"Atau orang sini juga."
"Gak mungkin orang sini. Rambutnya panjang, pirang lagi."
Kami masih belum tanggap. Orang yang dia bilang tidak ada. Baru setelah ada lintasan seseorang terlihat, yang kemudian terhalang lagi dengan tanaman-tanaman di depan rumah itu, baru kami percaya, tapi belum curiga.
Kemudian ia menceritakan tentang isu penculikan anak tadi. Dia juga bilang udah ada yang tertangkap. Dia semakin gelisah. Mungkin melihat kami masih diam saja, ia bersuara membuat kami tanggap.
"Aku hanya gak bisa bayangin kalau anakku yang jadi korban." Katanya.
Saya masih belum terlalu curiga, barangkali karena saya belum menikah apalagi punya anak. Eh, gak juga lah. Hehe.
Tapi semua sudah curiga. Saya hanya sedikit curiga kalau orang itu memang mau berniat jahat, paling mau maling apa gitu. Karena kejahatan itu bukan isu lagi, kejadiannya sudah rame.
Salah satu teman memberi usul langsung serbu saja. Teman yang membawa kabar mencengah, nanti orang itu curiga katanya, ia pamit ambil alat dulu ke rumahnya. Bersiap-siap ceritanya. Lumayan jauh rumahnya, empat rarusan meter.
 Ia datang membawa pedang dan sangkur. Juga dia bawa seorang warga, yang lain sudah tidur katanya.
Anehnya, sebelumnya kami gak kepikiran untuk menelpon pemilik rumah. Setelah ditelpon, ternyata orang itu saudara pemilik rumah permanen itu yang terpaksa nunggu diluar karena suaminya lagi yasinan ke rumah warga lain, rumah dikunci dari luar. Oallah, hampir saja.
Kebanyakan masyarakat di daerah penulis memang telah siaga satu menghadapi isu penculikan anak yang berkembang. Contohnya seperti teman yang membawa kabar tadi.
Pada malam (24/03/2017), kejadian yang menegangkan kembali terjadi. Kejadian ini di kampung tetangga sebelah timur, Anak Reje. Ada seseorang yang mecurigakan ditangkap warga. Jika ditanya ini itu jawabannya ngambang, persis orang gila. Ditanya asalnya dia bilang dari Solo. Ditanya pakai apa kesini jawabnya tidak jelas, malah ngomong lain. Sudah banyak orang yang geram. Ingin menggebuk.