Mohon tunggu...
Gea Amanda Putri
Gea Amanda Putri Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi

Nama : Gea Amanda Putri NIM : 44523010052 Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB Dosen : Prof.Dr.Apollo,AK.,M.Si. Universitas Mercu Buana Meruya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tugas Besar 2_Diskursus Gaya Kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara pada Upaya Pencegahan Korupsi

12 November 2023   10:35 Diperbarui: 12 November 2023   12:30 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama : Gea Amanda Putri

NIM : 44523010052

Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB

Dosen : Prof. Dr.Apollo, AK., M.Si.

Program Studi Digital Komunikasi

Universitas Mercu Buana Jakarta

Ki Hadjar Dewantara, juga dikenal sebagai Raden Mas Sosrokartono, adalah seorang tokoh pendidikan yang berperan penting dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Beliau lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta dan meninggal dunia pada 26 April 1959. Ki Hadjar Dewantara adalah pendiri Taman Siswa, sekolah yang mengusung pendekatan pendidikan yang inklusif dan berbasis pada nilai-nilai kehidupan sehari-hari. Menurut Ki Hadjar Dewantara, kata "Taman" menunjukkan tempat yang menyenangkan, terbuka, dan penuh kasih sayang, seperti taman yang indah dan ramah. Kata "Siswa" merujuk pada para pelajar atau murid yang berada di bawah bimbingan guru. Jadi, "Taman Siswa" adalah tempat yang menyenangkan, terbuka, dan ramah untuk belajar dan tumbuh sebagai individu yang berkualitas. 

Beliau lahir dari keluarga bangsawan di Yogyakarta. Ia telah mengalami sendiri pahitnya kesulitan akses pendidikan semasa hidupnya. Hal ini mengilhami beliau untuk berjuang memperjuangkan hak pendidikan bagi semua orang, terutama anak-anak miskin dan terlantar. Dorongan ini membuatnya mendirikan Taman Siswa pada tahun 1922, sebuah sekolah yang menyediakan pendidikan yang terjangkau dan relevan bagi semua lapisan masyarakat.

Melalui Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara memperkenalkan beberapa konsep pendidikan yang inovatif. Salah satu konsep utama yang dipromosikan oleh beliau adalah inklusivitas dalam pendidikan. Beliau menekankan pentingnya memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang untuk mendapatkan pendidikan yang layak, tanpa memandang latar belakang maupun status sosial. Taman Siswa memberikan kontribusi yang signifikan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Institusi ini menekankan pendidikan yang bertumpu pada pengembangan potensi individu, penghormatan terhadap keunikan setiap siswa, dan keterampilan praktis yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Menurut Ki Hadjar Dewantara, hakikat pendidikan adalah sebagai usaha untuk menginternalisasikan nilai-nilai budaya ke dalam diri anak, sehingga anak menjadi manusia yang utuh baik jiwa dan rohaninya. Ki Hadjar Dewantara juga memperkenalkan metode pendidikan yang revolusioner, termasuk pendidikan berbasis praktik, keterlibatan siswa dalam pengambilan keputusan, dan pembelajaran langsung dari alam dan realitas sosial. Beliau mendorong adanya pendekatan pendidikan yang holistik, yang mencakup pengembangan fisik, intelektual, emosional, dan spiritual siswa. Beliau melihat pendidikan sebagai sarana untuk membantu siswa mengembangkan potensi mereka secara menyeluruh serta tercapainya kemerdekaan dalam pendidikan atau belajar. (Dewantara, K.H. 1922.)

Ada beberapa contoh tindakan yang harus dilakukan untuk tercapainya kemerdekaan belajar:

  • Mengembangkan bakat
  • Pendidik mengembangkan potensi siswa/mahasiswa/peserta didik
  • Siswa/mahasiswa/peserta didik diarahkan sesuai dengan bakatnya
  • Siswa/mahasiswa/peserta didik perlu belajar merdeka (memilih sendiri)

Berhubungan dengan merdeka belajar, Bapak pendidikan ini juga memiliki pemikiran dengan merumuskan tiga orientasi pendidikan yang ia beri nama Tri Rahayu, ketiga prinsip tersebut saling melengkapi dan mengintegrasikan pembelajaran untuk menciptakan individu yang seimbang secara pribadi, bertanggung jawab dalam masyarakat, dan peduli terhadap lingkungan. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang orientasi Tri Rahayu, kita dapat menerapkan prinsip-prinsip ini dalam pengembangan pendidikan yang holistik, berdampak positif bagi individu, masyarakat, dan dunia secara keseluruhan. Berikut tiga orientasi tersebut:]

