Pagi ini, tepat pukul 05.00 pagi. Ketika ia bermimpi melayang di angkasa raya. Bulan terlihat bundar dengan warna keemasannya, seakan tersenyum menyapa dirinya. Beribu Bintang kerlap – kerlip bertaburan, seakan menyematinya untuk melayang lebih jauh. Lebih jauh dan lebih jauh lagi sampai ujung angkasa yang entah. Ia merasa seakan diatas gelanggan tarung. Bertarung untuk menjelajah angkasa. Kerlap - kerlip bintang yang mengelilinginya adalah pemandu sorak yang menyemangati. Bintang bersorak ria bergembira dan menyanyikan yel – yel dengan merdu.
“Ayo.. ayo.....semangat, semangat.......maju... majuuu........”, Bintang menyemangati.
Bulan yang bersinar indah adalah primadona baginya. Bulan tersenyum sambil melambai padanya. Sekan memberikan isyarat baginya. ‘terbanglah sampai mengelilingi angkasa raya. Jelajah seluruh angkasa. Taklukkan galaxy. Setelah kembali aku menjadi milikmu’. Tuinggg tuinggg.
Adrenalinnya terpacu kencang, mendidih, menguap cepat. Laju terbangnya berubah dari kecepatan motor butut menjadi kecepatan cahaya yang luarbiasa. Dia semangat melaju, tegap dan gagah. Dia tidak ingin mengecewakan pemandu soraknya. Dia tidak ingin mengecewakan primadonanya, apalagi tidak jadi miliknya. Dia tidak ingin primadonanya, diambil oleh petarung mimpi yang lain. Sangat mengecewakan. Yang dia ingin segera menyelesaikan petualangannya dan kembali memeluk bulan. Melaju lebih cepat lagi. Lagi dan lagi. Tersenyum ke kanan dan ke kiri. Tersenyum dan menyapa penghuni angkasa raya yang lain, pelanet – pelanet, komet, meteor dll. Lagi asyik melaju, menebar senyum dan menyapa, tiba – tiba dia mendengar suara yang memanggil namanya.....
“Abasss. Abasss... sudah lewat jam lima”
Dia tidak menghiraukan. Dia masih melaju dengan kecepatan cahayanya. Menjelajah setiap sudaut angkasa. Berharap dengan cepat bisa menjelajah angkasa dan kembali memeluk.......
“Abassss. Abasss... bangun, bangun”. suara yang nyaring terdengar dan pudaknya terasa nyeri, seperti habis dikeplok.
“Apa sih? Ganggu aja. Saya masih ingin terbang dan memeluk....”. dia terkaget sadar.
“terbang apa? Memeluk apa?”. Sergah ibunya.
“Hah...”Kaget.. “#$%%#&^%$%#&$%%&^&%%......”dalam hatinya.
“Mau dikeplok lagi? Hah? Mimpi aja. Sudah lewat jam lima. Cepat bangun. mandi dan sholat. Gak kayak biasanya kamu”bentak ibunya.
“Ia Emak”. Jawabnya cepat dan bergegas bangun.
Ibunya masih berdiri tegak mengawasinya, kalau – kalau dia tidur lagi. Dan ibunya masih bingung. Abas tidak biasanya seperti ini. Biasanya bangun pukul 04.30 dan tidak jarang pula bangun lebih awal. Mengulang kaji pelajaran yang kemaren dan mempersiapkan pelajaran yang akan dipelajari hari itu. Hari itu memang beda dari biasanya. Sangat tidak biasa. Oleh ibunya dibangunkan berkali – kali, tidak bangun – bangun. Ingin terbang, ingin meemeluk.
“Terbang apa? Memeluk apa?” Ibunya bingun dan bertanya dalam hati sambil mengawasinya.
“Udah Mak. Abas uadah bangun. ngapain Mak masih disini?” sambil melipat kain dan beres – beres tempat tidur.
“benar ni udah gak mimpi?
“Ahhhh Mak. Udahlah. Ini udah mau mandi”. Meyakinkan Ibunya.
Ibunya berlalu keluar kamar Abas dan masih bertanya – tanya. Apa yang terjadi pada anaknya? Bingung.
Pagi itu begitu cerah. Mentari yang sudah mulai muncul dari ufuk timur. Mengintip pelan dan pasti menyemburkan Aurora yang cerah dan menawan. Indah sekali. Mentari seakan menyapa pada penduduk Bumi dan berkata tegas : “Akulah yang paling bermanfaat pada kamu semua, hai peduduk bumi”. Begitulah kira – kira. Memang betul adanya, tanpa matahari yang dianugerahkan-Nya. Apakah penduduk Bumi bisa melakukan aktivitas kehidupan? Yang katanya dinamikanya ‘seabrek’ itu. Sungguh Engkau Ya Rahman dan Ya Rahim. Tanpa matahari. Apakah petani Kampungku bisa pergi ke kebun? Apakah tetangga sebelah bisa mencari rumput untuk ternaknya? Apakah anggota dewan terhormat bisa pergi ke kantornya yang ‘berwibawa’? apakah Bapak Presiden bisa melaksanakan tugasnya membangun negeri, yang memiliki slogan’kerja, kerja, kerja’? dan apakah lainnya. Saya yakin tidak. Sekali lagi, sungguh Engkau Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
“Abas sarapan sudah siap”. Teriak ibunya. Walau tidak perlu berteriak juga kedengaran dirumah panggung mereka yang kecil. Berlebihan ibunya.
“Ia Mak”.Jawabnya.
Abas keluar kamar, yang sudah memakai seragam abu – abu dengan rapi. Kecuali sepatu. Lipatan baju dan celananya lancip, yang dibantu dengan Setrikaan jaman kuno (masih pakai arang). Sisiran rambutnya lengket, mirip presiden Jokowi. Di ruangan kecil ‘serbaguna’ sudah dihidangkan sarapan seadanya oleh Ibunya. Serbaguna maksudnya ruangan itu multifungsi, ruangan makan itu, ruangan ngumpul itu, ruangan tamu itu dan kalau ada tamu dari jauh, harus rela ruangan itu untuk tempat tidur mereka. Pokonya multifungsi. Efesien kan? Ngeless aja. Hehehe. Kedua adiknya (sebut saja Dodol dan Dadal) sudah lebih dulu siap melahap sarapan ‘istimewa’ mereka. Dan menu biasanya juga begitu.
“Sarapan pakai apa Mak?”tanya Abas.
“Biasa Nasi sama Sambal Terasi”. Jawab Ibunya.
Abas kaget dengan jawaban ‘ketus’ ibuya. Dodol dan Dadal tersenyum, sambil dengan ‘khusuk’ menikmati menu mereka. Abas ikut tersenyum, ngapain juga dia bertanya yang sudah pasti tau jawabannya 'nasi dan sambal terasi'. Abas selera makannya tiba – tiba surut, ingin tidak sarapan.
“Sarapanlah. walau hanya sesuap nasi, agar tidak sakit”. Ibunya menasehati.
“baiklah Mak”. Tanpa napsu mengambil piring. Abas memang selalu patuh pada nasehat kedua orang tuanya.
“bulatin aja sebagian nasinya bang”. Saran Dodol, dengan semangat melahap sarapannya.
“maksudnya?” tanya Abas.
“Anggap aja itu telur Asin, biar makannya napsu”. Jawab Dodol sambil menunjukkan piringnya, yang ada 2 buah bulatan nasi berbentuk lonjong.
“ku jitak nanti kepala loe”. Abas dengan kesal menjawab.
Melihat Abas kesal kedua adiknya tertawa lepas terbahak – bahak. Dadal yang sedang mengunyah nasi, langsung menyemburkan isi mulutnya (nasi setengah kunyah) yang hampir mengenai Abas. Kontan Abas kaget dan lompat dari tempat duduknya dan berkata:
“Kampret, segitunya loe”.
Melihat Abas kaget dan lompat, kedua adiknya kembali tertawa terpingkal – pingkal dan merasa puas bisa ngerjain Abas. Karena ‘keselek’ Dadal langsung minum. Belum sempat ditelan “buruuttt”, kembali air nyembur dari mulutnya. Dodol yang menjadi perancang semua itu, merasa puas. Karena Abas sering menyarankan Dodol, agar membanyangkan ada Ayam Goreng jika tidak napsu makan. Kedua adiknya masih tertawa seru. Abas Kesal. Ibunya yang mendengar ‘riuh’, langsung buru – buru dari dapur menenangkan keriuhan.
”Diam. Diam. Diam,,,apa ini ribut – ribut??
“si Dodol ni Mak, Ngelawak aja” jawab Abas.
“Emak juga tertawa,,,, kalau Emak disini, hahahahhaaha” timpal Dadal sambil ketawa. Ketawa kedua adiknya masih berlanjut.
“Sudah jangan ribut lagi, itu bapakmu lagi sakit”.
Semua senyap. Kalau urusannya sudah dikaitkan dengan bapaknya, pasti pada takut. Bapaknya yang lagi “asma” berbaring dikamar. Mendengar cerita anaknya, bapaknya hanya bisa tersenyum – senyum sambil merasa sakit. Jika tidak sakit mungkin ikut ketawa juga. Habisnya lucu baginya.
Pagi hari yang begitu indah. cerah, tidak ada awan. langit bersih dan biru. Abas dan kedua adiknya pamit pada kedua orang tuanya untuk berangkat ke sekolah. Abas yang jarak sekolahnya jauh harus rela berjalan kaki, sendirian. Memang ada beberapa teman Abas dari kampungnya, tetapi mereka berangkat sekolah pakai motor. Kondisi ekonomi yang krisis bagi keluarga Abas, membuatnya harus rela berjalan kaki dan demi angan dan cita – cita yang dimilki.
Dia selalu bertanya kepada sebagian jiwanya yang condong menjerumuskan, “apa karena saya miskin tidak bisa sekolah? Tidak bisa berprestasi? Hah?”. Dengan pelan jiwanya yang menjerumuskan langsung enyah entah kemana. Dan terbukti prestasinya baik dan sering mendapat juara umum disekolahnya. Bukan hanya dia, kedua adiknya juga mempunyai prestasi yang baik. Dan mereka membuktikan “prestasi anak tidak bergantung pada status sosial”. Bukankah banyak anak – anak yang mempunyai materi yang berlebih tidak memiliki prestasi apa – apa? Seperti teman – temannya dikampung, semua pakai motor ke sekolah dan terbukti prestasinya tidak bisa menyaingi Abas. Jadi, jika ada yang senasib dengan Abas “berusaha aja, santai aja, keep on moving aja”. Meski status sosial keluarganya ‘Jeblok” (1) Abas dan adik – adiknya selalu berusaha dan berusaha. (2) Abas dan adik – adiknya selalu bercanda ria. (3) Abas dan adik adiknya selalu bersemangat. Abas tetap semangat dengan mimpinya “terbang mengelilingi Angkasa raya, menggapai Bintang dan memeluk Bulan”.
Sekian
Gayo Lues, 2016
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI