Mohon tunggu...
Gideon Budiyanto
Gideon Budiyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Writer

Manusia pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Makna Teologis dari Budaya Mencuci Tangan

18 April 2020   21:32 Diperbarui: 19 April 2020   10:14 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mencuci tangan (Foto: Gideon Budiyanto)

Mencuci tangan adalah kegiatan yang sangat umum dilakukan di seluruh dunia. Sedari kecil kita sudah melakukan kegiatan ini. Bahkan mungkin tanpa sadar kita otomatis akan mencuci tangan kita setelah melakukan hal hal tertentu saking terbiasanya.

Namun, biasanya pula, kita mencuci tangan dengan asal-asalan. Yang penting terkena air dan tanpa sabun sudah kita anggap mencuci tangan dan terasa bersih meskipun saat itu kita baru habis melakukan kegiatan membuang sampah atau menyapu halaman rumah.

Kita mungkin tidak mengerti bagaimana cara mencuci tangan yang benar sehingga dengan asumsi kita sendiri kita menganggap bahwa cara mencuci tangan di atas sudah pasti benar.

Dan celakanya, kebenaran berdasarkan asumsi ini sering kali kita ajarkan ke anak atau keluarga kita.

Saat ini mungkin kita baru tahu cara mencuci tangan yang benar setelah begitu banyaknya nya hal itu diajarkan melalui sosial media atau pamflet dan brosur yang bertebaran dimana mana.

Dengan kaget kita akan berfikir bahwa selama ini cara mencuci tangan yang dilakukan, salah dong ya.

Namun, nasi sudah menjadi bubur. Yang penting setelah mengetahui kebenaran harus dilakukan. Yang lalu biarlah berlalu, sekarang gunakan cara yang baru yang sudah pasti benar.

Paralel dengan kurang mengertinya kita terhadap cara mencuci tangan, kita juga seringkali menganggap bahwa beribadah kepada Tuhan itu adalah harus ke gereja , diiringi dengan musik yang mengalun syahdu sampai ke jiwa, memakai baju bagus yang dilabeli oleh merk ternama serta mengikuti setiap kegiatan di gereja secara rajin dan tanpa cela.

Padahal semua itu hanya yang nampak di depan mata tanpa tahu keadaan yang sebenarnya dalam hati masing -- masing orang yang hadir di sana.

Ada yang mungkin rajin ke gereja hanya untuk tampak suci dan kudus agar dipuji oleh manusia padahal di rumahnya seringkali melakukan kekerasan dalam rumah tangga atau orang yang memakai baju bagus dan mewah di gereja supaya terlihat keren dan kaya raya sehingga disegani dan dihormati padahal hasil penipuan di sini dan di sana.

Sama seperti mencuci tangan secara asal, memang terlihat bersih di pandangan mata biasa tapi sesungguhnya virus dan bakteri masih merajalela jika dilihat dengan  mikroskop yang diperbesar berkali lipat dari kemampuan mata biasa.

Oleh sebab itu, jangan kita terpaku dengan hal lahiriah dan buru-buru mencapnya sebagai suatu kebenaran hanya berdasarkan apa yang terlihat di depan mata.

Kita harus belajar mengambil esensi atau hal utama dari yang namanya ibadah sehingga yang kita lakukan berkenan dan diterima oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Tuhan Yesus pernah berkata di dalam Matius 22 : 37-40 mengenai hukum yang terutama dalam Taurat yaitu " Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua yang sama dengan itu, ialah : Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri".

Dari sekian banyak peraturan dan tata cara ibadah dalam hukum Taurat ternyata esensi nya adalah kasih. Kasih kepada Tuhan dan kasih kepada manusia.

Demikian pula halnya dengan gereja Tuhan saat ini. Kita memang tidak lagi menjalankan hukum Taurat dengan sekian banyak tata cara peraturan ibadah yang njlimet tapi kita harus tetap beribadah kepada Tuhan dengan esensinya yaitu hukum terutama dan utama yang dijelaskan oleh Tuhan Yesus.

Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi kita berarti memberikan yang terbaik buat Tuhan dengan segenap keberadaan kita.

Masihkah kita bisa bernyanyi untuk Tuhan ketika gedung gereja tutup dan tidak ada alat musik lengkap yang mengiringi? Bisakah kita tetap mengucap syukur ketika setiap kegiatan gereja yang biasa kita lakukan tidak ada lagi? Dan mampukah kita tetap membaca Alkitab serta merenungkannya meski tidak ada Pendeta di mimbar gereja yang mengumandangkannya?  

Sesungguhnya kita harus bisa tetap bernyanyi untuk Tuhan, membaca Firman Tuhan, menyembah Tuhan dimana pun keberadaan kita saat ini karena sesungguhnya inilah praktek mengasihi Tuhan dengan segenap keberadaan kita.

Entah kita berada di rumah sakit sebagai dokter, perawat dan petugas yang mungkin sudah berminggu minggu tidak dapat kembali ke rumah, atau kita yang sedang dirawat di rumah sakit serta diisolasi sampai kita yang saat ini hanya berhari hari hanya berdiam diri di rumah.

Semua bisa beribadah kepada Tuhan sama seperti ketika di gereja karena Tuhan tidak berdiam di gereja tapi Dia ada dalam hati kita dan dalam segenap keberadaan kita.

Mengasihi manusia sama seperti kita mengasihi diri sendiri berarti kita memperlakukan sesama kita sama seperti kita mau diperlakukan.

Ketika kita sakit, susah, menderita dan butuh pertolongan pasti kita berkeinginan orang lain mengerti dan menolong kita, lakukanlah hal itu juga kepada sesama kita.

Begitu juga ketika kita merasa sendirian, diasingkan, dibully, diperlakukan tidak adil, dilecehkan dan perlakuan buruk lainnya, pasti kita mau orang di sekeliling kita menemani kita, membela kita, memperlakukan kita dengan adil, menerima kita dan lain sebagainya, lakukanlah itu juga kepada sesama kita.

Saat ini, ketika gedung gereja tutup dan kita tidak bisa beribadah di dalamnya, ini kesempatan kita untuk mempraktekkan esensi ibadah kita kepada Tuhan dengan cara mengasihi Dia dan mengasihi manusia, satu hal yang mungkin telah lama kita lupakan karena terlalu sibuknya kita dengan kegiatan bergereja.

Sehingga nanti, ketika gedung gereja kembali dibuka, kita sudah terbiasa beribadah dengan kasih dan bukan hanya dengan liturgi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun