Dan lagi, kita tidak bisa memvonis kecepatan Kompasiana lambat tanpa membandingkannya dengan website-website lainnya, paling tidak yang sejenis. Ada banyak tool gratisan yang bisa digunakan untuk menguji dan membandingkan kecepatan Kompasiana.
Benar, dibanding website-website lainnya, kecepatan Kompasiana lebih lambat. Tetapi, apakah keleletan itu mengganggu kenyamanan? Itu pertanyaannya.
 Nah, ini yang menarik. Kedua paket: paket untuk user dan pembaca menawarkan "bebas iklan". Seperti kecepatan, pertanyaannya, apakah iklan-iklan yang tampil di Kompasiana begitu mengganggu pembaca? Kalau mengganggu, berapa banyak pembaca yang secara jujur mengaku terganggu oleh deretan iklan.
Kepada pembacanya yang merasakan ketidaknyamanan lantaran deretan iklan itu, Kompasiana bukannya mengubah tampilannya, malah menawarkan paket yang harus dibayar Rp 19.000 per bulan.
"Mau tanpa iklan? Bayar dulu dong."Â
Alih-alih menambah jumlah pengunjung, Kompasiana justru membuat pengunjung enggan membuka Kompasiana.
"Ngapain juga buka Kompasiana, kalau ga bayar ya lelet dan banyak iklannya."
Buat saya pribadi, bukan deretan iklan yang mengganggu, tapi "Konten Menarik Lainnya". Tampilan ini bisa dihilangkan karena sudah ada "Artikel Rekomendasi".
Sebenarnya, masih ada sejumlah uneg-uneg lainnya soal Kompasiana Premium ini. Kalau dituliskan satu-persatu pasti akan membuat artikel ini menjadi sepanjang jalan kenangan.
Tapi, ada satu yang membuat saya geli. Kompasiana membuat kasta-kasta bagi user-nya. Ada kasta non verifikasi. Ada kasta verifikasi. Kasta verifikasi masih dikastakan lagi menjadi centang hijau dan centang biru. Lalu ada lagi kasta berdasarkan pangkat, dari taruna penjelajah, fanatik, senior, sampai maestro. Dan, sekarang mau ditambahkan kasta baru: Premium dan Non Premium.