Sesekali pemuda bergurat wajahAlbania itu memandangi bus yang terparkir tidak jauh dari tempatnya mengamatisituasi di salah satu sudut pelataran Bandara Internasional Frankfrurt, Jerman.Pada badan bus tertulis "United States Air Force".Â
Beberapa saat kemudian ia melihat seorangberseragam tentara Angkatan Udara Amerika Serikat (AS) yang berjalan mendekat.Sebelum tentara itu melewatinya, pemuda itu buru-buru mencegatnya. Kepadatentara Amerika itu, si pemuda meminta sebatang rokok.
"Pernah ditugaskan di Afganistan?"tanya si pemuda sambil menyulut rokok pemberian tentara AS yang dicegatnya.
"Yes,"jawab si tentara singkat sambil meninggalkan si pemuda.Â
Tanpa membuang banyak waktu, pemudaitu menarik FN P35 dari balik bajunya. Â Moncongpistol buatan Belgia itu dibidikkannya ke arah belakang kepala tentara yangbaru beberapa langkah menjauhinya.
"Allahu akbar!" seru pemuda tadi.
Bersamaan dengan seruan takbir, bukujari telunjuk tangan kanan pemuda itu menarik picu pistol.Â
"Dor!"Â
Peluru kaliber 9 mm meluncur deras.Dalam sekedipan mata, peluru itu menembus batok kepala belakang tentara AS. Satukorban jatuh.
Bukannya melarikan diri, pemuda itujustru berlari ke arah bus. Ia melompat masuk lewat pintu depan bus danlangsung melepaskan serentetan tembakan ke arah supir dan penumpang bus. Tigakorban kembali jatuh.
Belum puas dengan aksinya, pemudaitu mencari sasaran baru. Sekali lagi jari telunjuknya menarik picu. Tapi, kaliini menembak tidak semudah sebelumnya. Pistol buatan Belgia yang digenggamnya terlepasdari genggamannya. Bersamaan dengan itu, ia pun diringkus.
Pemuda itu bernama Arid Uka. Pada malam itu, 2 Maret2011, ia telah membunuh dua tentara Amerika, Senior Airman Nicholas Alden dan Airman First Class Zachari Cuddeback dan melukai dua prajurit AS lainnya.
Hasil penyelidikan polisi Jermanmengungkapkan jika Uka yang saat itu berusia 21 tahun tidak tercatat sebagaianggota dari jaringan teroris manapun. Ia pun tidak pernah direkrut sebagaimanaanggota teroris pada umumnya, apalagi mendapat pembinaan dan pelatihan dalamsebuah kamp. Aksi penembakan yang dilakukannya pun tanpa mendapat bantuan ataudukungan orang lain alias lone wolf.
Dalam pemeriksaan, Uka mengaku jikadirinya terdorong untuk berjihadsetelah aktif mengakses internet, khususnya Facebook. Lewat jejaringsosial buah karya Mark Zuckerbergitu, ia aktif dalam diskusi keagamaan.Â
Uka yang juga karyawan Deutsche Postsama sekali tidak menyadari kalau dalam diskusi yang berlangsung selamaberminggu-minggu itu dirinya tengah dibina oleh sekelompok teroris yangberoperasi di Jerman.
Proses perekrutan serta pembinaanseperti yang dilakukan terhadap Uka inilah yang kemudian dikenal sebagai Jihad Ver. 2.0.
Jihad Ver. 2.0 sebenarnya sudahdikenal sejak beberapa tahun sebelumnya, setidaknya sejak 2006. Pada awalnyastrategi jihad ini hanya dilakukan dengan mempengaruhi calon teroris lewatwebsite, biasanya website dengan subdomain wordpress atau blogspot, misalnya www.millahibrohim.wordpress.com yang dikelolapentolan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) sekaligus pelaku teror bom Thamrin OmanRachman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman.
Namunseiring dengan semakin populernya jejaring media sosial, kelompok jihadismenggeser strateginya. Lewat jejaring medsos, kelompok teroris bukan saja menyebarkanpahamnya, tetapi juga melakukan perekrutan. Netijen ini kemudian dikontak lewatchat room. Lewat ruang obrolanpribadi inilah para perekrut menjejalkan dokrin-dokrin radikalisme.
Terekamsejak Juni 2014, ISIS semakin agresif merekrut pengikutnya lewat media sosial.Lewat Facebook, Twitter, dan jejaring medsos lainnya, ISIS melancarkan beragam propagandanya.
Denganstrategi Jihad Ver. 2.0 ini, perekrut tidak perlu bertemu langsung dengan sicalon penganten. Bahkan, dalam kasus Arid Uka, kelompok perekrut tidak perlumengeluarkan dana bagi Uka untuk melakukan aksi terornya. Di sisi lain perekrutdan targetnya belum tentu berada dalam satu wilayah hukum yang sama.Â
Sumber
Sekalipunsampai saat ini belum satu pun informasi yang menyebut pelaku aksi terror diIndonesia yang direkrut dan dibina lewat medsos. Syaril Alamsyah alias AbuRara, pelaku penusukan Menko Polhukam Wiranto di Pandeglang pada 10 Oktober2019, hanya diketahui aktif berkomunikasi lewat media sosial dengan Abu Zee,pimpiman JamaahAnsharut Daulah (JAD) Bekasi, namun belum diketahui metode perekrutan JAD. Namuntidak menutup kemungkinan bila Jihad Ver 2.0 sudah di-install oleh pelaku terrordi negara ini.
DiIndonesia, jika melihat ujaran-ujaran netijen, Jihad Ver. 2.0 berpotensi untukditerapkan. Dari sejumlah postingan, terekam sejumlah pemilik akun medsos yangkerap mengujarkan radikalisme. Mereka pastinya menjadi santapan empukperekrutan. Terlebih, tidak sedikit dari mereka yang masih berusia mudasehingga lebih mudah dipengaruhi.
Mencaripelaku lapangan dengan Jihad Ver 2.0 ini tentunya lebih mudah dilakukan lagimengingat propaganda "Islam didzolimi" sudah sedemikan termakan oleh sejumlahnetijen. Propaganda ini pula yang ditanamkan ke dalam benak Arid Uka.
Lantaranke-private-annya, Jihad Ver 2.0 inipun lebih sulit terendus oleh dinas intelijen atau aparat keamanan. Sepertidalam penembakan di Bandara Frankfrut, Uka baru diketahui berkomunikasi dengankelompok teroris setelah melakukian aksinya. Karenanya, dalam kasus Arid Ukaaparat intelijen Jerman tidak bisa dibilang kecolongan.
Menariknya,sampai saat ini belum ada strategi khusus dalam menghadapi Jihad Ver 2.0. Negarabaru pada tahap memblokir situs-situs yang dianggap sebagai penyebarradikalisme. Sementara, akun-akun media sosial penyebar paham radikal masihdibiarkan beraktivitas, demikian juga dengan grup-grup yang bertebaranFacebook.
Melihattren saat ini, tidak menutup kemungkinan pada suatu hari nanti akan lahir AridUka di Indonesia. Dan, aparat keamanan baru mengetahuinya setelah aksi terror dilaksanakan. Â
Arikel ini sudah ditayangkan di GSite.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H