Mohon tunggu...
Gavrila Pandita
Gavrila Pandita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Uin Maulana Malik Ibrahim Malang

Saya adalah mahasiswi semester 5 di Program Studi Teknik Informatika, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, dengan minat kuat dalam pengembangan desain UI/UX.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Empati dan Etika Digital: Menjawab Tantangan Teknologi Modern

14 November 2024   21:11 Diperbarui: 14 November 2024   21:20 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Empati dan Etika Digital: Menjawab Tantangan Teknologi Modern 

Dalam era disrupsi teknologi yang melanda masyarakat global, Indonesia tidak terlepas dari dampak transformasi digital yang begitu pesat. Perubahan ini tidak hanya memengaruhi sektor ekonomi dan politik tetapi juga membawa tantangan besar dalam menjaga kelestarian nilai-nilai budaya dan spiritual. Di tengah gempuran media sosial, platform komunikasi digital seperti WhatsApp, Instagram, dan aplikasi konferensi daring seperti Zoom dan Google Meet semakin menggantikan interaksi tatap muka yang dahulu menjadi bagian integral budaya masyarakat. Menurut laporan We Are Social, pada Januari 2023, sekitar 167 juta orang atau 60,4% dari populasi Indonesia aktif menggunakan media sosial, menggambarkan pergeseran signifikan dalam pola interaksi. Di satu sisi, kemudahan ini mendukung keterhubungan yang lebih cepat dan efisien. Namun, di sisi lain, kemunculan era digital yang serba cepat memunculkan risiko bagi nilai-nilai sosial yang dianut masyarakat Islam di Indonesia, seperti silaturahmi dan adab dalam berkomunikasi.

Seiring dengan kemajuan teknologi, kecerdasan digital (Digital Quotient) menjadi semakin relevan. Konsep ini mencakup delapan aspek utama, termasuk komunikasi digital dan literasi digital, yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dunia maya dengan bijak. Data dari Kominfo mencatat bahwa penggunaan aplikasi telekonferensi meningkat hingga 443% pada tahun 2020, sebagai respons terhadap kebutuhan bekerja dan belajar dari rumah selama pandemi. Di tengah lonjakan ini, masyarakat harus beradaptasi dengan perkembangan yang tidak hanya mendukung kolaborasi produktif tetapi juga mengancam nilai-nilai seperti empati dan saling menghormati. Maka, muncul pertanyaan penting: bagaimana seharusnya kita mengelola kecerdasan digital agar tetap menjaga akar budaya Islam yang selama ini memandu interaksi sosial? Saya akan melanjutkan bagian berikutnya setelah Anda memberikan perintah.

***

Perubahan teknologi digital yang meresap ke dalam sendi-sendi kehidupan sosial telah menggeser praktik budaya yang sebelumnya dianggap sakral. Dalam budaya Islam Indonesia, interaksi sosial secara langsung, seperti silaturahmi dan musyawarah, menjadi simbol penting kebersamaan dan persaudaraan. Namun, dengan transformasi yang terjadi, komunikasi digital telah mengubah kebiasaan-kebiasaan ini. Masyarakat kini lebih mengandalkan media sosial dan aplikasi perpesanan untuk tetap terhubung, yang menyebabkan degradasi nilai-nilai adab dan etika dalam berinteraksi. Fenomena ini menuntut pemahaman mendalam akan pentingnya kecerdasan digital, yang menjadi kunci dalam menavigasi komunikasi yang efektif dan beretika.

Kecerdasan digital, sebagaimana dijelaskan dalam artikel penelitian oleh Muhammad Rijal Bagus Hernanda dan tim, mencakup manajemen jejak digital dan kolaborasi daring yang etis. Meski teknologi memberikan akses luas untuk berbagi informasi, potensi ancaman tetap ada, seperti penyebaran berita palsu yang dapat merusak keharmonisan sosial. Menurut Kominfo, pada 2020, hoaks yang tersebar di Indonesia meningkat drastis, menyebabkan ketidakpercayaan yang merusak solidaritas sosial. Keberadaan konten negatif, seperti ujaran kebencian dan penyebaran aib, semakin memperparah situasi ini, merusak tatanan adab yang selama ini dipelihara dalam budaya Islam.

Namun, ada sisi positif yang tidak boleh diabaikan. Perkembangan digital juga memberikan kesempatan untuk memperkuat komunikasi lintas batas dan membangun koneksi yang mungkin sulit dilakukan secara fisik. Platform daring dapat digunakan sebagai sarana dakwah dan pendidikan, menyebarkan nilai-nilai positif dan memperkuat ukhuwah Islamiyah. Dengan pendekatan yang tepat, aspek kecerdasan digital dapat menjadi alat yang memperkuat nilai budaya dan bukan sebaliknya. Masyarakat perlu menyesuaikan diri dengan tekanan kehidupan digital ini dengan bijaksana, seperti yang ditunjukkan oleh riset Hernanda dkk., yang merekomendasikan pengembangan program edukasi digital berbasis budaya Islam.

Melalui penerapan prinsip komunikasi digital yang baik, umat Islam di Indonesia dapat memanfaatkan teknologi tanpa meninggalkan akar budaya mereka. Sebagai contoh, dalam ekosistem digital saat ini, empati dan etika tetap harus diutamakan. Menggunakan bahasa yang santun dalam diskusi daring, menghargai perbedaan, dan menghindari perilaku yang merusak adalah implementasi nyata nilai-nilai Islam dalam era digital. Di samping itu, pemahaman akan jejak digital harus ditanamkan sejak dini, agar generasi muda memahami bahwa apa yang mereka bagikan di dunia maya dapat membawa dampak jangka panjang.

Jika masyarakat gagal mengelola kecerdasan digitalnya, maka konsekuensi yang tidak diinginkan dapat terjadi. Konflik sosial yang dipicu oleh ketidakpahaman dalam komunikasi online, seperti ujaran kebencian antar kelompok agama, bisa menjadi lebih sering terjadi. Oleh karena itu, tantangan ini harus direspons dengan kebijakan pendidikan dan sosial yang mendorong literasi digital di kalangan umat Islam, sehingga mereka dapat menggunakan teknologi untuk kebaikan bersama dan mempererat tali persaudaraan.

***

Dalam menghadapi disrupsi teknologi, kecerdasan digital menjadi kebutuhan yang mendesak, terutama dalam konteks menjaga keutuhan budaya Islam di Indonesia. Menggunakan teknologi dengan bijak bukan hanya persoalan keterampilan teknis tetapi juga tentang mempertahankan adab dan etika. Sebagai bangsa yang kaya akan nilai spiritual dan sosial, Indonesia memiliki tantangan besar untuk tidak sekadar mengikuti arus teknologi, tetapi memanfaatkannya sebagai medium yang memperkuat persatuan dan keharmonisan. Dalam hal ini, penguatan program literasi digital yang berbasis pada nilai-nilai Islam menjadi sangat krusial.

Angka-angka seperti 60,4% pengguna media sosial dari total populasi menunjukkan betapa digitalisasi telah mengubah wajah komunikasi. Namun, bukan berarti nilai-nilai seperti empati, kejujuran, dan sikap hormat harus tergerus. Justru, disrupsi teknologi harus dihadapi dengan strategi cerdas, di mana kecerdasan digital dijadikan alat untuk menyebarkan kebaikan dan mempererat tali persaudaraan. Dengan demikian, budaya Islam yang kaya akan nilai kemanusiaan dapat tetap hidup dan relevan, bahkan dalam dunia yang semakin terhubung secara digital.

Melalui kolaborasi antara pemangku kepentingan, seperti ulama, akademisi, dan pemerintah, diharapkan tercipta ekosistem yang mendorong penggunaan teknologi secara etis. Kita semua memiliki peran dalam membangun kesadaran bahwa teknologi hanyalah alat; tujuan akhirnya adalah menjaga kemaslahatan dan keharmonisan masyarakat sesuai dengan ajaran agama yang kita yakini. Mari gunakan teknologi dengan hikmah, bukan sekadar sebagai sarana komunikasi, tetapi juga sebagai wujud implementasi nilai-nilai luhur budaya Islam di era digital.

Referensi

Hernanda, M. R. B., Rozas, I. S., & Hunaida, W. L. (2024). Dampak disrupsi teknologi terhadap budaya Islami di Indonesia: Analisis melalui framework digital quotient. SATESI (Jurnal Sains Teknologi dan Sistem Informasi), 4(2), 172--182. https://doi.org/10.54259/satesi.v4i2.3130

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun