Kompasiana Premium. Ini nama bagi paket baru keluaran kompasiana. Kata "Premium" yang mengikuti "Kompasiana" jelas mengandung arti bila paket ini menawarkan sejumlah fasilitas atau fitur yang tidak diberikan secara cuma-cuma.Â
Petang bada Magrib sore itu, 19 Mei 215, untuk pertama kalinya saya mengunjungi markas Kompasiana. Di sana saya bersama Ninoy Karundeng, Gunawan, dan Alan Budiman diterima oleh Pepih Nugraha.
"Ini tampilan baru Kompasiana," kata Pepih sambil memutar monitor layar datar ke arah kami.Â
Tampilan baru kompasiana itu lebih clean dari sebelumnya. Nyaris tidak ada lagi sisa-sisa versi lama yang ditampilkan pada versi baru.
"Nanti kita seperti ini," sambung Pepih.
Beberapa hari kemudian, jrenggg!!! tampilan Kompasiana berubah drastis. Ada beberapa "ruang" yang dihilangkan, seperti "Trending Artikel", "Ter-ter, dll. Kurang lebihnya tampilan Kompasiana seperti yang terlihat sekarang ini. URL pun berubah.Â
Setelah beberapa waktu, tampilan dan mesin baru Kompasiana belum juga lepas dari lilitan error. Error di sana. Error di sini. Malah, bisa dibilang lebih parah dari versi lamanya.Â
Setelah sekian lama virus error belum juga berhasil diatasi. Malah, error seolah bermutasi dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Kompasianer pun protes, minta admin mengembalikan Kompasiana ke "edisi" sebelumnya.
Tapi, dengan alasan inovasi, Kang Pepih keukeuh. Kompasiana edisi baru tetap dilanjutkan.Â
Perubahan dilakukan, termasuk bongkar pasang. Google Tren yang error tak berkesudahan dihilangkan. Dan, akhirnya Kompasiana seperti yang hadir saat ini.
Sekarang Kompasiana sudah tidak error-error lagi. Kalau ada yang mengeluh Kompasiana masih error, seperti saat Kompasianer Cirebon ngumpul, saya bilang dari 100, error Kompasiana yang sekarang ini paling cuma 12.
Entah sudah berapa kali Kompasiana berinovasi. Terpenting, inovasi tersebut bisa membuat lebih nyaman user dan pembaca. Bukan malah sebaliknya.
Kompasiana Premuim yang Menggelikan
Sekarang, Kompasiana mengeluarkan produk barunya yang diberi nama "Kompasiana Premium". Paket ini ditawarkan Kompasiana kepada user atau penulis dan juga kepada reader atau pembaca. Sebagaimana penawaran pada umumnya, Kompasiana tidak memaksa user atau reader untuk berlangganan produk ini.
Bayangkan, fasilitas atau fitur seperti akses lebih cepat, unlimited draft, preview post, dan schedule post yang ditawarkan Kompasiana Premium sebenarnya bisa digratiskan, tapi oleh Kompasiana malah dikenai biaya. Dan, kalau tidak berlangganan Kompasiana Premium, fasilitas-fasilitas itu tidak diberikan.
Karenanya, bisa dikatakan Kompasiana Premium sebagai inovasi baru yang mungkin tidak pernah terlintas dalam pikiran kompetitor-kompetitor Kompasiana di belahan manapun juga.
Apalagi, harga paket Kompasiana Premium ini lebih tinggi dari paket termurah yang ditawarkan banyak hosting.Â
Dengan paket Kompasiana Premium yang ditawarkannya ini,. Kompasiana jadi mirip hosting. Padahal, Kompasiana bukan hosting yang menyewakan lapak sebagai pemasukannya. Kompasiana menjual artikel yang diunggah user-nya. Dari artikel itu, pengunjung membuka Kompasiana. Selanjutnya, setiap klik dari pengunjung Kompasiana mendapatkan pemasukan lewat iklan. Jadi, sudah semestinya kalau Kompasiana memanjakan user dan pengunjungnya dengan segala fasilitas yang bisa diberikan, bukan malah menawarkan paket.
Soal kecepatan. Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi kecepatan sebuah website. Di antaranya, lokasi, kecepatan koneksi internet, ukuran file gambar, video atau file multimedia lainnya, dan penggunaan plugin yang terpasang di website.Â
Jadi kecepatan Kompasiana bukan cuma tergantung dari mesinnya, tetapi juga perilaku penulisnya. Kalau penulisnya mengunggah gambar/foto berukuran besar, kecepatan pastinya menurun.Â
Dan lagi, kita tidak bisa memvonis kecepatan Kompasiana lambat tanpa membandingkannya dengan website-website lainnya, paling tidak yang sejenis. Ada banyak tool gratisan yang bisa digunakan untuk menguji dan membandingkan kecepatan Kompasiana.
Benar, dibanding website-website lainnya, kecepatan Kompasiana lebih lambat. Tetapi, apakah keleletan itu mengganggu kenyamanan? Itu pertanyaannya.
 Nah, ini yang menarik. Kedua paket: paket untuk user dan pembaca menawarkan "bebas iklan". Seperti kecepatan, pertanyaannya, apakah iklan-iklan yang tampil di Kompasiana begitu mengganggu pembaca? Kalau mengganggu, berapa banyak pembaca yang secara jujur mengaku terganggu oleh deretan iklan.
Kepada pembacanya yang merasakan ketidaknyamanan lantaran deretan iklan itu, Kompasiana bukannya mengubah tampilannya, malah menawarkan paket yang harus dibayar Rp 19.000 per bulan.
"Mau tanpa iklan? Bayar dulu dong."Â
Alih-alih menambah jumlah pengunjung, Kompasiana justru membuat pengunjung enggan membuka Kompasiana.
"Ngapain juga buka Kompasiana, kalau ga bayar ya lelet dan banyak iklannya."
Buat saya pribadi, bukan deretan iklan yang mengganggu, tapi "Konten Menarik Lainnya". Tampilan ini bisa dihilangkan karena sudah ada "Artikel Rekomendasi".
Sebenarnya, masih ada sejumlah uneg-uneg lainnya soal Kompasiana Premium ini. Kalau dituliskan satu-persatu pasti akan membuat artikel ini menjadi sepanjang jalan kenangan.
Tapi, ada satu yang membuat saya geli. Kompasiana membuat kasta-kasta bagi user-nya. Ada kasta non verifikasi. Ada kasta verifikasi. Kasta verifikasi masih dikastakan lagi menjadi centang hijau dan centang biru. Lalu ada lagi kasta berdasarkan pangkat, dari taruna penjelajah, fanatik, senior, sampai maestro. Dan, sekarang mau ditambahkan kasta baru: Premium dan Non Premium.
Tapi, kembali lagi, Kompasiana Premium adalah paket yang ditawarkan. Jadi terserah pada user dan pembaca Kompasiana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI