Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Benarkah Kudeta Militer Sempat Ancam SBY?

20 Februari 2021   08:42 Diperbarui: 20 Februari 2021   09:42 1799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada asap bila tidak ada api.

Pada 8 Oktober 2004 atau 12 hari sebelum SBY dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia, Presiden Megawati  menandatangani Surat Presiden Nomor R32/PRES/10/2004 perihal pemberhentian Jenderal Endriartono Sutarto sebagai Panglima TNI dan mengangkat KSAD Jenderal Ryamizard Ryacudu sebagai penggantinya. Oleh Presiden SBY, surat Megawati tersebut ditarik dengan mengirimkan Surat Presiden Nomor R41/PRES/10/2004 yang ditandatangani SBY pada 25 Oktober 2004 atau 5 hari setelah pelantikannya.

"Digagalkannya" pencalonan Ryamizard sebagai calon Panglima TNI ini sempat memanas sekitar akhir Oktober sampai awal November 2004. Karena, bagaimanapun juga "kegagalan" tersebut berdampak pada "pergerakan" gerbong kelompok prajurit yang dilokomotifi oleh Ryamizard.

Ada satu peristiwa menarik saat serah terima jabatan Panglima TNI dari Jenderal Endriartono Sutarto kepada Marsekal Djoko Suyanto pada 20 Februari 2006. Ryamizard yang sudah pensiun ketika itu memilih duduk di deretan belakang. Kemudian, setelah acara usai, Ryamizard tidak menyalami Djoko. 

Ketidaksukaan, atau setidaknya ketidaknyamanan, sejumlah perwira TNI atas kepemimpinan SBY memang bukan isapan jempol.  Kolonel Adjie Suradji, misalnya pernah membuat gempar setelah artikel "Pemimpin, Keberanian, dan Perubahan" yang ditulisnya dimuat di harian Kompas pada 6 September 2010 dianggap mengkritik SBY.

Ketidaksukaan atau ketidakterimaan militer terhadap SBY inilah yang sebenarnya coba dihabisi dengan melemparkan isu kudeta yang dilakukan oleh Brigjen Koesmayadi dan kelompoknya. 

Isu kudeta yang diawali kematian mendadak Brigjen Koesmayadi ini bisa dikatakan sebagai sinyal warning SBY kepada militer untuk tidak berani berbuat macam-macam kepada dirinya.

Sinyal yang bisa dibaca serupa kembali dipancarkan SBY jelang akhir masa jabatannya. Saat itu yang menjadi sasarannya adalah KSAD Jenderal Budiman.

"Informasi yang telah dikonfirmasikan, ada pihak-pihak yang menarik-narik sejumlah perwira tinggi untuk berpihak pada yang didukungnya," ungkap SBY dalam sambutannya saat memberikan arahan pada perwira TNI/Polri di Gedung Kementerian Pertahanan, Jakarta, pada 2 Juni 2014 seperti yang dikutip Merdeka.com.

Kemudian SBY menambahkan, 

"Bahkan ditambahkan, tidak perlu mendengar presiden kalian, kan itu kapal karam yang udah mau tenggelam, berhenti, lebih baik cari kapal baru yang tengah berlayar dan matahari bersinar," lanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun