Mohon tunggu...
NewK Oewien
NewK Oewien Mohon Tunggu... Petani - Sapa-sapa Maya

email : anakgayo91@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Belajar Membatik

18 Maret 2017   19:53 Diperbarui: 20 Maret 2017   00:00 2097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: http://berbah.com/batik-tulis-sidji-batik/

Hari-hari pertamanya ia jalani tidak terlalu berat dan membosankan. Penghuni rumah bersekat-sekat yang ia diami itu menyambut ceria. Tak salah rumah itu bernama Kosan Ceria.

Selain itu Bibinya dan sesuai janji akan menjadi makelar tidak ingkar. Ia pun mendapat apa yang dia inginkan. Ia merasa nyaman di rumah batik yang digawangi Bibinya. Karena menurutnya membatik akan dihadapkan dengan seni, dan tentu didalamnya akan tersimpan keindahan yang sesuai impiannya—bercengkrama dengan keindahan baru. Ia mendapati jalan menuju itu.

Dengan modal pelajaran membatik seadanya ia memulai merajut impian. Kain tenun berwarna putih ia pandang dan mencoba menerawang keindahan yang akan tercipta. Lama ia memegang kain katun lembut itu. Tiba-tiba ia hempaskan sekenanya. Bibinya yang menjadi mentor melihat kelakuannya penuh heran.

“Kenapa Mira?” Bibinya bertanya.

Ia diam saja dan kembali memungut kain tak bersalah yang ia lempar.

Kembali ia terpaku menerawang kain halus itu. Sedangkan malam batik telah bergolak dalam Wajan. Seolah memberi isayarat agar ia menyelupkan Canting ke dalamnya, kemudian melukiskannya diatas kain putih yang ia pegang. Tapi ia malah terdiam.

Sambil mengekecilkan api Kompor, Bibinya mendekat dan membantu menuntun agar menemukan keindahan yang akan dipola. Ia berusaha menggantikan kelembutan dalam seberkas sekarat yang ia bawa dengan kelembutan kain itu. Dengan usaha berat ia mendapat sedikit kelembutan dari kain tanpa kanji itu. Ia mulai tersenyum dan menggoreskan malam batik diatas kain yang diharap menjadi indah itu.

Ia terlihat menikmati. Meski ia pembatik yang baru dalam tahap belajar, ia memegang Canting layaknya seorang profesional. Tidak kaku. Dan goresan-goresan malam batik itu luar biasa. Garis lengkung dan cekung begitu memukau. Bentuk-bentuk simetris mulai terbentuk. Bibinya tersenyum dan meninggalkannya sedang khidmat.

Tak lama ia meletakkan Canting ke dalam Wajan yang duduk bersahaja diatas Kompor. Api Kompor dipadamkan. Ia menatap takjub pola batikannya. Keindahan memang tertera di kain itu walau belum diberi warna. Dari kejauhan mentornya memandang, melihat didikannya tersenyum ia pun ikut tersenyum.

Tiba-tiba raut muka Mira berubah drastis. Arus mukanya seketika merubah diri dari optimis jadi pesimis. Ia bangkit seperti kaget. Menembakkan mata kejam pada batikannya. Dingklik yang ia duduki pun ketakutan. Kain Mori yang telah dibatik ditarik kasar dari Gawangan. Dengan perasaan tanpa kasihan ia menyiramkan malam yang masih cair pada batikannya. Semburan malam itu menghanguskan gambar-gambar keindahan dari batikan.

Rupanya keindahan garis dan bentuk-bentuk gambar yang ia batik, belum mampu menyaingi keindahan garis dan bentuk-bentuk yang ia bawa dalam seberkas perasaan sekarat akan keindahan. Kadar keindahan batikannya terpukul telak. Ia tak bisa mengelak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun