Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Stabilitas Sistem Keuangan bisa Dijaga dengan hanya Rp 60.000

8 Juni 2020   11:40 Diperbarui: 8 Juni 2020   11:51 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bawang putih (Dok. Pri)

Bicara Stabilitas Sistem Keuangan pastinya tidak lepas dari nilai tukar rupiah. Malah bisa dibilang bila keduanya berada dalam satu tarikan nafas yang sama. Pasalnya, baik langsung maupun tidak langsung, volatilitas nilai tukar rupiah mempengaruhi stabilitas sistem keuangan Indonesia. 

Ketika nilai tukar rupiah melemah, Bank Indonesia cenderung menaikkan tingkat suku bunga acuan untuk mengontrol jumlah rupiah yang beredar di masyarakat. Langkah ini dilakukan untuk menekan laju inflasi. Dari sinilah secara tidak langsung, volatilitas nilai tukar rupiah berpengaruh pada stabilitas sistem keuangan

Oleh sebab itulah, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2003, Bank Indonesia (BI) mempunyai tugas untuk menjaga dan memelihara stabilitas nilai tukar rupiah. Akan tetapi, BI tidak mungkin mampu menjaganya tanpa keikutsertaan  masyarakat.

Karenanya, lewat sejumlah media, BI kerap menghimbau masyarakat untuk tidak melakukan spekulasi, terlebih saat perekonomian nasional dan global sedang tidak menentu seperti sekarang ini.

Tangkapan layar pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat selama 3 bulan terakhir (Sumber: valutafx.com)  
Tangkapan layar pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat selama 3 bulan terakhir (Sumber: valutafx.com)  

Di tengah pandemi Covid-19 ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sempat anjlok. Pada 2 Maret 2020 atau tepat pada hari diumumkannya kasus pertama Covid-19 di Indonesia oleh Presiden Joko Widodo, kurs rupiah berada pada posisi Rp 14.287 per dolar AS. Namun, 21 hari kemudian, kurs rupiah menjadi Rp 16.459 per dolar AS.

Walaupun kemudian, kembali hingga ke kisaran Rp 14.382 per dolar As, namun kondisi perekonomian dunia yang memburuk pasca serbuan virus corona membuat stabilitas kurs mata uang Negara Kesatuan Republik Indonesia ini rentan terhadap goncangan. 

Impor: Si Penggerogot Benteng Stabilitas Sistem Keuangan

Sampai saat ini belum ada definisi baku terkait stabilitas sistem keuangan. Namun, menurut Bank Indonesia dalam situs resminya, stabilitas sistem keuangan (SSK) adalah suatu kondisi yang memungkinkan sistem keuangan nasional berfungsi secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal.

Dijelaskan juga bahwa guna menjaga stabilitas sistem keuangan, BI menerapkan sejumlah kebijakan yang disebut sebagai kebijakan makroprudensial. Kebijakan ini bertujuan mencegah sekaligus mengurangi risiko sistemik terhadap SSK.


Sementara itu, menurut hasil penelitian, dari tujuh indikator makro ekonomi yang berkaitan dengan stabilitas sistem keuangan di negara dengan jumlah penduduk 270 juta ini, volatilitas nilai tukar rupiah memiliki pengaruh terbesar. Sebagaimana yang diteorikan, volatilitas nilai tukar mata uang berkaitan dengan permintaan dan penawaran mata uang domestik terhadap mata uang asing. Jika permintaan mata uang asing lebih besar daripada permintaan mata uang domestik, maka mata uang domestik terdepresiasi. Dan. depresiasi yang terlalu dalam berdampak pada ketidakstabilan ekonomi. 

Impor merupakan slah satu faktor yang menyebabkan permintaan mata uang asing lebih besar adalah transaksi yang menyebabkan aliran mata uang domestik ke luar negeri.

Dengan begitu, bisa disimpulkan bila mengurangi impor sama halnya dengan menjaga stabilitas sistem keuangan.

Impor bukan Dosa. Tapi, ...

Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia dari Januari sampai April 2020 masih surplus. Sepanjang masa itu, Indonesia mencatatkan total nilai ekspor sebesar 53.9 miliar dolar AS. Sedangkan, untuk impor terbukukan senilai 51.7 miliar dolar AS. Namun demikian, BPS juga mendata neraca perdagangan Indonesia pada dua tahun sebelumnya mengalami tekor. Pada 2019, defisit sebesar 3,20 miliar dollar AS. Angka ini lebih baik dari satu tahun sebelumnya yang mencatatkan defisit hingga 8,6 miliar dollar AS.

Ironisnya, sekalipun di negara zamrud khatulistiwa ini tongkat dan kayu bisa jadi tanaman, namun pada kenyataannya Indonesia masih mengimpor sejumlah kebutuhan pangannya. Beras, gula, gandum, kedelai, buah-buahan, sayuran adalah contoh komoditi pangan yang diimpor Indonesia.   

Impor bukanlah penyakit. Impor, pada dasarnya adalah upaya untuk menutupi kekurangan pasokan dalam negeri.

Dalam diskusi daring yang dilangsungkan pada 22 Mei 2020 Faisal Basri menyentil impor pangan Indonesia yang menurut ekonom UI yang juga penulis Kompasiana ini tergolong tinggi.

"Impor sayur, saya kaget. Impor sayur itu sudah mencapai 770 juta dolar setahun pada 2019," ujar Faisal menyitir data dari BPS sebagaimana yang dikutip Tempo.co.

Faisal tidak salah, sebab menurut rekam data BPS, nilai impor sayuran cenderung meningkat. Impor sayuran naik dari 0.5 milir dolar AS pada 2015 menjadi 0.7 miliar pada kuartal pertama  2020.  Begitu juga dengan volumenya. Dari 738 ribu kg pada 2015 menjadi 770  ribu kg pada kuartal pertama 2020.

Namun, menurut Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian ( Kementan) Prihasto Setyanto, angka tersebut didominasi oleh komoditas yang pasokannya masih perlu ditopang impor.

"Kalau ada pengamat yang cerita impor sayuran kita meningkat di tahun 2019, dari data BPS bisa di kroscek, impor tersebut adalah terbesar bawang putih dan kentang industri. Komoditas ini masuk dalam kelompok aneka sayuran. Nyatanya kita masih butuh pasokan besar memang," ujarnya dalam keterangan tertulis yang dikirimkannya kepada Kompas pada 25 Mei 2020..

Volume impor bawang putih, menurut catatan Kementan, mencapai 38,62 persen dari total nilai impor jenis sayuran. Besaran impor jenis sayuran ini disebabkan produksi dalam negeri masih berada di kisaran 80 ribu ton dari 580 ribu total kebutuhan nasional.

Jaga Stabilitas Sistem Keuangan dengan hanya Rp 60.000

Jika impor menyebabkan depresiasi rupiah yang pada ujungnya berpotensi menggerogoti stabilitas sistem keuangan, maka mengurangi impor sama saja dengan menjaga SSK. Dengan begitu, jika masyarakat menanam sendiri bawang putih yang dikonsumsinya, sama saja dengan berpartisipasi menjaga stabilitas sistem keuangan. 

Membudidayakan bawang putih bukanlah pekerjaan sulit. Apalagi untuk menanamnya pun tidak membutuhkan lahan luas, bahkan bawang putih bisa ditanam di pot gantung. Sementara untuk masa panennya, jenis sayuran ini membutuhkan waktu 90-120 hari, tergantung pada jenisnya. 


Meskipun bawang putih bisa dibudidayakan dengan menanami siungnya, namun disarankan untuk menanam dari bibitnya. Harga benih bawang putih pun terbilang murah. Di pasaran, benih bawang putih dijual dengan kisaran Rp 40.000 hingga Rp 60.000 per kg. 

Berarti, setiap anggota masyarakat sudah berpartisipasi menjaga stabilitas sistem keuangan hanya dengan Rp 60 ribu.

Baru-baru ini Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menggagas gerakan "Jogo Tonggo". Dalam salah satu implementasinya, warga Jawa Tengah menanami lahan kosongnya dengan sayuran. Kalau saja gerakan yang dimaksudkan untuk meredam dampak Covid-19 ini diarahkan juga untuk budidaya bawang putih, maka "Jogo Tonggo" bisa menjadi "Jogo Rupiah".

Jika hanya menghitung angka, dampak menanam bawang putih terhadap penguatan SSK pasti tidak signifikan. Namun, dari hanya menanam bawang putih, akan terbangun kecintaan terhadap rupiah. Sedangkan kecintaan terhadap rupiah ini akan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri. 

Dan, ternyata, 95 persen pasar e-commerce di Indonesoa didominasi produk impor. Padahal, 70 persen dari komoditinya adalah produk fesyen yang sesungguhnya bisa diproduksi oleh UMKM. Padahal, sebagaimana yang diinformasikan Departemen Koperasi, 99,9 persen unit usaha di Indonesia adalah UMKM. 

Dengan begitu, menanam bawang putih berefek domino sampai pada menggerakan perekonomian nasional. 

Seperti pepatah Jawa "gliyak-gliyak tumindak, sareh pakoleh" yang berarti meski perlahan namun tujuan tercapai. Dimulai dari menanam bawang putih, bukan hanya stabilitas sistem keuangan saja yang terjaga tetapi juga perekonomian nasional pun tergerakan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun