"Harga rokok di Indonesia itu sangat murah loh, paling murah sedunia!"
Sering banget saya jumpai pernyataan bernada mirip dengan pernyataan di atas tentang rokok. Apalagi kalau sudah berurusan dengan laman-laman aktivis anti rokok atau tembakau dan banyak politisi pun mengiyakan. Atas dasar kekepoan dan azas praduga tak bersalah (opo toh iki) saya coba mengulik-ulik dunia maya untuk mendapatkan informasi tentang benda "haram" ini.Â
Mulai dari berita naiknya cukai rokok sampai mazhab rokok yang berbahaya untuk kesehatan saya temukan di internet. Beberapa situs berita juga mengumandangkan hal yang sama, "Rokok di Indonesia murah, di negara lain mahal" mengambil data dari beberapa institusi yang punya pamor tinggi macam websitenya PBB dan sebangsanya.
Sedangkan, di Indonesia dengan uang Rp 17.000 kita sudah bisa pas-pus-pas-pus sebungkus rokok. Bahkan, konon di seantero ASEAN dengan logika tersebut, harga rokok di negara tetangga kita Malaysia dan Thailand jauh lebih mahal, kita berada di urutan ketiga setelah Vietnam dan Filipina. Sudah habis perkara, pernyataan tersebut dianggap sudah sahih.Â
Tapi kok ada yang mengganjal yah buat saya?
Seakan-akan uang itu punya nilai tetap dan berdiri sendiri tanpa konteks. Seakan-akan uang itu, dari mana saja dan di mana saja, bisa dengan mudah dipersandingkan dan dilihat besar atau kecilnya.Â
Seakan-akan uang itu tidaklah dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan fiskal dan moneter. Seakan-akan uang Rp. 100.000 di sini akan sama daya belinya seperti bila digunakan di Australia atau di Amrik.Â
Sejatinya, perbandingan dengan logika seperti itu adalah perbandingan yang tak adil dan malas. Sekarang coba kita masuk lebih dalam.
Bila harga rokok di kedua tempat tersebut dibandingkan dengan gaji yang kita bisa dapatkan maka untuk membeli sebungkus rokok di Indonesia kita mengeluarkan uang 1,5 kali lebih banyak dibanding di Australia. Di Amrik, kita mengeluarkan uang 2 kali lebih banyak. Hanya di Thailand dompet kita sedikit lebih aman.
Nah, sekarang mana yang lebih mahal?
Apakah cukup dengan menambahkan konteks penghasilan? Saya nggak mau terjebak dengan logika yang sama dengan kebanyakan orang, saya masih belum puas.Â
Berikutnya saya coba bandingkan dengan biaya makan dan biaya bensin, dua hal yang secara umum dibutuhkan untuk produktivitas. Dalam konteks makanan saya menggunakan data harga rata-rata sepaket Big Mac (karena di seluruh negara yang dibandingkan ada McD) supaya sahih untuk dibandingkan.
Yang saya dapatkan ternyata di Australia kita bisa mendapatkan 2-3 buah Big Mac dengan uang yang kita keluarkan untuk membeli rokok, begitu juga di Selandia Baru dan Amerika. Di Malaysia, beli sebungkus rokok sama saja seperti beli BigMac.Â
Di Indonesia kita harus mengeluarkan uang dua kali lipat dibanding jika kita berada di Thailand. Kalau di perbandingan ini, Indonesia memang punya harga Rokok paling murah di antara negara-negara lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H