"Urip iku muk numpang ngombe nduk, ojo sombong dadi uwong. Ora usah isin ngomong matur suwun, yo cah ayu?" nasehat dari bapak yang tidak pernah aku lupakan sampai sekarang. Kalimat itu memiliki arti kurang lebih seperti ini, "Hidup hanya numpang minum, jangan sombong jadi manusia. Jangan malu untuk mengatakan terimakasih". Satu kata yang sangat sederhana tapi memiliki magis yang luar biasa, terimakasih.Â
Mengucapkan terima kasih di lingkungan rumahku yang notabenenya pedesaan adalah hal yang wajar dan telah menjadi keseharian. Namun saat aku telah jauh dari rumah dan memiliki kehidupan baru di kota, satu kata yang sering kuucapkan sebagai ekspresi diri itu terdengar aneh oleh seorang temanku.Â
Dia menganggap bahwa pelayan yang mengantarkan makanan ke meja kita adalah orang yang bertugas melakukan itu. Oleh karenanya tidak perlu mengucapkan apa pun, toh itu sudah menjadi pekerjaannya.Â
Awalnya aku kaget dengan sikap mereka yang acuh tapi lama kelamaan aku terbiasa dengan sikap tersebut. Meskipun begitu aku masih suka geram dengan sikapnya yang terkesan sombong itu.
Memang tidak mudah untuk membuat orang berubah walau hanya berubah dari tidak pernah mengucapkan menjadi terbiasa mengucapkan terimakasih kepada orang lain.Â
Aku pun butuh waktu yang lama untuk terbiasa mengucapkan terimakasih kepada orang lain dengan tulus. Tapi hal itu pasti bisa menjadi sesuatu yang mungkin karena dengan mengucapkan terimakasih tidak akan melukai orang lain atau pun diri sendiri dan juga tidak akan merugikan diri kita sendiri.Â
Dan setelah melihat sikap temanku yang tidak berubah juga, aku putuskan untuk bertanya pada orangnya langsung. Â
"Kak, kok aku tidak pernah dengar kamu bilang makasih ya?" tanyaku padanya saat kami sedang makan malam di tempat makan langganan. Aku tidak mendapatkan jawaban darinya. Tapi aku tidak menyerah untuk mendapatkan jawaban, kulanjutkan pertanyaanku dengan pertanyaan lain.
"Apa sih kak susahnya bilang 'makasih ya' ke orang yang udah bantu kita? Ya memang sih kalau pelayan gitu emang pekerjaannya melayani, tapi bukankah lebih baik kalau kita juga menghargai mereka. Makasih ya, bilang gitu aja mereka udah senang banget loh kak. Kakak juga pasti senang kan kalau dengar kata makasih dari orang yang kakak bantu. Hehe, aku juga kepo sih sebenarnya sama kakak yang bisa biasa aja tanpa bilang makasih sama siapa pun yang membantu kakak. Hehe" setelah mengucapkan itu aku hanya berharap kalau dia tidak tersinggung.
Responnya padaku hanyalah diam sambil menikmati makanannya. Dan aku menyerah mencari jawaban darinya. Lagipula itu adalah salah satu pilihan hidupnya dan aku terlalu ikut campur mungkin. Padahal itu hanyalah hal yang wajar dilakukan pun tergolong sepele. "Lain kali kalau aku bertemu dengannya aku harus minta maaf padanya", pikirku saat itu.
Setelah perbincangan itu, cukup lama aku tidak bertemu dengan dia. Aku hanya mendengar berita simpang siur dari mereka yang lebih sering bertemu dengannya. Mereka bilang kalau dia menjadi lebih ramah dan tidak sombong seperti sebelumnya.Â