Mohon tunggu...
Gede Surya Marteda
Gede Surya Marteda Mohon Tunggu... Freelancer -

Mencari jati diri di belantara Hutan Jati. Berusaha semampunya untuk menjadi pribadi yang humoris.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pancasila dan Generasi Milenial

29 Desember 2017   22:01 Diperbarui: 29 Desember 2017   22:22 1156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: prokal.co/webkalbar

Ada juga Lulu, yang ternyata mamah muda, mengedepankan pentingnya penanaman Pancasila dari keluarga. Lulu menekankan bahwa yang perlu diedukasi itu nggak cuman anak-anak dan remaja generasi milenial, tapi juga emak-bapak nya. Selain itu pendidikan Pancasila jaman sekarangsudah nggak bisa lagi hanya melalui teori-teori di ruang kelas, namun perlu juga ruang untuk praktik. 

Saya dan teman yang sehari-hari berkecimpung di masalah lingkungan juga mau nggak mau menghubung-hubungkan perilaku cinta lingkungan dengan Pancasila, yang ternyata nggak simpel. Ternyata dari sekian banyak butir Pancasila, nggak ada satupun yang secara tersurat meyatakan tindak peduli lingkungan. Maklum sih, saat Pancasila dibuat kan boro-borongurusi lingkungan, memanfaatkan kekayaan alam aja kita masih nggak bisa.

Tapi proses menghubung-hubungkan ini malah menggelitik saya, ternyata sesulit itu mencari sebuah penerapan kongkrit dari Pancasila. Sulit mungkin karena memang saya dan mungkin sebagian besar masyarakat Indonesia nggak ngerti yang Pancasila itu sebenarnya yang seperti apa.  Bukankah pelajar PPKN kita di SD seharusnya yang memberi kita pengetahuan tentang itu? Seinget saya mentok-mentok 'yang baik' itu adalah membantu ibu hamil menyebrang jalan dan bahkan itupun nggak secara langsung dihubungkan dengan Pancasila.

Padahal, bila kita lihat lagi butir-butir Pancasila (saya juga ngelihat lagi dengan terpaksa karena harus menghadiri diskusi ini) ternyata banyak bangethal-hal yang kita lakukan itu sebenarnya mengamalkan Pancasila. Nggak menyerobot pas lagi antre itu Pancasila, nggak buang sampah sembarangan tu Pancasila, bersedekah itu Pancasila. Itu semua ada dalam Pancasila loh. Tapi nggak banyak orang sadar bahwa mereka telah berpancasila ria.

Dari situ muncul pertanyaan, yang sungguh didahulukan dari Pancasila itu nama dan pengertiannya atau pengamalannya? Jawabannya bisa ada tiga: Nama dan pengertianya yang harus didahulukan pengalamannya bisa nanti, Pengamalannya yang didahulukan namanya bisa apa saja, atau keduanya harus didahulukan.

Jawaban yang pertama itu cukup tergambar dengan viralnya hashtag Saya Indonesia, Saya Pancasila. Siapapun besbas menggunakan hashtag itu sebagai citra. Urusan ngerti atau nggaknya urusan nanti.

Jawaban yang kedua adalah gerakan-gerakan yang diinisiasi oleh generasi milenial Indonesia, misalnya Gerakan Berbagi Nasi atau Kelas Inspirasi. Spirit mereka sebenar-benarnya mengamalkan sila-sila dalam Pancasila. Tapi apakah mereka ngeh akan itu? mungkin nggak juga.

Kalau jawab ketiga yang diinginkan, kata saya sih seharusnya bisa dilakukan dengan menghubungkan dua contoh dari kedua jawaban sebelumnya. Gerakan-gerakan sosial dan tindak-tanduk sehari-hari yang mengedepankan kemanusiaan, toleransi, dan gotong royong ini dilekatkan dengan identitas Pancasila. Meminjam istilah dari Teh Ane, kita harus memunculkan wajah baru Pancasila, bukan lagi yang seram dan kaku serta murung layaknya yang dilakukan Orde Baru, tapi wajah Pancasila yang ramah. Pancasila zaman now itu harusnya bisa dekat dan lekat dengan keseharian kita, dengan gaya hidup orang Indonesia masa kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun