Mohon tunggu...
NewK Oewien
NewK Oewien Mohon Tunggu... Petani - Sapa-sapa Maya

email : anakgayo91@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hanya Sebatas Ikrar Hampa

3 April 2017   16:49 Diperbarui: 4 April 2017   15:31 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku lega. Hatiku yang awalnya ditusuk jarum-jarum berkarat, pori paru-paru yang tersumbat rapat hingga sulit mengambil keputusan yang tepat. Seketika tersulap. Seolah malaikat datang membawa mukjizat, membelah dadaku, mencabut jarum-jarum yang tertancap di hati dan mengobatinya, serta menyedot sumpalan di paru-paru yang menyesakkan hingga aku bernapas lancar.

Sebenarnya, walau ia mendesak aku tak mau melakukan sesuatu tanpa perhitungan. Meski aku juga yakin asal berusaha rezeki bisa jadi datang tak terduga. Namun, aku sungguh tak tega melihatnya, saat-saat menemaniku ia tanpa alas kaki, pakaian yang kumel tak terganti, terlebih cacing-cacing di perutnya berdendang pilu. Itu akan sangat mengusik jiwa lelakiku yang selama ini sangat kubanggakan. Maka, andai tidak ada titik terang, aku berniat menyerah—walau tetap mendangkalkan sifat kelelakian. Tak apa.

Aku pun berjanji padanya, agar lebih tegar menunggu. Tepat saat senja merengkuh hari. Pada waktu semburat kekuningan menunjukkan kepongahan akan kuasa. Menghias bentangan cakrawala dengan daya pikat menawan. Di situ aku akan datang membawa seberkas kemampuan tak terkira untuk menggandeng tangannya. Dan semua mata terbelalak menatap. Kami pun nantinya akan tenggelam dalam kehangatan malam-malam yang penuh cumbuan manja dan hari-hari yang penuh rayuan cinta. Hingga Sang Maha mengambil aku dan dia dari dunia.

Begitu janjiku. Ia tersenyum, menyandarkan kepala pada bahuku.

Ikrar yang sebenarnya telah berkali-kali kuungkapkan. Entah ia percaya atau tidak. Aku pun meragukan penantiannya. Sebab, beberapa waktu lalu sahabat bunga menghujamkan pesan runcing padaku. Yang sewaktu-waktu dapat mencabik-cabik ruang harapku. Kumbang mapan dan menawan bertandang, hendak hinggap pada bunga yang kurawat—Isi pesan itu.

Gayo Lues, 2017

Baca juga:

===►Dongeng: Suami Baru Ina

===â–ºPantun/Puisi :Anak Desa Sekarang

===â–ºCerpen:Bayangan di Kursi Kosong

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun