“Ia Emak”. Jawabnya cepat dan bergegas bangun.
Ibunya masih berdiri tegak mengawasinya, kalau – kalau dia tidur lagi. Dan ibunya masih bingung. Abas tidak biasanya seperti ini. Biasanya bangun pukul 04.30 dan tidak jarang pula bangun lebih awal. Mengulang kaji pelajaran yang kemaren dan mempersiapkan pelajaran yang akan dipelajari hari itu. Hari itu memang beda dari biasanya. Sangat tidak biasa. Oleh ibunya dibangunkan berkali – kali, tidak bangun – bangun. Ingin terbang, ingin meemeluk.
“Terbang apa? Memeluk apa?” Ibunya bingun dan bertanya dalam hati sambil mengawasinya.
“Udah Mak. Abas uadah bangun. ngapain Mak masih disini?” sambil melipat kain dan beres – beres tempat tidur.
“benar ni udah gak mimpi?
“Ahhhh Mak. Udahlah. Ini udah mau mandi”. Meyakinkan Ibunya.
Ibunya berlalu keluar kamar Abas dan masih bertanya – tanya. Apa yang terjadi pada anaknya? Bingung.
Pagi itu begitu cerah. Mentari yang sudah mulai muncul dari ufuk timur. Mengintip pelan dan pasti menyemburkan Aurora yang cerah dan menawan. Indah sekali. Mentari seakan menyapa pada penduduk Bumi dan berkata tegas : “Akulah yang paling bermanfaat pada kamu semua, hai peduduk bumi”. Begitulah kira – kira. Memang betul adanya, tanpa matahari yang dianugerahkan-Nya. Apakah penduduk Bumi bisa melakukan aktivitas kehidupan? Yang katanya dinamikanya ‘seabrek’ itu. Sungguh Engkau Ya Rahman dan Ya Rahim. Tanpa matahari. Apakah petani Kampungku bisa pergi ke kebun? Apakah tetangga sebelah bisa mencari rumput untuk ternaknya? Apakah anggota dewan terhormat bisa pergi ke kantornya yang ‘berwibawa’? apakah Bapak Presiden bisa melaksanakan tugasnya membangun negeri, yang memiliki slogan’kerja, kerja, kerja’? dan apakah lainnya. Saya yakin tidak. Sekali lagi, sungguh Engkau Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
“Abas sarapan sudah siap”. Teriak ibunya. Walau tidak perlu berteriak juga kedengaran dirumah panggung mereka yang kecil. Berlebihan ibunya.
“Ia Mak”.Jawabnya.
Abas keluar kamar, yang sudah memakai seragam abu – abu dengan rapi. Kecuali sepatu. Lipatan baju dan celananya lancip, yang dibantu dengan Setrikaan jaman kuno (masih pakai arang). Sisiran rambutnya lengket, mirip presiden Jokowi. Di ruangan kecil ‘serbaguna’ sudah dihidangkan sarapan seadanya oleh Ibunya. Serbaguna maksudnya ruangan itu multifungsi, ruangan makan itu, ruangan ngumpul itu, ruangan tamu itu dan kalau ada tamu dari jauh, harus rela ruangan itu untuk tempat tidur mereka. Pokonya multifungsi. Efesien kan? Ngeless aja. Hehehe. Kedua adiknya (sebut saja Dodol dan Dadal) sudah lebih dulu siap melahap sarapan ‘istimewa’ mereka. Dan menu biasanya juga begitu.