membina kebudayaan

Jawa Barat dan pendidikan kebudayaan. Pada awal tahun 2018 terjadi perubahan pada struktur organisasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Daerah Jawa Barat. Dimana Museum Sri Baduga merupakan bagian dari UPTD Organisasi Kebudayaan Daerah Jawa Barat khususnya pada Dinas Cagar Budaya dan Museum. Berbagai koleksi Museum Sri Baduga Museum Sri Baduga memiliki koleksi berbagai artefak, lukisan dan artefak sejarah yang mencerminkan kekayaan budaya dan sejarah masyarakat Sunda. Koleksi uniknya antara lain pakaian adat Sunda, alat musik tradisional, senjata kuno, kerajinan tangan, ukiran kayu, dan lukisan berharga. Koleksi museum yang terkumpul pada tahun 2017 sebanyak 6.979 buah.

Koleksinya dikelompokkan dalam 10 (sepuluh) kategori, yaitu geologi/geografi, biologi, etnografi, arkeologi, sejarah, numismatik/heraldik, filologi, seni rupa, keramik, dan teknologi. Berdasarkan keterangan langsung Rizky Maulana yang bekerja sebagai koordinator spesialis Museum Sri Baduga, materi koleksi yang dihadirkan dalam pameran tetap Museum Sri Baduga ini disusun berdasarkan cerita yang menggambarkan sejarah alam dan budaya Jawa Barat. “Menempatkan ruang pameran koleksi itu harus ada ceritanya. Jadi kita tidak akan sematkan sesuatu di situ karena ada alurnya.

Seperti di lantai 1, kita akan cerita apa, bagaimana dengan lantai 2? dan lantai 3? Kalo misal kita nyimpen seenaknya, itu ada ahli suka negor yang lebih tau tentang koleksi nanti ditanya dan menempatkan topeng disini dasarnya apa? Makanya kita harus udah siap dan ngadain kajian akademis bersama ahli dulu buat naruh koleksinya ituandquot jelasnya. Fase-fase perjalanan sejarah tersebut dikelompokkan ke dalam tiga lantai dan beberapa koleksi khususnya prasasti ditata secara outdoor. Lantai satu diawali dengan menampilkan beberapa koleksi sebagai pembuktian hadirnya Sri Baduga sebagai salah satu raja Pajajaran, sejarah alam (fosil hewan dan tumbuhan), profil manusia (fosil manusia purba), sejarah terbentuknya Jawa Barat dari sisi geografis dan budaya yang diawali dengan sistem religi masa Hindu Budha.

Lantai dua melanjutkan sistem religi (Kong Hu Tsu, Kristen dan Islam), sistem pengetahuan, bahasa, sistem organisasi/kemasyarakatan, peralatan hidup, sistem mata pencaharian (pertanian dan perikanan), hingga busana pengantin di Jawa Barat dan seragam juragan tanah di masa kolonial. Lantai tiga menampilkan materi koleksi yang berkaitan dengan mata pencaharian (perdagangan) teknologi, permainan tradisional anak Jawa Barat dan zona perkebunan. Salah satu koleksi lainnya adalah kecapi besar berwarna emas bernama Naga Maung Kecapi. Di belakang ruangan lain, perpustakaan juga berisi senjata, lukisan, dan beberapa kain khas Indonesia.

Jumlah dan tujuan kunjungan ke Museum Sri Baduga Rizky Maulana mengungkapkan rata-rata jumlah pengunjung Museum Sri Baduga per hari adalah 300- 00 orang. Namun di hari favorit, pengunjungnya bisa mencapai 700-800 orang per harinya. “Kami hanya menerima 300- 00 pengunjung sehari di Sri Baduga. Karena ini adalah hari favorit, pengunjungnya mencapai 700-800 orang pada hari Selasa, Rabu, dan Kamis. Tapi kalau Jumat, Sabtu, dan Minggu maksimal 50,” ujarnya. Ia juga mengatakan pengunjung terkadang bisa belajar tentang sejarah dan budaya Jawa Barat di museum ini. “Pengunjung adalah intinya.”

Kami membawa mereka ke masa lalu dari segi sejarah dan budaya khususnya di Jawa Barat yang diwakili oleh 10 klasifikasi,”; dia berkata. Wildan, salah satu pengunjung Museum Sri Baduga menceritakan kepada detikJabar tentang tujuan dan kesan kunjungan dirinya dan temannya ke museum ini. “Alasannya saya kuliah di jurusan sejarah peradaban Islam, jadi saya datang ke sini karena mendapat tugas mempelajari artefak-artefak tradisional. Pilih terus museum ini karena tempatnya paling terjangkau dan di sini koleksinya sangat lengkap, mulai dari lantai bawah kayak fosil. Tadi di lantai dua saya lihat juga ada alat musik tradisional seperti kerang, lalu di atasnya mirip alat musik tradisional, pokoknya di sini sudah jadi, begini,” ujarnya. “Baru pertama kali ke sini, jadi kesan saya senang karena Bandung punya museum yang begitu sempurna. Jadi bisa juga memberi kita informasi,” lanjutnya.

2.1 Arca Nenek Moyang (Dokpri)
2.1 Arca Nenek Moyang (Dokpri)
Bahannya terbuat dari batu andesit berwarna coklat abu-abu. Bentuknya menyerupai postur orang yang sedang duduk, misalnya saat beribadah. Wajah bulat; mata tertutup, hidung lebar; bibir tebal tertutup penuh. Kepala tidak berambut (botak). Kepala dan badannya menyatu, lehernya tidak terlihat sehingga tampak pendek (kerdil). Silangkan tangan Anda di dada dan tekuk kaki Anda ke depan. Dilihat dari bentuk dan posisinya, patung ini merupakan penjelmaan para leluhur. Patung tersebut dibuat sebagai penghormatan kepada para leluhur yang telah memberikan keamanan dan kesejahteraan kepada masyarakat. Tradisi pemujaan leluhur khususnya di Jawa Barat fenomena ini terus berlanjut hingga abad ke-14 Masehi. Diakuisisi di Cirebon pada tahun 1979.

gambar 2.2 Fosil Kayu (Dokpri)
gambar 2.2 Fosil Kayu (Dokpri)

2.3 Fosil Tulang Belakang  (Dokpri)
2.3 Fosil Tulang Belakang  (Dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun