Dissenting opinion yang disampaikan oleh Hakim Mulyono Dwi Purwanto dalam perkara korupsi PT Asabri bisa jadi tidak disangka-sangka sebelumnya. Dissenting opinion yang oleh pakar hukum administrasi negara Dian Puji Nugraha Simatupang dinilai bagaikan oase ini pastinya berdampak pada persidangan berikutnya, termasuk jika terdakwa mengajukan kasasi.
Bukan hanya itu, dissenting opinion Hakim Mulyono secara tidak langsung telah memperlihatkan ketidakprofesionalan aparat penegak hukum, khususnya jaksa.
Dalam Perkara Korupsi PT Jiwasraya, Jaksa Dinilai tidak Profesional
Perkara korupsi PT Asabri bisa dikatakan sebelas-dua belas dengan perkara korupsi PT Jiwasraya. Sebagian dari terdakwa dalam kedua kasus tersebut pun sama, yaitu Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro alias Bentjok.
Dalam perkara korupsi PT Jiwasraya, semua terdakwa dijatuhi vonis berat, hingga hukuman penjara seumur hidup. Begitu juga dalam kasus korupsi PT Asabri. Bahkan, dalam perkara korupsi Asabri, Heru Hidayat selaku Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera dituntut hukuman mati.
Seperti dalam perkara korupsi PT Asabri, dalam menangani kasus korupsi PT Jiwasraya pun jaksa dinilai tidak profesional. Penilaian buruk terhadap kinerja kejaksaan ini salah satunya dinyatakan oleh Abdul Fickar.
Penilaian pakar hukum Universitas Trisakti ini merujuk pada putusan Majelis Hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang membatalkan surat dakwaan JPU terhadap 13 perusahaan manajemen investasi (MI) dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya.
Abdul Fickar yang kerap menjadi narasumber dalam berbagai talkshow bertemakan hukum pidana ini menilai putusan hakim tersebut membuktikan bahwa jaksa tidak jeli dalam memisahkan antara pelaku satu perkara dengan perkara lainnya.
Di pihak lain, Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia periode 2011-2015, Halius Hosen bahkan sampai merasa malu lantaran ketidakprofesionalan jaksa dalam perkara korupsi PT Jiwasraya.
"Di mana lagi letak profesionalisme Kejaksaan? Sudah jelas perkara satu dengan lainnya yang tak ada kaitannya sama sekali dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu 13 manajer investasi digabungkan perkaranya. Jelas, kapasitas hakim untuk mengabulkan eksepsi adalah hal yang tepat," ujar Halius seperti yang dikutip JPPN.com pada 20 Agustus 2021.
Halius pun mempertanyakan proses penyelesaian penyidikan dan pra-penuntutan yang selama ini dipegang teguh sebagai acuan institusi kejaksaan.
Dari Jiwasraya ke Asabri
Pendapat Abdul Fickar dan Halius Hosen tentang ketidakprofesionalan jaksa dalam perkara korupsi Jiwasraya di atas pastinya sulit dicerna oleh masyarakat awam. Sebaliknya, awam pasti dengan mudah menangkap ketidakprofesionalan jaksa dalam kasus korupsi PT Asabri.
Dalam perkara korupsi Asabri, awam dapat dengan mudah membaca adanya perbedaan antara pasal yang dituntutkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dan pasal yang didakwakan oleh JPU.
Dalam perkara korupsi Asabri, pada 16 Agustus 2021 JPU mendakwakan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 kepada Heru Hidayat. Tetapi, pada 6 Desember 2021, JPU menuntut Heru dengan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.
Perbedaan pasal yang dituntut dengan pasal yang didakwakan tersebut kemudian mengusik sejumlah guru besar hukum pidana angkat suara. Para guru besar yang keilmuannya sudah tidak diragukan lagi itu kompak mengecam JPU.
Jika pada perkara korupsi PT JIwasraya saja Halius Hosen sudah mengungkapkan rasa malunya, sulit membayangkan komentarnya bila ia diwawancarai media terkait  perbedaan antara tuntutan dan dakwaan JPU dalam kasus korupsi Asabri.
Dissenting Opinion Hakim Mulyono yang Tak Mengejutkan
Dissenting opinion Hakim Mulyono yang mengatakan Rp 22,7 triliun sebagai potential loss sebenarnya sudah tidak mengejutkan lagi. Sebab, saat persidangan perkara korupsi Jiwasraya, media ramai memberitakan tentang kerugian negara Rp 16,8 triliun yang sejatinya merupakan potential loss.
Ketika itu, bahkan media menyuarakan tentang kekhawatiran pasar apabila potential loss yang dialami Jiwasraya dinyatakan sebagai kerugian negara. Karena selama saham tersebut masih berada di portofolio atau tidak atau belum dijual, tidak bisa dinyatakan kerugian.Â
Potential loss atau yang kerap disebut juga unrealized loss adalah hal yang wajar terjadi di tengah tingkat volatilitas harga di pasar yang dinamis pada jangka pendek. Dan, para pelaku pasar saham paham betul bila mengalami unrealized loss atau potential loss, mereka tidak akan menjual sahamnya dulu. Hal sebaliknya bila terjadi unrealized profit
Jika potential loss dapat diperkarakan, maka akan banyak pejabat BUMN yang terjerat kasus korupsi. Itulah yang menjadi salah satu alasan Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016.Â
Dalam putusan yang dikeluarkan pada 25 Januari 2016 tersebut, MK mencabut frasa "dapat" pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Â
MK mendalilkan  kata 'dapat' dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu, kata "dapat" juga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Implikasinya, delik korupsi dalam UU Tipikor yang sebelumnya delik formil berubah menjadi delik materil. Delik materiil ini, unsur kerugian keuangan negara dalam perkara korupsi harus dihitung secara nyata/pasti.
Karena jumlah kerugian negara harus pasti, sesuai Putusan MK, maka seharusnya JPU tidak bisa menghadirkan kerugian negara yang berupa potential loss. Dengan begitu, seharusnya jaksa tidak bisa memproses laporan yang dilayangkan oleh Menteri BUMN periode 2014-2019 Rini Soemarno.Â
Jika menyandingkan kedua perkara korupsi tersebut, Jiwasraya dan Asabri, nampak bila profesionalisme jaksa mengalami kemerosotan.Â
Kendati demikian, publik tidak boleh serta merta memberikan stempel negatif pada institusi kejaksaan. Sebab, tidak menutup kemungkinan bila ada faktor X yang memengaruhi jaksa dalam menangani kedua perkara tersebut.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H