Mohon tunggu...
Gideon Budiyanto
Gideon Budiyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Writer

Manusia pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Makna Teologis dari Budaya Mencuci Tangan

18 April 2020   21:32 Diperbarui: 19 April 2020   10:14 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mencuci tangan (Foto: Gideon Budiyanto)

Sama seperti mencuci tangan secara asal, memang terlihat bersih di pandangan mata biasa tapi sesungguhnya virus dan bakteri masih merajalela jika dilihat dengan  mikroskop yang diperbesar berkali lipat dari kemampuan mata biasa.

Oleh sebab itu, jangan kita terpaku dengan hal lahiriah dan buru-buru mencapnya sebagai suatu kebenaran hanya berdasarkan apa yang terlihat di depan mata.

Kita harus belajar mengambil esensi atau hal utama dari yang namanya ibadah sehingga yang kita lakukan berkenan dan diterima oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Tuhan Yesus pernah berkata di dalam Matius 22 : 37-40 mengenai hukum yang terutama dalam Taurat yaitu " Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua yang sama dengan itu, ialah : Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri".

Dari sekian banyak peraturan dan tata cara ibadah dalam hukum Taurat ternyata esensi nya adalah kasih. Kasih kepada Tuhan dan kasih kepada manusia.

Demikian pula halnya dengan gereja Tuhan saat ini. Kita memang tidak lagi menjalankan hukum Taurat dengan sekian banyak tata cara peraturan ibadah yang njlimet tapi kita harus tetap beribadah kepada Tuhan dengan esensinya yaitu hukum terutama dan utama yang dijelaskan oleh Tuhan Yesus.

Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi kita berarti memberikan yang terbaik buat Tuhan dengan segenap keberadaan kita.

Masihkah kita bisa bernyanyi untuk Tuhan ketika gedung gereja tutup dan tidak ada alat musik lengkap yang mengiringi? Bisakah kita tetap mengucap syukur ketika setiap kegiatan gereja yang biasa kita lakukan tidak ada lagi? Dan mampukah kita tetap membaca Alkitab serta merenungkannya meski tidak ada Pendeta di mimbar gereja yang mengumandangkannya?  

Sesungguhnya kita harus bisa tetap bernyanyi untuk Tuhan, membaca Firman Tuhan, menyembah Tuhan dimana pun keberadaan kita saat ini karena sesungguhnya inilah praktek mengasihi Tuhan dengan segenap keberadaan kita.

Entah kita berada di rumah sakit sebagai dokter, perawat dan petugas yang mungkin sudah berminggu minggu tidak dapat kembali ke rumah, atau kita yang sedang dirawat di rumah sakit serta diisolasi sampai kita yang saat ini hanya berhari hari hanya berdiam diri di rumah.

Semua bisa beribadah kepada Tuhan sama seperti ketika di gereja karena Tuhan tidak berdiam di gereja tapi Dia ada dalam hati kita dan dalam segenap keberadaan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun