Bersamaan dengan itu, ISIS mengganti namanya menjadi ad-Daulah al-Islmiyah atau Negara Islam. Sebagai pemimpin tunggal kekhalifahan, ISIS memegang kendali atas agama, politik, dan militer atas umat Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Karena klaim ISIS tersebut, ribuan warga negara Indonesia berangkat ke Suriah untuk menjadi warga Daulah al Islamiyah di bawah Khalifah Abu Bakar Al Baghdadi.
Setelah ISIS dikalahkan pada 2016 dan tentara serta warga negaranya menjadi tawanan di sejumlah penjara di Suriah, ribuan warga negara Indonesia itu ingin kembali ke tanah air. Tetapi, cita-cita mendirikan khilafah islamiyah tidak akan mudah luntur. Cita-cita itu masih menggelora karena terus dipanaskan.
Seperti ISIS dan juga Al Qaeda, HTI tidak mungkin mendirikan khilafah islamiyah  tanpa menumpahkan darah. Hizbut Tahrir, induk dari terlibat dalam berbagai upaya kudeta di sejumlah negara, seperti Mesir, Banglades, Yordania, dan lainnya.
Dalam merebut kekuasaan Hizbut Tahrir tidak melakukannya dengan melancarkan pemberontakan secara langsung. HT memilih menggerakkan anggota militer yang berhasil direkrutnya.
Di Indonesia, pada 21 Juli 2014 HTI menyerukan militer untuk mengambil alih kekuasaan. Seruan HTI itu bukan omong kosong atau gertak sambal mengingat ada 3 persen anggota TNI yang terpapar radikalisme.
Pertanyaannya, apakah isu khilafah 2020 hanya sekadar bensin penyulut semangat pengusung khilafah islamiyah ataukah ada agenda lain yang masih disembunyikan elit HTI dan tokoh-tokoh pengusung khilafah islamiyah lainnya?
Artikel sebelumnya:
Lewat "Proposal 660 WNI-ISIS," Assad Coba Tekan Jokowi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H