“Empat puluh tujuh.” Agak kesulitan pak ciknya menjawab.
Ia kembali mengeluarkan kertas. Lalu mencatat. Persis petugas sesus BPS. 407 dan 47 angka yang dicatat.
“Pak cik lahir, tanggal berapa? Dan bulan apa?” Ia lanjut bertanya.
“To, gak biasa dirayain ulang tahun. Gak usah bikin kejutan.”
“Bukan itu Pak cik. Tenang aja. Nanti kalau berhasil pak cik saya bagi.”
Melihat keseriusannya, pak ciknya beritahu tanggal dan bulan lahir yang diminta. Wanto sibuk mencatat beberapa angka. Sepupunya yang dari tadi diam, menyimpan perasaan kesal. Sepupunya tau apa yang dilakukannya. Ia menyesal mengajak singgah. Karena bapaknya sakit tidak dihiraukan Wanto. Malah menyusahkan dengan nanya-nanya gak jelas.
***
Di kampung-kampung—di daerah—permainan atau hiburan anak muda bersifat musiman. Saat ini di kampung wanto sedang musim main Bola Voly. Tak ayal lagi lapangan voly ramai sekali. Banyak dari kampung-kampung lain pemuda bertandang. Main voly.
Semua pemuda ikut bergabung. Setidaknya kalau tidak hobi bermain, ya menyaksikan. Yang hobi, setelah matahari memberi penerangan langsung meluncur ke lapangan—tak ada lagi urusan lain, kerjaan juga ditinggal, sebagian. Meski begitu karena lapangan dekat Masjid, pada saat Adzan keriuhan diheningkan sejenak. Tapi setelahnya langsung Smash, walau orang tua sedang Salat dalam Masjid. Kurang ajar, ya?
Wanto tidak hobi main. Sore itu sebagai pelipur lara ia ikut bermain. Hatinya masih digaruk-garuk rasa penasaran. Ia habis-habisan memasang angka yang ia dapat kemarin lalu. Dengan bermain ia berharap bisa menepis gundah. Karena lawan tanding tidak ahli juga, permainan tak lebih dari melepas canda saja.
“Nomor sudah keluar To.” Seorang teman seperjuangannya memberi kabar dari luar lapangan.