geaamanda
geaamanda
  • Memayu Hayuning Sarira (Diri Sendiri), yaitu mengacu pada pengembangan diri secara holistik. Prinsip ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara fisik, mental, dan spiritual dalam kehidupan individu. Dalam pendidikan, Memayu Hayuning Sarira berfokus pada pengembangan karakter, moral, dan kecerdasan siswa. Tujuannya adalah untuk menciptakan individu yang sehat secara jasmani dan rohani, serta memiliki nilai-nilai moral yang kuat. (Dewantara, K.H. 1927.)
  • Memayu Hayuning Bangsa (Bangsa), yaitu mengacu pada pengembangan masyarakat yang bertanggung jawab dan berkeadilan. Prinsip ini menekankan pentingnya menciptakan masyarakat yang adil, harmonis, dan saling mendukung. Dalam pendidikan, Memayu Hayuning Bangsa berfokus pada menciptakan keselarasan antara individu dan masyarakat. Tujuannya adalah untuk mengembangkan siswa menjadi warga negara yang berkomitmen terhadap kepentingan bersama, serta mampu berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih baik. (Dewantara, K.H. 1932.)
  • Memayu Hayuning Bawana (Seluruh Alam Semesta), yaitu  mengacu pada pengembangan hubungan yang harmonis dengan alam dan lingkungan sekitar. Prinsip ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem dan menjaga hubungan yang harmonis dengan alam. Dalam pendidikan, Memayu Hayuning Bawana berfokus pada pengembangan kesadaran lingkungan dan pengetahuan tentang keberlanjutan. Tujuannya adalah untuk membentuk siswa yang peduli terhadap lingkungan dan mampu mengambil tindakan untuk melindungi alam dan menjaga sumber daya alam. (Dewantara, K.H. 1936.)

Diantara konsep-konsep Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan diatas, adapun konsep 3N, yakni Niteni, Niroke dan Nambahi. Konsep 3N ini adalah landasan utama dalam pendidikan ganzheit. Konsep ini menekankan pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa. Dan berikut penjelasan masing-masingnya:

  • Niteni, yaitu merujuk pada pengembangan pengetahuan siswa. Konsep ini menekankan pentingnya pembelajaran yang berpusat pada siswa dan memfasilitasi mereka untuk aktif membangun pengetahuan. Niteni melibatkan proses kritis, refleksi, dan penalaran siswa dalam memahami dan mengonstruksi pengetahuan. Tujuan dari Niteni adalah untuk menciptakan siswa yang memiliki pemahaman yang mendalam dan kritis terhadap materi pembelajaran, serta mampu menerapkan pengetahuan tersebut dalam konteks kehidupan sehari-hari. (Dewantara, K.H. 1922.) 
  • Niroke, yaitu melibatkan pengembangan keterampilan siswa. Konsep ini menekankan pentingnya pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan kemampuan praktis siswa. Niroke melibatkan pengajaran keterampilan yang meliputi keterampilan akademik, keterampilan sosial, keterampilan kewirausahaan, dan keterampilan teknis. Tujuan dari Niroke adalah untuk menciptakan siswa yang kompeten, responsif, dan siap menghadapi tuntutan dunia nyata. (Dewantara, K.H. 1925.)
  • Nambahi, yaitu mengacu pada pengembangan sikap siswa. Konsep ini menekankan pentingnya pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan nilai-nilai moral, etika, dan karakter siswa. Nambahi melibatkan proses internalisasi dan penerapan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan dari Nambahi adalah untuk menciptakan siswa yang memiliki sikap yang baik, bertanggung jawab, etis, dan mampu berkontribusi secara positif dalam masyarakat. (Dewantara, K.H. 1927.)

Adapun konsep lainnya, yaitu konsep Tri Nga. Konsep ini menekankan tiga aspek penting, yaitu Ngerti (kognitif), Ngarasa (batin), dan Ngakoni (melakukan), berikut adalah penjelasan dari Ngerti, Ngarasa dan Ngakoni:

  • Ngerti (Kognitif), Ngerti, yang berarti memahami, adalah komponen pertama dari konsep Tri Nga menurut Ki Hadjar Dewantara. Ngerti mengacu pada proses mendalam dalam memahami pengetahuan dan konsep. Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya membangun pemahaman yang mendalam dan kritis terhadap materi pembelajaran. Siswa diharapkan tidak hanya menghafal secara mekanis, tetapi juga mampu menganalisis, menelaah, dan merespons secara kritis terhadap apa yang dipelajari. Melalui Ngerti, siswa akan memiliki pemahaman yang berarti dan relevan bagi perkembangan pribadi mereka. (Suprapto, W. 2020.)
  • Ngarasa (Batin), Ngarasa, yang berarti menghayati, merupakan komponen kedua dari konsep Tri Nga menurut Ki Hadjar Dewantara. Ngarasa menekankan pentingnya menghubungkan pengetahuan dengan pengalaman dan emosi kita sendiri. Ki Hadjar Dewantara mengajak siswa untuk merasakan dan menghayati konsep-konsep yang dipelajari sehingga mereka dapat membentuk hubungan yang kuat dengan pengetahuan tersebut. Dengan cara ini, siswa akan terlibat secara pribadi dalam proses pembelajaran dan memiliki pemahaman yang lebih dalam dan terdalam. (Sanjaya, O. 2018.)
  • Ngakoni (Melakukan), Ngakoni, yang berarti mengaplikasikan atau mengimplementasikan, merupakan komponen ketiga dari konsep Tri Nga menurut Ki Hadjar Dewantara. Ngakoni menekankan pentingnya siswa untuk mampu mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam kehidupan sehari-hari. Ki Hadjar Dewantara mengajak siswa untuk melihat relevansi dan kegunaan pengetahuan dalam realitas kehidupan mereka, dan mendorong mereka untuk menggunakannya dalam tindakan dan keputusan mereka. Melalui Ngakoni, siswa dapat mengembangkan keterampilan praktis dan menjadi individu yang mampu mengaplikasikan pengetahuan dengan bijak. (Dwipriyanti, S. 2019.)

Dalam berpendidikan, lingkungan juga sangat mempengaruhi dalam proses belajar, maka dari itu Ki Hadjar Dewantara mencetuskan konsep pendidikan lainnya yaitu Tri Sentra Pendidikan:

  • Alam Keluarga/Informal, yaitu sentra pendidikan yang berkaitan dengan pendidikan di lingkungan keluarga. Ki Hadjar Dewantara mengakui peran penting keluarga dalam membentuk karakter dan moral siswa. Sentra pendidikan ini menekankan nilai-nilai kehidupan yang diajarkan oleh orang tua, seperti moralitas, etika, dan tanggung jawab. Selain itu, dalam lingkungan rumah, siswa juga memiliki kesempatan untuk mengembangkan keterampilan praktis seperti memasak, membersihkan, dan berkomunikasi. (Dewantara, K.H. 1922.)
  • Alam Sekolah/Formal, sekolah adalah sentra pendidikan formal yang memiliki peran utama dalam memberikan pengetahuan intelektual dan keterampilan akademik kepada individu. Ki Hadjar Dewantara meyakini bahwa pendidikan di alam sekolah harus mengedepankan pembelajaran yang berbasis pada kehidupan nyata, menekankan pemahaman konsep, pemecahan masalah, dan keterampilan kritis. Selain itu, melalui pendidikan di sekolah, individu juga belajar berinteraksi dengan orang lain, menghormati perbedaan, dan mengembangkan kemampuan sosial. (Dewantara, K.H. 1962.)
  • Alam Masyarakat/Informal, di dalam alam masyarakat, individu belajar melalui pengalaman langsung, berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang, dan mengaplikasikan pengetahuan yang telah dipelajari. Ki Hadjar Dewantara menegaskan pentingnya partisipasi dalam kegiatan sosial, pengabdian kepada masyarakat, dan pengenalan terhadap berbagai aspek kehidupan di sekitarnya. Melalui interaksi dengan masyarakat, individu dapat mengembangkan keterampilan sosial, kepemimpinan, dan rasa tanggung jawab sosial. (Dewantara, K.H. 1932.)

Beliau juga mencetuskan beberapa sistem pembelajaran yaitu Sistem Among. Sistem ini sebelumnya hanya digunakan di Perguruan Taman Siswa, namun saat ini sistem among digunakan untuk kurikulum merdeka. Berikut adalah beberapa sistem among yang beliau cetuskan:

  • Momong, Momong merupakan istilah dalam bahasa Jawa yang merujuk pada guru. Dalam sistem Among, guru berperan sebagai pemimpin dan fasilitator dalam proses pembelajaran. Momong bertanggung jawab untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada ngemong. Guru juga berperan sebagai teladan yang baik, memberikan bimbingan dan dukungan kepada ngemong dalam aspek akademik maupun pengembangan karakter. Momong diharapkan dapat menciptakan lingkungan belajar yang terbuka, ramah, dan inspiratif bagi ngemong. (Dewantara, K.H. 1935.)
  • Among, among adalah istilah yang merujuk pada mentor atau pendamping dalam sistem Among. Among berperan sebagai figur yang bijaksana dan berpengalaman yang memberikan panduan dan nasihat kepada ngemong. Among membantu ngemong dalam mengembangkan potensi diri, menanamkan nilai-nilai kehidupan, dan membentuk karakter yang baik. Among juga berperan sebagai mediator dalam hubungan antara momong dan ngemong, membantu mereka membangun komunikasi yang efektif dan saling pengertian. (Dewantara, K.H. 1930.)
  • Ngemong, Ngemong merupakan individu yang aktif dalam proses pembelajaran, mencari ilmu, dan memperoleh pengalaman dari momong dan among. Ngemong juga memiliki peran dalam memperkuat hubungan dengan momong dan among, dengan membuka diri terhadap pengetahuan dan nasihat yang diberikan. Ngemong juga memiliki tanggung jawab untuk mengimplementasikan nilai-nilai yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. (Dewantara, K.H. 1927.)

Ki Hadjar Dewantara membuat beberapa konsep pendidikan atau yang biasa disebut Panca Dharma yang telah menjadi dasar dan jiwa Perguruan Taman Siswa. Dasar-dasar pendidikan ini dibuat pada tahun 1947 dan mengacu beberapa asas, yaitu: (Dewantara, K.H. 1923.)

geaamanda
geaamanda

1. Asas Kemerdekaan

Asas kemerdekaan merupakan prinsip penting dalam konsep Panca Dharma menurut Ki Hadjar Dewantara. Beliau mengajarkan pentingnya kemerdekaan dalam segala aspek kehidupan, baik itu kebebasan berpikir, berbicara, maupun bertindak. Asas kemerdekaan ini tidak hanya berlaku bagi individu, tetapi juga bagi bangsa dan negara. Ki Hadjar Dewantara percaya bahwa kemerdekaan adalah hak yang harus dipertahankan dan diperjuangkan secara terus-menerus.

2. Asas Kodrat Alam

Menurut Ki Hadjar Dewantara, asas kodrat alam mengacu pada hukum-hukum alam yang mengatur kehidupan manusia. Beliau berpendapat bahwa manusia harus hidup sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai alam. Keberhasilan hidup dan kemajuan bangsa dapat dicapai dengan menghormati dan menyesuaikan diri dengan kodrat alam. Beliau menekankan pentingnya menjaga keharmonisan dengan alam dan menghindari tindakan yang merusak lingkungan.

3. Asas Kebudayaan

Asas Kebudayaan merupakan salah satu aspek penting dalam konsep Panca Dharma menurut Ki Hadjar Dewantara. Beliau meyakini bahwa kebudayaan adalah cerminan dari identitas suatu bangsa. Ki Hadjar Dewantara mendorong masyarakat Indonesia untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan mereka sendiri. Beliau menekankan pentingnya menjaga dan mempromosikan nilai-nilai budaya, seni, dan tradisi sebagai bagian integral dari identitas nasional. 

4. Asas Kebangsaan

Asas kebangsaan dalam konsep Panca Dharma menurut Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya memiliki cinta dan kesetiaan terhadap bangsa. Beliau berpendapat bahwa setiap anak bangsa harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap kemajuan dan kejayaan bangsanya. Ki Hadjar Dewantara mendorong generasi muda untuk memiliki semangat nasionalisme dan berkontribusi dalam pembangunan serta kehidupan berbangsa dan bernegara.

5. Asas Kemanusiaan

Konsep Panca Dharma juga menekankan pentingnya kemanusiaan dalam hubungan antarmanusia. Ki Hadjar Dewantara mengajarkan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan seperti saling menghormati, toleransi, dan empati. Beliau mendorong setiap individu untuk memperhatikan dan membantu sesama secara sukarela, tanpa memandang perbedaan status sosial, suku, agama, atau ras.

Ki Hadjar Dewantara juga mempromosikan beberapa prinsip pendidikan yang menjadi landasan bagi pendekatannya. Beberapa prinsip tersebut antara lain:

geaamanda
geaamanda
  • Memberikan pendidikan berbasis budaya. Ki Hadjar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan harus mencerminkan dan menghormati nilai-nilai budaya setempat, sehingga siswa dapat melihat relevansi pendidikan dengan kehidupan mereka sehari-hari.

  • Menekankan pendidikan karakter. Ki Hadjar Dewantara menganggap pentingnya membentuk karakter yang baik dan moralitas yang tinggi dalam pendidikan. Ia berpendapat bahwa pendidikan sejati merupakan pendidikan yang tidak hanya fokus pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga pada pembentukan kepribadian yang baik.

Selain beberapa pendekatan diatas, adapun cara pendekatan lain menurut Ki Hadjar Dewantara yang mencakup ke berbagai aspek pendidikan, termasuk Tri Kont Pendidikan yang meliputi pendekatan kontiyu, konsentris, dan konvergen. Berikut adalah penjelasan Tri Kont Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara:

1. Kontiyu (Blue Print)

Pendekatan kontiyu dalam trikont pendidikan mengacu pada keberlanjutan dan kesinambungan. Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan harus diperhatikan secara berkesinambungan dengan mempertahankan dan memperbaiki elemen-elemen yang sudah ada. Beliau berpendapat bahwa ada nilai-nilai yang telah teruji dan efektif dalam pendidikan yang harus terus dipertahankan. Melalui pendekatan kontiyu, Ki Hadjar Dewantara mendorong agar pendidikan terus dikembangkan tanpa kehilangan akar dan nilai-nilai budaya. (Dewantara, K.H. 1922.)

2. Konsentris (Budaya Bangsa)

Pendekatan konsentris dalam trikont pendidikan, menurut Ki Hadjar Dewantara, menekankan pemusat perhatian pada inti pendidikan. Dalam konteks ini, inti pendidikan adalah pembentukan karakter dan moralitas siswa. Ki Hadjar Dewantara berpandangan bahwa pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang berhasil membentuk generasi muda yang berakhlak dan bertanggung jawab.Dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara, pendekatan konsentris dicapai melalui integrasi materi pelajaran dengan karakter dan moral yang diajarkan dalam pendidikan. Ini berarti bahwa dalam pengembangan kurikulum dan metode pengajaran, penting untuk memberikan perhatian yang seimbang kepada nilai-nilai moral dan pembentukan karakter siswa. (Dewantara, K.H. 1922.)

3. Konvergen (Tuntutan Global)

Pendekatan konvergen dalam trikont pendidikan, menurut Ki Hadjar Dewantara, menekankan pada integrasi berbagai elemen pendidikan dari berbagai sumber. Beliau berpendapat bahwa dalam mempersiapkan generasi muda untuk masa depan, pendidikan harus mencakup aspek akademis, keterampilan praktis, dan nilai-nilai budaya. Dalam konteks ini, Ki Hadjar Dewantara mendorong kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan dalam pendidikan, termasuk guru, orang tua, dan masyarakat. Melalui kolaborasi ini, pendidikan dapat mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang berbeda untuk menciptakan pengalaman pendidikan yang holistik dan relevan bagi siswa. (Dewantara, K.H. 1922.)

Ki Hadjar Dewantara, seorang tokoh pendidikan Indonesia yang terkenal ini tidak hanya dikenal sebagai pendiri perguruan Taman Siswa dan penyusun Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, tetapi juga memiliki pengaruh yang kuat dalam upaya pencegahan korupsi. Korupsi adalah masalah yang merusak tatanan sosial dan ekonomi suatu negara. Ki Hadjar Dewantara, seorang tokoh pendidikan terkemuka Indonesia, memiliki komitmen kuat untuk mencegah korupsi melalui kepemimpinannya yang mendalam. Korupsi ini merupakan masalah serius yang melanda banyak negara, termasuk Indonesia. Dan kepemimpinan generasi saat ini sangat mengacu kepada konsep kepemimpinan negara barat, sudah saatnya untuk anak muda merubah mindset untuk mencari cara membuat konsep kepemimpinan yang baik dari para leluhur Indonesia. Salah satunya adalah konsep kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara. 

Kepemimpinan sendiri adalah aspek penting dalam setiap organisasi, termasuk dalam konteks pendidikan. Ki Hadjar Dewantara, seorang pendidik dan pelopor pendidikan di Indonesia, telah mengembangkan beberapa konsep kepemimpinan yang unik dan memiliki makna penting untuk melakukan pencegahan pada korupsi yang sudah menjadi makanan sehari-hari pejabat Indonesia. Gaya kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara, seorang tokoh pendidikan Indonesia yang dihormati, memiliki potensi besar dalam upaya pencegahan korupsi.  Selama masa hidupnya, ada beberapa gaya kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara dan bagaimana cara pendekatan-pendekatannya agar dapat berkontribusi dalam upaya pencegahan korupsi di Indonesia.

Gaya kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara dalam konteks upaya pencegahan korupsi menunjukkan kontribusi yang signifikan. Pendekatan Ki Hadjar Dewantara yang berfokus pada visi pendidikan integratif, pemberdayaan melalui pendidikan, dan pengembangan nilai-nilai moral telah mempengaruhi pemikiran dan tindakan dalam upaya pencegahan korupsi di Indonesia. Dengan adanya rasa menghargai dan menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara, sebagai rakyat, kita dapat terus membangun masyarakat yang berintegritas dan bebas korupsi.

geaamanda
geaamanda

Terdapat tiga konsep kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara, yaitu:
1. Ing Ngarso Sung Tuladha (Wiraga) "Didepan memberikan contoh atau menjadi teladan.", Konsep kepemimpinan yang dikemukakan ini memiliki arti "di depan, sebagai contoh". Konsep ini menempatkan pemimpin sebagai contoh teladan yang harus diikuti oleh bawahannya. Dalam konteks pendidikan, seorang pemimpin yang menerapkan konsep ini bertanggung jawab untuk menjadi panutan moral bagi peserta didik dan anggota staf. Pemimpin tersebut harus memiliki integritas, moralitas, dan etos kerja yang tinggi. Dengan menjadi teladan yang baik, pemimpin dapat menginspirasi dan memotivasi orang lain untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Ajaran ini memiliki makna bahwa seorang pemimpin harus dapat memberikan contoh atau teladan yang baik kepada pengikutnya ataupun masyarakat lainnya. Dalam memberikan teladan pemimpin hendaknya memberikan keselarasan antara perkataan dan perbuatan. Seorang pemimpin juga harus mampu untuk menguasai diri agar tidak melakukan perbuatan yang dilarang serta mematuhi apa yang sudah dianjurkan. Sehingga pemimpin dapat diikuti dan menjadi suri tauladan yang baik bagi para pengikut/masyarakatnya. (Dewantara, K.H. 2009.)

2. Ing Madyo Mangun Karso (Wirama) "Ditengah memberikan semangat atau motivasi.", Konsep kepemimpinan dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara ini memiliki arti "di tengah, ikut memajukan". Konsep ini menekankan peran pemimpin dalam membangun dan mengembangkan individu atau kelompok yang dipimpinnya. Pemimpin yang menerapkan konsep ini harus memiliki sensitivitas terhadap kebutuhan dan potensi bawahannya. Mereka harus mampu memberikan bimbingan dan dukungan yang diperlukan untuk kemajuan peserta didik dan anggota staf. Pemimpin yang menerapkan konsep ini menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan kolaboratif, di mana setiap individu dapat berkembang sesuai potensinya. yaitu dengan adanya pemimpin ditengah-tengah anggota berguna untuk membangun dan membangkitkan motivasi serta semangat juang yang ada. Sebuah kepemimpinan yang kuat akan mampu menciptakan lingkungan yang transparan, akuntabel, dan bebas dari korupsi. Seorang pemimpin harus bisa mudah berbaur dengan pihak bawahannya agar tujuan yang ingin dicapai mudah tercapai. Karena dengan adanya pemimpin yang efektif, dapat bergantung kepada pengikut dalam menjalankan tugasnya. Apabila pengikut merasa kesulitan, maka tugas dari seorang pemimpin yaitu memberikan arahan yang jelas. Lalu, jika pengikut telah mampu melaksanakan tugasnya maka seorang pemimpin harus menciptakan dan memberikan motivasi yang membangun semangat pengikutnya. (Dewantara, K.H. 2009.)

3. Tut Wuri Handayani (Wirasa) "Dibelakang memberikan dorongan.", Konsep kepemimpinan Tut Wuri Handayani yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara memiliki arti "tangan kanan yang memberi petunjuk". Konsep ini menekankan peran seorang pemimpin sebagai pemberi arahan, bimbingan, dan dorongan kepada bawahannya, yang berarti seorang pemimpin harus berani berdiri dibelakang para anggota-anggota dalam organisasi yang telah dipimpinnya untuk mewujudkan tujuan dan prestasi. Pemimpin yang menerapkan konsep ini harus memiliki kemampuan dalam mengarahkan dan mendampingi bawahan dengan efektif. Mereka juga harus memberikan dukungan yang diperlukan dalam mencapai tujuan bersama. Konsep ini mendorong pemimpin untuk menjadi fasilitator dan motivator yang memperhatikan pengembangan individu dan kelompok yang dipimpin. Dengan demikian meskipun pemimpin berdiri di belakang, namun gunanya adalah untuk memberikan daya kekuatan dan dukungan moril untuk memperkuat setiap langkah dan tindakan para pengikutnya. (Dewantara, K.H. 2009.)

Selain dikenal sebagai tokoh pahlawan yang ahli dalam bidang memimpin, Ki Hadjar Dewantara juga dikenal sebagai pahlawan pendidikan. Beliau merupakan pendidik Indonesia terkenal dan pendiri Taman Siswa, merupakan tokoh penting dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Ada beberapa cara pandangan dan penerapan konsep-konsep Ki Hadjar Dewantara dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Ki Hadjar Dewantara mempromosikan pendidikan yang holistik dan menyeluruh dengan mencakup perkembangan fisik, kemampuan seni, dan pengembangan spiritual dan moral siswa. Konsep ini memiliki relevansi yang penting dalam konteks pendidikan modern, di mana pendidikan yang komprehensif dan menyeluruh menjadi fokus dalam mempersiapkan generasi muda untuk masa depan. Dalam pendekatannya, beliau mengidentifikasi tiga fase utama dalam pendidikan, yaitu Wiraga, Wirama, dan Wirasa. 

Fase Pendidikan dari Wiraga, Wirama dan Wirasa adalah:

1. Masa Taman Kanak-kanak (Wiraga); Contoh dan Pembiasaan.

Fase pendidikan pertama dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara adalah fase Wiraga. Wiraga mengacu pada pengembangan fisik dan kesehatan siswa. Pendidikan fisik merupakan bagian penting dari pembangunan manusia yang sehat baik secara fisik maupun psikologis. Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendekatan pendidikan yang holistik harus memperhatikan pengembangan fisik siswa dengan memberikan akses dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, senam, dan aktivitas fisik lainnya. (Dewantara, K.H. 1922.)

2. Masa Pertumbuhan Jiwa, Pikiran (7 sd 14) atau Wirama; Penjelasan, Pemahaman.

Fase pendidikan kedua dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara adalah fase Wirama. Wirama merujuk pada pengembangan kemampuan dan apresiasi dalam bidang seni. Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan yang lengkap harus melibatkan pengembangan dan pemahaman seni sebagai bagian dari pembentukan karakter siswa. Pembelajaran seni seperti musik, tari, lukisan, dan teater memiliki peran penting dalam memperkaya pengalaman dan meningkatkan kreativitas siswa. (Dewantara, K.H. 1922.)

3. Masa Terbentuk Budi Pengerti dan Kesadaran Sosial (14 sd 21) atau Wirasa Berupa Laku, Pengalaman Lahir Batin.

Fase pendidikan ketiga dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara adalah fase Wirasa. Wirasa menekankan pentingnya pengembangan spiritual dan moral siswa. Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan yang sukses adalah pendidikan yang dapat membentuk karakter siswa yang berkualitas moral serta memiliki kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial yang kuat. Melalui pengembangan nilai-nilai moral, etika, dan agama, siswa akan menjadi individu yang bertanggung jawab dan berkontribusi positif dalam masyarakat. (Dewantara, K.H. 1922.)

Beliau melakukan kepemimpinan untuk mengadakan pencegahan korupsi ini bukan tanpa alasan, Ki Hadjar Dewantara memiliki alasan yang kuat dalam melakukan kepemimpinannya untuk mencegah korupsi. Melalui keyakinannya pada pendidikan, penanaman nilai-nilai integritas melalui pendidikan, serta contoh kepemimpinan yang baik, Ki Hadjar Dewantara berharap dapat mengubah pola pikir masyarakat dan membentuk generasi yang berintegritas. Upaya ini menjadi dasar dalam membangun masyarakat yang tidak hanya bebas dari korupsi, tetapi juga berusaha untuk mencapai pembangunan yang adil dan berkelanjutan. 

Adapun beberapa persepsi Ki Hadjar Dewantara tentang penyebab terjadinya korupsi: (Dewantara, K. H. 1931. Lahirnya Budaya Persatuan. Jakarta: Yayasan Kemitraan bagi Pembaruan Hukum Indonesia.)

1. Kurangnya Pendidikan dan Kesadaran

Ki Hadjar Dewantara menyadari bahwa kurangnya pendidikan dan kesadaran tentang pentingnya integritas, etika, dan tanggung jawab sosial dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi. Ketika masyarakat tidak memahami dampak negatif yang disebabkan oleh korupsi, mereka lebih rentan terlibat dalam tindakan koruptif. 

2. Terjadinya Ketimpangan Ekonomi dan Sosial 

Ki Hadjar Dewantara melihat bahwa ketimpangan ekonomi dan sosial dapat memberikan insentif bagi praktik korupsi. Ketika kesenjangan antara kaya dan miskin semakin dalam, dan akses terhadap sumber daya terbatas pada segelintir orang, korupsi menjadi "jalan pintas" yang dianggap oleh beberapa individu untuk memperoleh keuntungan pribadi.

3. Minimnya Pengawasan dan Transparansi 

Ki Hadjar Dewantara menyadari bahwa kurangnya pengawasan yang baik dan tingkat transparansi yang rendah dalam lembaga-lembaga publik dapat memicu terjadinya korupsi. Tanpa adanya sistem pengawasan yang kuat dan mekanisme yang transparan, praktik koruptif dapat terjadi dengan sedikit atau tanpa pengungkapan yang akurat.

Pemimpin berperan penting dalam pencegahan korupsi, dan Ki Hadjar Dewantara adalah contoh nyata dari seorang pemimpin yang fokus pada hal tersebut. Melalui nilai-nilai integritas dan moral, keberpihakan kepada rakyat, dan pembangunan sistem pengawasan yang efektif, Ki Hadjar Dewantara menjadi figur kepemimpinan yang inspiratif dan efektif dalam mencegah korupsi di lingkungannya. Perannya dalam membangun tata kelola yang baik dan menciptakan iklim yang bersih dan transparan memberikan dampak positif bagi pembangunan sosial dan ekonomi Indonesia.

Pemahaman tentang mengapa Ki Hadjar Dewantara melakukan kepemimpinan dalam pencegahan korupsi dapat memberikan inspirasi bagi para pemimpin masa kini untuk mengambil langkah-langkah konkret dalam memerangi korupsi. Dengan nilai integritas, keberpihakan kepada rakyat, dan sistem pengawasan yang efektif, pemimpin dapat memainkan peran kunci dalam membangun masyarakat yang lebih adil, transparan, dan terbebas dari korupsi. 

Adapun beberapa alasan mengapa Ki Hadjar Dewantara melakukan kepemimpinan untuk pencegahan korupsi yang menurutnya sudah tidak baik jika dibiasakan di negara ini kedepannya, berikut adalah alasan-alasannya: (Dewantara, K. H. 1939. Pendidikan Untuk Kemerdekaan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.)

geaamanda
geaamanda

1. Membangun Sistem Pengawasan yang Efektif 

Ki Hadjar Dewantara menyadari pentingnya sistem pengawasan yang efektif dalam mencegah korupsi. Ia mendukung pembentukan lembaga-lembaga pengawasan yang independen dan transparan guna mengawasi tindakan pemerintah dan para pemimpin. Ki Hadjar Dewantara juga mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan. Dalam pandangannya, keberadaan sistem pengawasan yang kuat dan transparan dapat mengurangi celah kecurangan dan peluang terjadinya korupsi. 

2. Keberpihakan kepada Rakyat 

Beliau selalu menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya. Ia percaya bahwa pemimpin sejati harus mengutamakan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Dengan melakukan kepemimpinan yang adil dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat, Ki Hadjar Dewantara mengurangi peluang terjadinya korupsi yang biasanya timbul akibat ketidakpuasan dan ketidakadilan. Dalam pandangannya, pemimpin yang mengabdi kepada rakyatnya akan memprioritaskan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau golongannya sendiri.

3. Nilai Integritas dan moral sebagai fondasi 

 Ki Hadjar Dewantara menganggap integritas dan moral sebagai fondasi dalam kepemimpinannya. Ia menyadari bahwa pemimpin yang bertindak dengan integritas dan moral yang tinggi memiliki pengaruh besar dalam mencegah korupsi. Ki Hadjar Dewantara mempromosikan nilai-nilai seperti kejujuran, transparansi, dan keadilan kepada para pemimpin masa depan melalui pendidikan dan contoh nyata. Keyakinan pada nilai-nilai ini mendorongnya untuk melakukan kepemimpinan yang proaktif dalam mencegah korupsi dan membangun tata kelola yang baik.

Pemahaman terhadap pandangan Ki Hadjar Dewantara dapat memberikan landasan bagi masyarakat dan pemerintah untuk mengembangkan strategi pencegahan korupsi yang lebih efektif dan berkelanjutan di Indonesia. Dalam melakukan pencegahan korupsi ini, Ki Hadjar Dewantara melakukan pendekatan yang inklusif dan berbasis integritas. (Dewantara, K. H. 1953. Kumpulan Tulisan Pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Jilid I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.)

geaamanda
geaamanda

1.  Pendekatan Inklusif Ki Hadjar Dewantara untuk Mencegah Korupsi 

  • Pendidikan sebagai Nilai Integritas, sebagai seorang pendidik, Ki Hadjar Dewantara memberikan perhatian besar pada pentingnya pendidikan yang menekankan nilai-nilai integritas kepada generasi muda. Melalui pendidikan yang berkualitas, ia berupaya membentuk karakter dan etos kerja yang kuat dalam diri para pemimpin masa depan. Dalam Taman Siswa, lembaga pendidikan yang ia dirikan, Ki Hadjar Dewantara menerapkan pendekatan holistik yang menggabungkan pembelajaran akademik dengan pengembangan sosial dan moral.  
  • Keterlibatan Masyarakat dalam Pencegahan Korupsi, Ki Hadjar Dewantara memahami pentingnya melibatkan masyarakat dalam upaya pencegahan korupsi. Ia mendukung partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan dan pemantauan terhadap tindakan pemerintah. Ki Hadjar Dewantara mendorong terciptanya forum-forum dialog antara pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara. 

2. Pendekatan Integritas Ki Hadjar Dewantara untuk Mencegah Korupsi

  • Kepemimpinan Teladan, Ki Hadjar Dewantara menjalankan kepemimpinannya dengan integritas sebagai contoh bagi orang lain. Ia menanamkan dalam diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya nilai-nilai integritas seperti kejujuran, tanggung jawab, dan pelayanan yang tulus. Melalui tindakan dan sikapnya yang konsisten, ia mendorong para pemimpin lain untuk mengikuti jejaknya dalam melaksanakan tugas dengan integritas dan kejujuran.
  • Sistem Pengawasan yang Efektif, Ki Hadjar Dewantara menyadari pentingnya adanya sistem pengawasan yang efektif dalam mencegah korupsi. Ia mendorong pembentukan badan-badan pengawasan yang independen dan transparan, serta meningkatkan kompetensi dan integritas pegawai publik yang melakukan tugas pengawasan. Selain itu, ia mendukung hak rakyat untuk mengajukan gugatan jika ada kecurangan atau tindakan korupsi yang terjadi di sekitar mereka.

Beliau melakukan kepemimpinan untuk mencegah korupsi melalui pendekatan inklusif dan berbasis integritas. Ia memberikan perhatian pada pendidikan nilai-nilai integritas kepada generasi muda, melibatkan masyarakat dalam pengawasan tindakan pemerintah, serta menunjukkan kepemimpinan yang teladan dalam menjalankan tugas dengan integritas dan kejujuran. Penerapan nilai-nilai integritas dalam kepemimpinannya serta adanya sistem pengawasan yang efektif merupakan langkah-langkah strategis dalam mencegah korupsi dan membangun tata kelola yang baik.

Karena melalui pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip ini, beliau yakin para pemimpin masa depan dapat bersama-sama mencegah terjadinya korupsi dan menjaga kejujuran dalam tindakan mereka.

Ki Hadjar Dewantara melakukan berbagai upaya dalam kepemimpinannya untuk mencegah korupsi. Melalui pendidikan dan pemberdayaan moral, ia menciptakan generasi muda yang memiliki integritas dan tanggung jawab sosial. Transparansi, akuntabilitas, kesetaraan, dan keadilan juga menjadi pilar yang ditekankan dalam kepemimpinannya. Dengan mengedepankan prinsip-prinsip ini, Ki Hadjar Dewantara berusaha menciptakan lingkungan yang bebas dari korupsi.

Pemahaman akan upaya yang dilakukan Ki Hadjar Dewantara dalam mencegah korupsi dapat memberikan inspirasi dan bahan pembelajaran bagi pemimpin saat ini. Dengan kombinasi pendekatan pendidikan, moralitas, transparansi, akuntabilitas, kesetaraan, dan keadilan, korupsi dapat dicegah dan tata kelola yang lebih baik dapat terwujud. Berikut penjelasan masing-masingnya: (Dewantara, K. H. 1935. Pendidikan Kewirausahaan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.)

1. Pendidikan dan Etika

Ki Hadjar Dewantara percaya bahwa pendidikan yang berkualitas dan pemberdayaan moral sangat penting dalam pencegahan korupsi. Melalui Taman Siswa, lembaga pendidikan yang didirikannya, ia berfokus pada pembentukan generasi muda yang berintegritas dan bertanggung jawab. Ki Hadjar Dewantara memperkuat etika dan nilai-nilai moral dalam kurikulum serta memberikan contoh tindakan yang baik kepada siswa-siswanya. Pendidikan ini bertujuan untuk mengubah pola pikir dan mendorong tanggung jawab sosial dalam upaya mencegah korupsi. 

2. Transparasi dan Akuntabilitas

Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam kepemimpinannya. Ia mempromosikan praktik pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Tindakan ini dilakukan dengan memastikan adanya laporan keuangan yang jelas dan terbuka, serta menghindari praktik korupsi seperti suap atau penggelapan dana. Ki Hadjar Dewantara juga memastikan adanya mekanisme pengawasan yang efektif untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi di organisasinya.

3. Kesetaraan dan Keadilan

Ki Hadjar Dewantara melihat pentingnya ketertiban sosial dan keadilan dalam mencegah korupsi. Ia berusaha untuk menciptakan lingkungan yang adil dan setara di antara anggota masyarakatnya. Dalam kepemimpinannya, ia memberikan perlakuan yang sama kepada semua orang tanpa membedakan ras, agama, atau status sosial. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya perilaku korupsi yang muncul dari perlakuan yang tidak adil atau penyalahgunaan kekuasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun