Berdasarkan dua contoh kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa label "ekowisata" tidak dapat menjamin apakah suatu destinasi dapat terlepas dari berbagai masalah. Justru, dengan adanya label tersebut, semakin besar tanggungan dan ekspektasi yang harus dipenuhi oleh suatu destinasi.
Masalah illegal logging yang terjadi di Taman Nasional Alas Purwo dan konstruksi fasilitas pariwisata di kawasan Ekowisata Riam Pangar yang dikhawatirkan dapat mengurangi area hijau merupakan salah satu bentuk implementasi prinsip ekowisata yang kurang tepat, yaitu konservasi terhadap kawasan lindung dan alami.Â
Permasalahan terkait status pajak bagi perusahaan jasa pariwisata di Taman Nasional Alas Purwo yang belum terselesaikan dan inflasi serta jurang kesenjangan ekonomi yang terjadi di kawasan Ekowisata Riam Pangar juga merupakan salah satu wujud kegagalan dari pengimplementasian prinsip ekowisata, yaitu mengarahkan masyarakat lokal pada manfaat ekonomi dan manfaat lainnya. Sudah seharusnya sumber daya manusia lokal juga turut dikembangkan dan dilibatkan dalam pengembangan suatu destinasi ekowisata agar masyarakat lokal juga turut merasakan manfaatnya.Â
Apabila mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2009 tentang pengembaangan kawasan ekowisata, sudah sepatutnya pelaku usaha ekowisata didorong dan diberikan dukungan untuk berkembang agar mampu menjadi sumber penggerak perekonomian di wilayah setempat dan memberikan manfaat pula bagi masyarakat lokal.
Mengingat bahwa ekowisata merupakan salah satu jenis pariwisata yang berorientasi pada konservasi alam, budaya, peningkatan pengetahuan, pendidikan, serta perekonomian masyarakat lokal, rasanya Indonesia merupakan negara yang tepat untuk mengembangkannya.Â
Indonesia tidak hanya memiliki sumber daya alam yang indah, tetapi juga potensi sumber daya manusia yang melimpah dan kebudayaan yang beragam. Isu-isu seperti yang telah dibahas di atas diharapkan dapat menjadi pembelajaran untuk ke depannya.Â
Di masa mendatang, ada baiknya apabila pengembangan ekowisata di Indonesia bukan hanya digencarkan melalui pemasaran dan kunjungan wisatawannya saja, melainkan juga melalui pembuatan standar-standar yang harus dipenuhi dan pengawasan terkait implementasi dari prinsip-prinsip yang sudah ada. Pengembangan pariwisata boleh saja dilakukan, namun juga harus mengingat pentingnya konservasi dan manfaat bagi masyarakat lokal.Â
Semua pihak, baik pemerintah, pengelola destinasi, masyarakat lokal, maupun akademisi sama pentingnya dan harus bersinergi serta bekerja sama untuk membangun ekowisata yang lebih baik di Indonesia.Â
Apabila implementasi dari prinsip-prinsip ekowisata dilaksanakan dengan baik dan seluruh pihak bersedia untuk sepakat dan berkomitmen dalam pengembangannya, maka tidak heran jika di masa mendatang ekowisata di Indonesia akan semakin maju dan disenangi banyak orang. Pasti menyenangkan, bukan?
Referensi:
David Fennell. (2008). Ecotourism (3rd ed.). New York: Routledge Taylor & Francis Group.