Benar, Moeldoko memang masuk ke dalam pusaran konflik Demokrat. Tetapi, sebagaimana Arjuna yang masuk ke dalam pusaran Cakrabyuha untuk menangkap dan menguasai Prabu Drupada, Moeldoko pun menerjunkan diri ke dalam pusaran konflik Demokrat untuk mengambil alih kekuatan yang masih berada di tangan SBY.
Seperti juga Arjuna yang berani masuk ke dalam pusaran Cakrabyuha karena memiliki informasi memadai tentang formasi perang berbentuk lingkaran cakra ini, begitu juga dengan Moeldoko. Sebagai mantan prajurit tempur yang dibesarkan di lapangan, Moeldoko tidak mungkin nekad masuk ke dalam pusaran konflik Demokrat tanpa memiliki informasi yang mencukupi.
Dan, satu yang pasti, masuknya Moeldoko ke rumah Demokrat, bukannya tanpa resiko. Moeldoko bisa saja dicopot dari jabatannya selaku Kepala KSP. Â Bukan hanya itu. di sisi lain, kepengurusan Partai Demokrat yang diketuainya bisa saja tidak disahkah. Jika keduanya terjadi, reputasi Moeldoko bakal hancur selamanya. Karena itulah, sangat tidak mungkin Moeldoko berani masuk ke dalam pusaran konflik Demokrat bila ia tidak memegang jaminan.
Apa Motif Moeldoko?
Banyak yang menduga bila langkah Moeldoko menerima mandat sebagai Ketua Umum Demokrat lewat KLB adalah untuk mendapatkan tiket capres pada Pilpres 2024. Langkah awal Moeldoko, kata para penduga, adalah untuk menggenjot elektabilitasnya.
Dugaan tersebut sangat lemah dan mudah dikatakan. Terpilihnya Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat memang akan mendongkrak popularitasnya. Moeldoko yang selama menjadi Kepala KSP kurang mendapat sorotan media, setelah menjadi Ketum Demokrat akan lebih banyak disorot media.Â
Tetapi, tingkat popularitas tidak selamanya berbanding lurus dengan tingkat elektabilitas. Popularitas bisa saja naik, tetapi elektabilitas belum tentu. Tingkat popularitas tergantung pada banyaknya pemberitaan media. Tetapi, elektabilitas tergantung pada sentimen publik.
Jelang Pilpres 2014, Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie berupaya keras mendongkrak elektabilitasnya. Sederet program digelontorkannya. Popularitas Bakrie mamang naik, namun elektabilitasnya tetap saja mangkrak di bawah 10 persen.Â
Elektabilitas Moeldoko saat ini masih di bawah 1 persen. Sangat sulit bagi Moeldoko untuk mendongkraknya, bahkan sampai kisaran ke 5 persen. Dengan elektabilitas yang sulit diroketkan itu, ditambah lagi dengan framing negatif terhadap dirinya, kecil kemungkinan Moeldoko mendapatlkan tiket capres untuk Pilpres 2024.
Namun demikian, Moeldoko bisa ikut dalam kontestasi Pilpres 2024 bila mendapatkan tiket cawapres. Sebab, sebagaimana Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019, untuk menjadi cawapres bagi Jokowi, Ma'ruf tidak membutuhkan tingkat elektabilitas yang tinggi. Bahkan, dengan elektabilitas 0 persen pun seorang tokoh bisa menjadi cawapres.Â