SBY turun gunung. Begitu topik yang tengah menghangati media dalam tiga hari terakhir.
Frasa "turun gunung" sendiri diucapkan oleh SBY dalam sebuah video yang dirilis oleh channel Youtube Partai Demokrat pada 24 Februari 2021
"Menghadapi gerakan ini, sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai, saya harus turun gunung. Dengan penuh rasa tanggung jawab dan dengan kecintaan yang mendalam terhadap Partai Demokrat," kata motor penggerak Partai Demokrat bernama lengkap Susilo Bambang Yudhoyono itu.
"Gerakan" yang dimaksud SBY dalam video yang memviral itu adalah upaya pendongkelan AHY dari kursi Ketua Umum Partai Demokrat. Gerakan yang kerap disepadankan dengan kudeta ini oleh SBY disebut dengan GPK PD (Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat).
"Saya yakin saudara semua telah mendengarnya. Ada gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat (GPK PD) yang ingin mengambil alih kepemimpinan partai yang sah," lanjut SBY.
SBY memang sudah lengser keprabon. ayahanda Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu sudah tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Setelah tidak lagi memegang tongkat pimpinan eksekutif partai, SBY mengambil perannya sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.
Dengan jabatannya itu, SBY menyatakan dirinya belum sepenuhnya mandheg pandito. Jabatan inilah yang memberi ruang bagi SBY untuk sewaktu-waktu turun gunung guna menyelesaikan masalah kepartaian yang tidak sanggup diselesaikan oleh jajaran eksekutif Demokrat.
SBY Turun Gunung Lebih Mirip Sinto Gendeng
Dalam kisah Ramayana (versi Jawa) ada tokoh bernama Ramaparasu. Postur Ramaparasu mirip SBY, tinggi, besar, dan gagah. Sebagaimana SBY yang mulai menjauhi hiruk pikuk duniawi, Ramaparasu pun demikian. Ramaparasu bahkan memilih tidak kawin atau hidup sebagai brahmancari.
Suatu hari, ayah Ramaparasu, bernama Resi Jamadagni, yang tengah bertapa didatangi oleh Prabu Hehaya beserta pasukannya. Terjadilah cekcok mulut yang berujung pada tewasnya Resi Jamadagni di tangan Prabu Hehaya.
Seperti SBY yang marah ketika mengetahui informasi tentang adanya upaya kudeta terhadap AHY, mendengar kematian ayahnya, Ramaparasu pun marah besar. Ia kemudian bersumpah akan membunuh semua ksatria yang dijumpainya. Dengan senjata kapak sakti yang dimilikinya, Ramaparasu turun gunung. Ia mengembara.
Seperti sumpahnya, Ramaparasu membunuh semua ksatria yang dijumpainya. Orang-orang istana itu dihabisinya lantaran dianggapnya sebagai pendosa.
Turun gunungnya SBY bukan hanya seperti Ramaparasu, tetapi juga mirip turun gunungnya Sinto Weni alias Sinto Gendeng, tokoh sakti yang menjadi guru dalam cerita silat "Wiro Sableng: Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212"
Dalam sejumlah kisah diceritakan Sinto yang terpaksa turun gunung setiap mendengar informasi bila nyawa Wiro Sableng tengah terancam oleh pendekar golongan hitam yang lebih sakti dari muridnya.
SBY tahu persis bila pangkat Moeldoko yang seorang jenderal penuh jauh lebih tinggi dari AHY yang berpangkat terakhir mayor. SBY juga pastinya paham bila Moeldoko yang tengah berada di ring satu Istana memiliki kekuasaan yang tidak akan sanggup dihadapi oleh AHY. Lebih lagi, SBY pun menyadari bila Moeldoko jauh lebih berpengalaman di segala bidang dibanding AHY.
Karena itulah, seperti halnya Sinto Gendeng yang turun gunung guna menyelamatkan nyawa Wiro Sableng, SBY pun turun gunung untuk melindungi anaknya dari ancaman kudeta.
Sebagai mantan Kasospol ABRI sekaligus Presiden RI Keenam, SBY pastinya tahu persis bila ia tidak cepat-cepat turun gunung, cepat atau lambat AHY akan terjungkal.
Beda Jurus SBY dengan AHY
Sebelum mendeklarasikan turun gunung, pada 31 Januari 2021 SBY mencuitkan, "Bagi siapapun yang memegang kekuasaan politik, pada tingkat apapun, banyak cara berpolitik yang lebih bermoral & lebih beradab. Ada 3 golongan manusia, yaitu "the good", "the bad" & "the ugly". Kalau tidak bisa menjadi "the good" janganlah menjadi "the ugly". *SBY*"
Bagi siapapun yang memegang kekuasaan politik, pada tingkat apapun, banyak cara berpolitik yang lebih bermoral & lebih beradab. Ada 3 golongan manusia, yaitu "the good", "the bad" & "the ugly". Kalau tidak bisa menjadi "the good" janganlah menjadi "the ugly". *SBY*--- S. B. Yudhoyono (@SBYudhoyono) January 31, 2021
Oleh netijen, cuitan SBY tersebut dikaitkan dengan utas akun Twitter @DalamIstana yang dicecuitkan sekitar 4 jam sebelumnya.
Berbeda dengan SBY, @DalamIstana dengan jelas dan gamblang mengutaskan adanya permufakatan jahat berupa upaya makar yang dilakukan oleh "Kakak Pembina".
Meski tidak menyebut nama sosok "Kakak Pembina", namun akun @DalamIstana memberikan kisi-kisinya.
" , . ."
PERMUFAKATAN JAHAT KAKAK PEMBINA, UPAYA MAKAR DI DEMOKRAT
Oleh: @DalamIstana
Mohon informasi ini di cerna baik2..--- OrangDalamIstana (@DalamIstana) January 31, 2021
Dua hari setelah cuitan SBY, AHY menggelar konferensi pers. Saat itu, AHY menuding ada pejabat pemerintahan di lingkaran dekat Presiden Joko Widodo yang terlibat dalam gerakan "kudeta" tersebut.
"Menurut kesaksian dan testimoni banyak pihak yang kami dapatkan, gerakan ini melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkar kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo," kata AHY sebagaimana dikutip Kompas.com.
Dalam konpresnya, AHY memang tidak menyebutkan nama. Namun Rachland Nashidik men-twit-kan nama Moeldoko, Kepala BIN, Kapolri, Menkumham, dan Menko Polhukam dalam cuitan sehari sebelumnya. Bahkan, politisi Demokrat ini mengatakan bahwa "Pak Lurah" merestui kudeta yang dilakukan oleh Moeldoko. "Pak Lurah" dalam twit Rachland pastinya mengarah ke Presiden Jokowi.
Moeldoko dengan segala aset dan aset serta pengalaman yang dimilikinya bukan orang sembarangan. Dengan latar belakangnya, Moeldoko seorang diri saja sudah tidak mungkin dilawan oleh AHY dan Partai Demokrat yang dipimpinnya.
Melihat kesalahan jurus narasi yang justru menguatkan ancaman bagi putranya, SBY terpaksa turun gunung. Dalam narasinya, SBY memusatkan serangan pada diri Moeldoko.
"Secara pribadi, saya sangat yakin bahwa yang dilakukan Moeldoko adalah di luar pengetahuan Presiden Jokowi. Saya juga yakin bahwa Presiden Jokowi memiliki integritas yang jauh berbeda dengan perilaku pembantu dekatnya itu," kata SBY.
Sementara, Menko Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, serta Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan diposisikan SBY sebagai pihak-pihak yang namanya dicatut.
"Partai Demokrat tetap percaya bahwa para pejabat tersebut memiliki integritas, betul-betul tidak tahu-menahu dan tidak masuk di akal jika ingin mengganggu Partai Demokrat," kata SBY.
Dengan menuding Moeldoko mencatut nama-nama pejabat lainnya, SBY berupaya menjadikan Moeldoko sebagai pengkhianat bagi pejabat-pejabat tersebut. Dengan jurusnya itu, SBY menodong Jokowi untuk memberikan tindakan tegas kepada Moeldoko. Jika Jokowi tidak menindak Moeldoko, SBY akan menarasikan bahwa tuduhan Rachland Nashidik dalam twitnya adalah benar.
Narasi yang dilemparkan SBY ini terbilang cerdas sekaligus tepat. Namun sayang, SBY baru turun gunung setelah timbul kerusakan yang diakibatkan oleh narasi AHY dan kader-kader Demokrat lainnya. Tetapi, bagaimanapun juga, SBY sudah menjadi Sinto Gendeng bagi putranya.
Setiap kali turun gunung, Sinto Gendeng bukan hanya untuk melindungi Wiro Sableng, tetapi juga untuk mengajari muridnya itu jurus-jurus baru. Begitu juga dengan SBY. SBY turun gunung bukan hanya untuk menyelamatkan AHY dari upaya pendongkelan, tetapi juga mengajari putra sulungnya jurus bernarasi.
Muncul satu pertanyaan, apabila di kemudian hari AHY benar-benar terjungkal dari kursi kepemimpinan Partai Demokrat, apakah SBY akan kembali turun gunung seperti Ramaparasu yang menghabisi setiap orang di lingkaran Istana?
2 Sinyal SBY (Diam-diam) Telikung Pencapresan AHY
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H