"Secara pribadi, saya sangat yakin bahwa yang dilakukan Moeldoko adalah di luar pengetahuan Presiden Jokowi. Saya juga yakin bahwa Presiden Jokowi memiliki integritas yang jauh berbeda dengan perilaku pembantu dekatnya itu," kata SBY.
Sementara, Menko Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, serta Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan diposisikan SBY sebagai pihak-pihak yang namanya dicatut.
"Partai Demokrat tetap percaya bahwa para pejabat tersebut memiliki integritas, betul-betul tidak tahu-menahu dan tidak masuk di akal jika ingin mengganggu Partai Demokrat," kata SBY.
Dengan menuding Moeldoko mencatut nama-nama pejabat lainnya, SBY berupaya menjadikan Moeldoko sebagai pengkhianat bagi pejabat-pejabat tersebut. Dengan jurusnya itu, SBY menodong Jokowi untuk memberikan tindakan tegas kepada Moeldoko. Jika Jokowi tidak menindak Moeldoko, SBY akan menarasikan bahwa tuduhan Rachland Nashidik dalam twitnya adalah benar.
Narasi yang dilemparkan SBY ini terbilang cerdas sekaligus tepat. Namun sayang, SBY baru turun gunung setelah timbul kerusakan yang diakibatkan oleh narasi AHY dan kader-kader Demokrat lainnya. Tetapi, bagaimanapun juga, SBY sudah menjadi Sinto Gendeng bagi putranya.
Setiap kali turun gunung, Sinto Gendeng bukan hanya untuk melindungi Wiro Sableng, tetapi juga untuk mengajari muridnya itu jurus-jurus baru. Begitu juga dengan SBY. SBY turun gunung bukan hanya untuk menyelamatkan AHY dari upaya pendongkelan, tetapi juga mengajari putra sulungnya jurus bernarasi.
Muncul satu pertanyaan, apabila di kemudian hari AHY benar-benar terjungkal dari kursi kepemimpinan Partai Demokrat, apakah SBY akan kembali turun gunung seperti Ramaparasu yang menghabisi setiap orang di lingkaran Istana?
2 Sinyal SBY (Diam-diam) Telikung Pencapresan AHY
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H