"Iya pak. Hehe," tanggapku. Ia langsung duduk di salah satu sandaran.
Langsung basa-basi sesuai kondisi. Tanya dan balik tanya: siapa sakit, sakit apa, asal dll, serta curhat kengerian ruang tunggu (tak mungkin lupa). Katanya ia mengantar istrinya USG. Saya yang belum beristri mengangguk saja.
..... Entah apa yang sudah kami ceritakan. Lalu ia bercerita prihal kecemburuan orang miskin terhadap orang kaya. Menyangkut pelayanan rumah sakit.
"Begitulah orang kampung (baca: miskin). Kita dapat fasilitas kelas tiga dibilang pemerintah tidak adil," katanya. Spontan saya kaget. Menduga kalau bapak itu nyindir saya dan "bangsa" saya.
"Begitu ya pak?" Saya mulai tertarik.
"Iya. Seperti saat istri saya melahirkan. Anak ketiga. Kebetulan ada teman istri ketemu di sini. Eh, dianya ngoceh (saat menjenguk), 'begini kalau pegawai sakit, satu kamar satu, dilayani lebih baik, titik titik titik. Banyak sekali yang dibahas. Padahal dia gak tau, kalau gaji kita dipotong tiap bulan."
"Oh. Bapak ikut BPJS?"
"Iya. Kan wajar kita dapat lebih baik. Yang bayar uang kita. Mereka kan gratis. Kamu tau kenapa gratis?"
"Kenapa pak?"
"Itu ditalangi uang BPJS kita yang belum terpakai, dan dari pajak yang kita bayar."
Saya mengangguk dan mengira mungkin begitu adanya.