Mohon tunggu...
Gede Surya Marteda
Gede Surya Marteda Mohon Tunggu... Freelancer -

Mencari jati diri di belantara Hutan Jati. Berusaha semampunya untuk menjadi pribadi yang humoris.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kenapa Membakar Sampah Berbahaya?

4 Januari 2015   23:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:49 1240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teringat perjalanan saya ke Kepulauan Anambas di awal bulan September 2014, saya menikmati semua hal menakjubkan yang disuguhkan salah satu kepulauan di rantai Kepulauan Riau tersebut: makanannya, pantainya, gunungnya, dan kotanya. Namun, satu ingatan yang hingga kini masih membuat saya bergidik tiap kali mengingatnya adalah bagaimana mereka, penduduk kota Tarempa, membakar secara masal bagian dari diri mereka sendiri: sampah rumah tangganya.

[caption id="attachment_344821" align="aligncenter" width="300" caption="Sampah dibakar di TPS Rintis Hilir, Tarempa (sumber: dokumen pribadi)"][/caption]

Mungkin kalian berpikir bahwa saya terlalu dramatis. Membakar sampah memang bukanlah sebuah hal yang aneh di dalam sistem perilaku masyarakat Indonesia, atau di sebagian besar negara berkembang lainnya. Christine Weidinmyer, salah satu peneliti di The National Center for Atmospheric Research, dalam makalah penelitiannya yang berjudul Global emissions of trace gases, particulate matter, and hazardous air pollutants from open burning of domestic waste, memperkirakan sekitar 40% dari total sampah yang dihasilkan diseluruh dunia atau sekitar 1.100.000.000 ton sampah dibakar secara liar setiap tahunnya. Membayangkan jumlah angka nolnya saja sudah cukup membuat lutut saya lemas.

Indonesia mungkin tidak masuk ke dalam 5 besar negara penghasil sampah terbanyak versi penelitian ini. Negara yang beruntung (atau mungkin tidak) berturut-turut adalah: Cina, US, India, Japan, dan Brasil. Dengan memperhitungkan kesuperioran bangsa Aria, Jerman yang berada diurutan ke-6 terasa tidak adil bila tidak saya sebutkan.

Tapi tidak semua dari negara tersebut jadi biang kerok dalam urusan bakar membakar ini. Ternyata, negara-negara berkembang dengan jumlah populasi penduduk yang besar yang mengambil andil besar menyebar polusi udara akibat pembakaran liar sampah domestik mereka: Cina, India, Brasil, Meksiko, Pakistan dan Turki. Dimana posisi Indonesia? tidak jauh.

[caption id="attachment_344838" align="aligncenter" width="819" caption="sumber: Weidinmyer, 2014"]

14203675531474403584
14203675531474403584
[/caption]

Indonesia kini berada di posisi 10 besar. Dengan tingkat penambahan penduduk Indonesia yang mencapai 1,89% per tahun dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang mencapai 8% per tahun bisa jadi dalam kurun waktu 5-10 tahun lagi Indonesia akan memuncaki daftar negara pesakitan tersebut. Kenapa saya sebut negara pesakitan? Karena dengan perilaku seperti itu, mereka pelan-pelan menyakiti diri mereka sendiri juga masyarakat global.

Weidinmyer menganalisa pola konsumsi negara-negara yang dominan melakukan pembakaran sampah liar tersebut dan memperkirakan sekitar 29% dari total emisi debu partikulat antropogenik (dihasilkan oleh manusia) berukuran kurang dari 2,5 mikron (PM 2,5) dihasilkan dari pembakaran sampah liar. PM 2,5 di udara dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia, sering kali berupa gangguan pernapasan, amfisema, sampai kerusakan paru-paru.

Selain itu, pembakaran sampah liar juga menyumbangkan 10% dari total polusi timbal di udara serta 40% pencemaran gas-gas yang diketahui sebagai Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs). Pencemar-pencemar ini diketahui dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia berupa: memperlemah fungsi jantung, gangguan syaraf, kanker, bahkan serangan jantung.

Bukan itu saja, walaupun jumlah karbon dioksida - hasil pembakaran karbon dalam bahan-bahan organik seperti sampah daun atau sampah dapur- yang dihasilkan tidak terlalu besar tapi kontribusi terhadap peningkatan gas rumah kaca global cukup signifikan yakni sebesar 5%. Gas rumah kaca merupakan gas yang dapat memerangkap panas matahari sehingga menghasilkan efek seperti di dalam rumah kaca. Gas rumah kaca juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemanasan global. Ingat gambar beruang kutub yang terkenal itu? Ya, itu yang kita lakukan pada mereka.

[caption id="attachment_344829" align="aligncenter" width="270" caption="sumber: http://www.renmingtang.org/images/FME%20Group/PolarBearsInPeril-6.39.18-PM.jpg"]

14203629581206687384
14203629581206687384
[/caption]

Apa yang dihasilkan dari penelitian Weidinmyer tersebut hanya menunjukan gambaran besar kerusakan yang dapat ditimbulkan dari membakar sampah secara liar. Bila kita melihat lebih dekat ke negeri sendiri, kerusakan yang paling mudah terlihat adalah kerusakan fisik.

Dengan membakar sampah sembarangan di halaman, di depan rumah, atau di dalam selokan, kalian juga ikut membakar lingkungan di sekitar kalian. Pohon-pohon mati kepanasan, tiang listrik penyok, tanaman-tanaman penghias jalan hangus, serangga dan binatang-binatang kecil yang hidup di sekitar pohon sesak karena asap, sedang yang membakar sampah sembarangan asik-asik saja duduk di teras rumah sambil ngopi. Apakah hal tersebut dapat dibanggakan?

Kita bisa saja dengan mudah berkelit dengan alasan kurang mampunya pemerintah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang memadai dalam penanganan sampah sehingga sampah kita menumpuk dan kita tidak punya pilihan selain membakar. Tapi sampai kapan? Apakah tidak lebih baik jika kita mulai bergerak untuk menangani sampah kita sendiri, membuat mereka jadi sesuatu yang lebih berguna dengan kreativitas yang kita miliki? Tidakkah dengan begitu pemerintah jadi malu dan terlecut untuk berbenah diri dan lebih tanggap lagi?

Sulit? bisa jadi. Tapi bukan berarti tidak mungkin jika kita melakukannya bersama-sama. Karena akhirnya, apa yang kita tunai adalah hasil dari benih yang kita semai.

Gede Surya Marteda

Content Writer di Bandung Cleanact!on (@BDGcleanaction) dan INKUBUKU (@inkubukuBDG)

Bandung Cleanact!on adalah program inisiatif representasi masyarakat, milik masyarakat lintas profesi dengan kolaborasi melalui strategic campaign dan social engineering guna mendorong gotong royong kurangi sampah dari sumber.Program ini merupakan implementasi bersama “Gerakan Cinta Bandung Bersih dan Hijau” Pemerintah Kota Bandung sesuai Deklarasi “Indonesia Bersih 2020”.

sumber:

1. Trash burning worldwide significantly worsens air pollution, Science Daily

2. NCAR Report: Over 40% of World’s Waste Burned in Unregulated Fires, Waste Management Daily

3. Weidinmyer, C., Yokelson, R. J., Gullet, B. K. 2014. Global emissions of trace gases, particulate matter, and hazardous air pollutants from open burning of domestic waste. Environment Science and Technology Journal vol 48: 9523-9530.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun