Pemuda itu bernama Arid Uka. Pada malam itu, 2 Maret2011, ia telah membunuh dua tentara Amerika, Senior Airman Nicholas Alden dan Airman First Class Zachari Cuddeback dan melukai dua prajurit AS lainnya.
Hasil penyelidikan polisi Jermanmengungkapkan jika Uka yang saat itu berusia 21 tahun tidak tercatat sebagaianggota dari jaringan teroris manapun. Ia pun tidak pernah direkrut sebagaimanaanggota teroris pada umumnya, apalagi mendapat pembinaan dan pelatihan dalamsebuah kamp. Aksi penembakan yang dilakukannya pun tanpa mendapat bantuan ataudukungan orang lain alias lone wolf.
Dalam pemeriksaan, Uka mengaku jikadirinya terdorong untuk berjihadsetelah aktif mengakses internet, khususnya Facebook. Lewat jejaringsosial buah karya Mark Zuckerbergitu, ia aktif dalam diskusi keagamaan.Â
Uka yang juga karyawan Deutsche Postsama sekali tidak menyadari kalau dalam diskusi yang berlangsung selamaberminggu-minggu itu dirinya tengah dibina oleh sekelompok teroris yangberoperasi di Jerman.
Proses perekrutan serta pembinaanseperti yang dilakukan terhadap Uka inilah yang kemudian dikenal sebagai Jihad Ver. 2.0.
Jihad Ver. 2.0 sebenarnya sudahdikenal sejak beberapa tahun sebelumnya, setidaknya sejak 2006. Pada awalnyastrategi jihad ini hanya dilakukan dengan mempengaruhi calon teroris lewatwebsite, biasanya website dengan subdomain wordpress atau blogspot, misalnya www.millahibrohim.wordpress.com yang dikelolapentolan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) sekaligus pelaku teror bom Thamrin OmanRachman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman.
Namunseiring dengan semakin populernya jejaring media sosial, kelompok jihadismenggeser strateginya. Lewat jejaring medsos, kelompok teroris bukan saja menyebarkanpahamnya, tetapi juga melakukan perekrutan. Netijen ini kemudian dikontak lewatchat room. Lewat ruang obrolanpribadi inilah para perekrut menjejalkan dokrin-dokrin radikalisme.
Terekamsejak Juni 2014, ISIS semakin agresif merekrut pengikutnya lewat media sosial.Lewat Facebook, Twitter, dan jejaring medsos lainnya, ISIS melancarkan beragam propagandanya.
Denganstrategi Jihad Ver. 2.0 ini, perekrut tidak perlu bertemu langsung dengan sicalon penganten. Bahkan, dalam kasus Arid Uka, kelompok perekrut tidak perlumengeluarkan dana bagi Uka untuk melakukan aksi terornya. Di sisi lain perekrutdan targetnya belum tentu berada dalam satu wilayah hukum yang sama.Â
Sumber
Sekalipunsampai saat ini belum satu pun informasi yang menyebut pelaku aksi terror diIndonesia yang direkrut dan dibina lewat medsos. Syaril Alamsyah alias AbuRara, pelaku penusukan Menko Polhukam Wiranto di Pandeglang pada 10 Oktober2019, hanya diketahui aktif berkomunikasi lewat media sosial dengan Abu Zee,pimpiman JamaahAnsharut Daulah (JAD) Bekasi, namun belum diketahui metode perekrutan JAD. Namuntidak menutup kemungkinan bila Jihad Ver 2.0 sudah di-install oleh pelaku terrordi negara ini.
DiIndonesia, jika melihat ujaran-ujaran netijen, Jihad Ver. 2.0 berpotensi untukditerapkan. Dari sejumlah postingan, terekam sejumlah pemilik akun medsos yangkerap mengujarkan radikalisme. Mereka pastinya menjadi santapan empukperekrutan. Terlebih, tidak sedikit dari mereka yang masih berusia mudasehingga lebih mudah dipengaruhi.
Mencaripelaku lapangan dengan Jihad Ver 2.0 ini tentunya lebih mudah dilakukan lagimengingat propaganda "Islam didzolimi" sudah sedemikan termakan oleh sejumlahnetijen. Propaganda ini pula yang ditanamkan ke dalam benak Arid Uka.
Lantaranke-private-annya, Jihad Ver 2.0 inipun lebih sulit terendus oleh dinas intelijen atau aparat keamanan. Sepertidalam penembakan di Bandara Frankfrut, Uka baru diketahui berkomunikasi dengankelompok teroris setelah melakukian aksinya. Karenanya, dalam kasus Arid Ukaaparat intelijen Jerman tidak bisa dibilang kecolongan.
Menariknya,sampai saat ini belum ada strategi khusus dalam menghadapi Jihad Ver 2.0. Negarabaru pada tahap memblokir situs-situs yang dianggap sebagai penyebarradikalisme. Sementara, akun-akun media sosial penyebar paham radikal masihdibiarkan beraktivitas, demikian juga dengan grup-grup yang bertebaranFacebook.