Tetapi, sebaliknya, Rini Soemarno pun sampai saat ini belum bersuara tentang laporan yang dikirimkannya ke Kejaksaan Agung tersebut. Rini malah seolah sengaja membiarkan Kejaksaan Agung memainkan kasus yang dilaporkannya dan menunggu saat yang tepat untuk buka mulut.Â
Bukan saja itu, dengan memilih berdiam diri, Rini seolah tengah menekan pihak-pihak yang diduga dilindungi oleh Kejaksaan Agung. Jika benar demikian, maka tidak menutup kemungkinan bila laporan tersebut dibuat Rini sebagai nilai tawarnya. Dan perlu diingat laporan itu ditandatangani Rini tiga hari jelang pelantikan Jokowi sebagai Presiden RI untuk periode keduanya.
Karenanya, jika mencermati waktu pelaporan, tidak menutup kemungkinan bila skandal Jiwasraya lebih bermuatan politis, ketimbang hukum. Hukum bisa jadi hanya dimainkan sebagai aksesoris belaka.
Kebenaran Ditutupi, Bailout Rp 100 Triliun DiputusÂ
Menariknya, seperti dalam artikel sebelumnya  "Skandal Jiwasraya: "Rampoklah BUMN Mumpung Menterinya Erick Thohir", dengan mudah, Menteri Keuangan Sri Mulyani meng-ACC skema penyelamatan PT JIwasraya yang diajukan Menteri BUMN Erick Thohir, yaitu bailout sebesar Rp 20 triliun.
Apakah pihak atau pihak-pihak yang dilindungi oleh Kejaksaan Agung saat ini berada di dalam atau "di atas" kekuasaan?
Menariknya, jika memang benar Kejaksaan Agung ingin melindungi pihak-pihak tertentu, seharusnya kasus Jiwasraya tidak diproses. Atau kalaupun diproses, Kejaksaan Agung bisa melakukannya dengan mengulur-ulur waktu. Faktanya, Kejaksaan Agung bukan saja memprosesnya tetapi juga bertindak cepat.
Soal kesigapan Kejaksaan Agung dalam memproses laporan Rini sebenarnya ada jawabannya. Jawabannya, seperti ditulis dalam artikel "Skandal Jiwasraya: Temuan Rp 100 Triliun PPATK Dihindari, Tanda Tanya Mengakhiri". Kejaksaan Agung buru-buru memproses laporan Rini untuk mendahului hasil investigasi PPATK. Tujuannya, untuk menutupi jejak pihak-pihak yang menerima atau dialiri dana Jiwasraya.
Tentu saja dari Rp 100 triliun tersebut ada transaksi wajar serta transaksi tidak wajar. Dan, pastinya PPATK sanggup menelusuri aliran-aliran dana yang dianggap tidak wajar untuk kemudian dilaporkan pada Kejaksaan Agung.
Namun, Kejaksaan Agung mendahului hasil investigasi PPATK. Sehingga temuan PPATK tersebut tidak hanya menjadi tumpukan kertas di meja. Dari langkah Kejaksaa Agung ini saja sudah bisa disimpulkan bila ada upaya untuk menutup-nutupi fakta sekaligus menyelamatkan sejumlah pihak. Sebaliknya, karena upayanya itu, Kejaksaan Agung mau tidak mau harus menjadikan pihak-pihak lain sebagai pesakitan.
Upaya menutupi fakta yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung tersebut sebenarnya sudah terbaca dari tidak diperiksanya Rini Soemarno sebagai pelapor. Selain itu, tidak dipublikasikannya surat laporan Rini pun bisa dianggap sebagai upaya Kejaksaan Agung dalam melindungi pihak-pihak tertentu.