Jam tangan itu, kini menunjukan pukul 10.00. Taman kota ini terselebungi dalam kegelapan, dengan cahaya bulan yang samar-samar. Kelelahan sedikit-sedikit mulai menggerogoti kesadaranku. Sepertinya sudah saatnya aku pulang, meninggalkan pohon Damar yang menemaniku ini untuk merenungi nasibnya dan serabut-serabut yang kini memenuhi tubuhnya. Kuambil jam tangan itu dengan paruhku, dan terbang melalui hiruk-pikuk dedaunan, satu per satu.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!