Masalahnya, pengakuan Jokowi soal pesan Zelenskyy untuk Putin tidak berhenti sampai di pertanyaan "Siapa yang Ngibul?". Pengakuan Jokowi selaku Presiden Republik Indonesia yang mengaku membawa pesan dari Zelenskyy selaku Presiden Ukraina berpotensi merusak hubungan kedua negara.Â
Sebab, bagaimana pun juga lantaran pengakuan Presiden Jokowi tersebut, Indonesia dapat dituduh telah melakukan fait accompli. Celakanya lagi, fait accompli gegara pengakuan Jokowi ini merugikan Ukraina sebagai sebuah negara yang berdaulat.
Fait accompli yang dilakukan oleh seorang teman kepada teman lainnya saja bisa menimbulkan masalah besar apalagi jika fait accompli dilakukan oleh satu negara kepada negara lainnya. Parahnya lagi jika negara yang menjadi korban fait accompli tengah berperang dengan negara lainnya.
Pengakuan Jokowi soal pesan Zelenskyy tersebut jelas telah merusak, setidaknya mengganggu, strategi Ukraina dalam melawan diplomasi dan propaganda Rusia. Di sisi lain, fait accompli yang dilakukan Jokowi juga berpotensi menurunkan kepercayaan rakyat dan tentara Ukraina kepada Zelenskyy sebagai presidennya.
Karenanya, pengakuan Jokowi tersebut tidak bisa dianggap enteng. Terlebih, jika Ukraina mau, pengakuan Jokowi tersebut bisa digoreng sebagai sebuah skandal diplomasi untuk dihantamkan ke Indonesia. Â Â
Bersedia Dites PCR oleh Rusia, Jokowi Serahkan Rahasia Negara
Ketika menerima Jokowi di Kremlin, Putin hanya dipisahkan oleh meja berpanjang sekitar satu meter. Dengan meja seukuran itu, Putin dan Jokowi bisa bercakap-cakap dengan jarak yang dekat.
Sebaiknya, saat  menjamu Presiden Prancis Emmanuel Macron. Rusia meletakan meja yang memiliki panjang sekitar lima meter di antara Putin dan Macron. Ukuran meja ini membuat kedua kepala negara tersebut berdialog dengan jarak yang tidak normal.
Digunakannya meja panjang untuk menjamu Macron semata-mata lantaran Presiden Prancis menolak permintaan Kremlin untuk menjalani tes Covid-19 di Rusia. Sikap Macron tersebut dikarenakan Prancis tidak ingin Rusia mendapatkan DNA milik kepala negaranya.Â
Sebaliknya Jokowi dapat berdekatan dengan Putin karena setibanya di Rusia telah mengikuti tes PCR di Jokowi Four Season Hotel, Moscow.
Padahal, seperti yang banyak diberitakan, untuk menjaga rahasia kepala negaranya, Rusia sampai harus menyimpan dan membawa pulang kotoran dan air seninya setiap lawatan ke luar negeri.Â
Seperti Prancis, Rusia pun tak ingin DNA presidennya diketahui oleh negara lain. Pasalnya, dari DNI bisa didapati berbagai informasi tentang kondisi fisik kepala negara. Dari DNA dapat diketahui kondisi kesehatan, kondisi psikologis, dan lain sebagainya. Karenanya, DNA seorang kepala negara menjadi bagian dari rahasia negara. Kerahasiaan negara pastinya terkait erat dengan keamanan negara.