Satelit Satria menurut rencana mulai beroperasi pada kuartal III 2023. "Satria" sendiri merupakan kependekan dari "Satelit Republik Indonesia". Dengan anggaran sekitar Rp 81 T, satelit multifungsi (SMF) ini dirancang khusus untuk meningkatkan koneksi internet di seluruh wilayah tanah air, khususnya daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal.Â
Masalah keberlangsungan Satelit Satria kemudian muncul setelah kondisi keuangan negara mengalami kemerosotan akibat pandemi Covid 19. Namun demikian, Johnny G Plate sebagai Menteri Kominfo sepertinya keukeuh untuk mengolkannya.
Bahkan sebelum masa pageblug pun, proyek infrastruktur telekomunikasi ini sudah mendapat banyak kritik. Sebagaimana yang diberitakan oleh sejumlah media, sejak 2019, DPR RI sudah melemparkan sejumlah kritik atas rencana pengadaan Satelit Nusantara.Â
Roy Suryo, misalnya, anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI ini melemparkan kritik atas pembangunan infrastruktur Satelit Satria yang menurutnya lebih tepat jika menggunakan slot di atas wilayah Kalimantan.
"Sebenarnya kalau untuk Indonesia idealnya adalah slot yang ada di atas Kalimantan. Apalagi dengan rencana kalau Pemeringah jadi memindahkan Ibu Kota ke Kalimantan," kata Roy dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) di Gedung DPR RI, Jakarta pada 23 Juli 2019 sebagaimana yang dikutip Gatra.com.
Selain soal slot, DPR RI juga mempertanyakan persoalan dana. Lewat Komisi I, DPR menyinggung ketidakjelasan sumber dana yang akan digunakan oleh Kemenkominfo dalam membangun Satelit Satria.Â
"Pertama ketidakjelasan itu. Berapa sih harga satelit itu dan juga berapa harga ground segment-nya. Sama sekali tidak dijelaskan oleh Pak Menteri berapa anggaran yang dibutuhkan," ujar Anggota Komisi I dari Fraksi PPP Syaifullah Tamliha dalam RDP di Kompleks DPR RI, pada 5 Februari 2020 seperti yang dikutip Merdeka.com.
Bukan saja DPR RI lewat anggota-anggotanya, Direktur Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, pun menyoroti anggaran Satelit Satria lantaran belum diperolehnya pendanaan proyek tersebut. Pasalnya, Uchok yakin dana USO yang didapatkan oleh Bakti tidak mencukupi untuk membayar kewajiban pembiayaan satelitnya.Â
"Jika memang tidak sanggup mencari dana, mending dibatalkan saja proyek satelit Bakti jika memang tidak sanggup mencari dana," kata Uchok pada 8 Februari 2020 sebagaimana yang dikutip Tempo.co.
Kelanjutan Satelit Satria Buah Kengototan Johnny Plate
Seperti yang diberitakan oleh sejumlah media, pemerintah lewat Menkominfo terus mencari sumber pembiayaan guna keberhasilan peluncuran Satelit Satria. Ketika itu, saat rapat kerja dengan Komisi I DPR-RI, Gedung Nusantara II DPR-RI, Jakarta, pada 5 Februari 2020..Menkominfo Johnny Plate menargetkan financial closing Satelit Satria rampung pada kuartal pertama 2020.
"Saat ini melakukan pembicaraan dengan penyedia satelit. Hingga saat ini financial closing sedang dilakukan karena sindikasi pembiayaannya kompleks yang melibatkan berbagai negara," ungkap Johnny Plate Menkominfo (Sumber: Detik.com).
Namun, tetiba virus Corona (COVID-19) menerjang dunia, termasuk Indonesia. Akibatnya, hampir seluruh rencana yang sudah disusun rapih terpaksa harus di-setting ulang, tidak terkecuali rencana peluncuran Satelit Satria. Terlebih, pengoperasian satelit baru bukanlah proyek yang diprioritaskan.
Namun, dilandasi kebutuhan yang sebenarnya cukup mendesak. Kemkominfo masih mencoba mencari peluang pengadaan dana bagi proyek Satelit Satria. Setelah financial closing yang terpaksa harus molor dari waktu yang ditargetkan, akhirnya proyek ini kembali berjalan.
Sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya, skema pembiayaan proyek Satelit Satria dilakukan melalui Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Di mana Satelit Satria dikerjakan oleh PT Satelit Nusantara Tiga (SNT), perusahaan yang dibentuk oleh pemenang tender yang terdiri dari PT Pintar Nusantara Sejahtera, PT Pasifik Satelit Nusantara, PT Dian Semesta Sentosa, dan PT Nusantara Satelit Sejahtera.
Dan, SNT selaku badan usaha swasta yang mengoperasikan Satelit Satria telah menggaet dua investor untuk pendanaannya, yakni BPI France dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dari China.
Kemudian pada 21 Februari 2021, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengatakan bahwa capital expenditure proyek Satelit Satria yang sebesar USD 545 juta atau setara dengan Rp 7,68 triliun ini terdiri dari porsi ekuitas sebesar USD 114 juta atau setara Rp1,61 triliun dan porsi pinjaman sebesar USD 431 juta atau sekitar Rp 6,07 triliun.
"Pinjaman ini didanai oleh sindikasi BPI France dan didukung oleh Banco Santander, HSBC Continental Europe, dan The Korea Development Bank (KDB). Porsi pinjaman komersial didanai oleh KDB dan bersama dengan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB)," ujar Johnny secara virtual yang dihelat pada 26 Fenruari 2021.
Lebih lanjut, Menkominfo mengungkapkan bahwa penandatangan dokumen pembiayaan Satelit Satria telah dilakukan pada 24 Februari 202, atau dua hari sebelum Johnny mengumumkan keberhasilannya.
"Dengan tersedianya pembiayaan (financial closing) atas Satelit Satria ini juga memberikan gambaran akan kepercayaan institusi keuangan global kepada pemerintah dan iklim investasi di Indonesia," ucap Johnny sebagaimana yang dikutip Detik.com.
Dengan cairnya pembiayaan, proyek Satelit Satria kini telah memasuki tahap konstruksi. Dan, setelah tertunda hampir satu tahun, satelit multifungsi Satria akan rampung dan diorbitkan pada 2023.
Johnny Plate bukan cuma Ngotot soal Dana, tapi juga Alih Teknologi
Setelah Satelit Satria mengorbit, sebagaimana yang dijelaskan oleh Johnny Plate, Indonesia dapat mengatasi digital gap atau kesenjangan digital. Sebagaimana yang dilansir CNNIndonesia.com.
Satelit Satria mampu mendukung jaringan komunikasi untuk 93.900 sekolah dan pesantren, 47.900 kantor pemerintahan daerah, 3.700 puskesmas, dan 3.900 markas polisi dan TNI yang sulit dijangkau kabel optik. Selain itu, Satelit Satria juga akan meng-cover 150 ribu titik yang tidak dapat akses internet lantaran tidak terjangkau oleh kabel serat optik.
Dengan kemampuannya itu, tidak mengherankan bila Johnny Plate sebagai pemangku tanggung jawab atas sistem komunikasi dan informasi ngotot lanjutkan proyek Satelit Satria.Â
Selain soal pendanaan, Johnny Plate pun ngotot dalam soal teknologi canggih yang diperuntukkan bagi Satelit Satria. Johnny pun kemudian melakukan pembahasan bersama perwakilan perusahaan teknologi Maxar asal Amerika Serikat. Maxar sendiri diketahui memiliki pengalaman Maxar dalam menyediakan tiga satelit untuk keperluan Indonesia, seperti satelit BRI, satelit Merah Putih, dan satelit Nusantara.
"Kami juga mendiskusikan terkait dengan kebutuhan satelit Indonesia sampai dengan 10 tahun kedepan, dimana tadi kami menyampaikan bahwa Indonesia sebagai salah satu di negara ASEAN yang membutuhkan banyak sekali kapasitas satelit," tuturnya dalam siaran pers yang digelar pada 25 Mei 2021.
Dalam pertemuan dengan Maxar, Johnny juga membahas potensi pemanfaatan transfer teknologi maupun peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia dalam bidang satelit dan telekomunikasi. Topik lain yang juga dibahas adalah soal potensi pemanfaatan komponen dan konten lokal.
"Ini untuk kepentingan penyelenggaraan electronic government, untuk kepentingan digital ekonomi, untuk kepentingan smart city, digital health, digital education dan aplikasi-aplikasi digital lainnya masa kini dan masa depan," tutur Johnny mengakhiri pernyataannya (Sumber: Liputan6.com).
Rupanya, Johnny tidak melulu memikirkan koneksitas digital di negara yang memiliki ribuan pulau ini, namun lewat proyek Satelit Satria yang diupayakannya, Johnny juga telah memikirkan peningkatan SDM anak bangsa dengan mengupayakan transfer teknologi dari perusahaan terkemuka.
Data BPJS Kesehatan Bocor, Tindakan Johnny G Plate Bukan seperti Mantan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H