Mohon tunggu...
NewK Oewien
NewK Oewien Mohon Tunggu... Petani - Sapa-sapa Maya

email : anakgayo91@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ibu Gagal Istirahat

27 April 2017   00:04 Diperbarui: 27 April 2017   09:00 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awalnya ia hanya seorang guru TK. Waktu ngajarnya tak lebih dari jam sebelas siang. Walau pun begitu, ia tidak bisa langsung pulang. Karena sebagian anak-anak TK baru dijemput jam dua belas siang. Maklumlah, sebagian orang tua muridnya menjadikan Taman Kanak Kanak sebagai tempat penitipan anak selagi jam kerja—sambil menyelam minum air.

Dua bulan yang lalu, Maimunah juga dapat kerja tambahan. Mengajar di kursus Komputer. Masuk jam satu siang, setelah Dzuhur. Perjalanan naik motor dari Kota Kabupaten—tempat kerja—ke Kampungnya sekitar lima belas menit. Bolak-balik setengah jam. Jika ia pulang dulu, hanya setengah jam waktu luang—di situ Salat dan mungkin telah berkeringat di jalan, ya harus mandi, terus dandan, makan siang; setengah jam pun hangus, tidak sempat istirahat apalagi ngusrusi rumah, lain lagi risiko di jalan—apa? Begitu pikirnya sebelum ia memilih tidak pulang.

Kursus Komputer di Kabupaten masih sedikit. Bahkan belum habis sebelah tangan pun jika dihitung dengan jari. Sebab itu, ia dapat jam terbang tinggi. Start jam satu, kelarnya jam lima sore. Oleh sebab itu, ia juga tidak kebagian urusan masak-memasak di sore harinya.

Alasannya tak lain karena kebiasaan keluarga Pak Mamad hanya ada makan sore atau petang, bukan makan malam. Adik-adik Wanto yang masih kecil-kecil tidak terima waktu makan itu berubah, bahkan hanya tiga puluh menit—Jam enam.

Siapa yang gantikan Maimunah masak? Siapa lagi kalau bukan Ibu Mamad. Soalnya, meski Wanto enam bersaudara, tidak ada berjenis kelamin yang lumrah menghiasi dapur. Maka dari itu Ibu Mamad gagal total istirahat. Urusan masak di pagi hari sungguh Maimunah tidak sempat selain hanya mencolokkan Rice Cooker,Ia dan Wanto saja sarapan di Kota, siang ia tidak pulang, sorenya juga tidak keburu. Kecuali hari libur, Ibu Mamad bisa merenggangkan otot. Tapi, ya hati sudah tak kusut duluan, meski rendang masakan Mantu, tetap saja lidah kurang terima.

Ibu Mamad lah yang dulunya memaksa Wanto segera melakukan Sunnah Rasul, selain karena sudah umurnya, juga ia ingin pensiun. Jadi wajar dalam dada terasa terbakar. Apalagi warga Kampung Suka Maju tidak mau memecahkan rekor sebagai tetangga yang tidak mencampuri urusan tetangga. Bisik-bisik tetangga semakin hari semakin menyulut bara. Adakah ibuk-ibuk tetangga tidak menjadi kompor bagi urusan tetangganya? Jarang, kampung soalnya.

Awalnya Wanto sedikit protes dengan Job time istrinya. Karena sama dengan jam kerjanya yang sebagai karyawan di Perusahaan Swasta penderesan getah Pinus.

“Gak kecapean nanti? Mending ngajar aja.”

“Gak lah Bang. Kerjanya santai aja. Beda kalau nyangkol di sawah. Hihi.”

“Bukan gitu...”

“Itu kan ngajar juga Bang,” Potong istrinya, seolah ia tau Wanto ingin protes.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun