Dengan judul "Prabowo dan Peringatan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI", Â Prayitno menuliskan pengalamannya saat menemani KaBAIS Marsdya TNI Ian Santoso di sebuah hotel Singapura pada 1999.
Ketika itu, Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Luhut Binsar Panjaitan, datang menemui keduanya. Luhut datang bersama Prabowo. Kepada KaBAIS, Prabowo yang meninggalkan Indonesia sejak akhir 1998 meminta izin untuk kembali ke Indonesia.
Permintaan Prabowo itu dijawab tegas Ian Santoso, "Baik kalau itu maksud dan tujuannya, tapi syaratnya satu, jangan macam-macam (bikin kacau) di Indonesia, kamu akan saya tangkap!"
Kode "Prabowo is under control" yang dikirimkan Prayitno pada 13 Juni 2019 ini lebih keras jika dibandingkan dengan kode serupa yang dilayangkan oleh Luhut maupun Budi Gunawan.
Ada kesamaan antara Luhut, BG, dan Prayitno. Bukan saja karena ketiganya sama-sama tokoh yang memiliki kecakapan serta pengalaman dalam dunia intelijen, tetapi juga karena ketiganya sama-sama mengungkapkan peristiwa yang sebelumnya untold story.
Luhut menceritakan isi pertemuannya dengan Prabowo yang disusul dengan membeberkan identitas peneleponnya saat berada di AS. BG melempar gosip pertemuannya dengan Prabowo di Bali dan memamuskasinya dengan menemani Jokowi saat menemui Prabowo. Sementara Prayitno yang mengisahkan kesaksian matanya tentang permohonan Prabowo pada KaBAIS.
Amien Rais Melunak, Jokowi Mainkan "Jurus 12 Menit" SBY?
Malah, dalam artikel yang diunggah secara serempak, penasihat Menhan Bidang Intelijen di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini juga mengingatkan para mantan perwira yang berniat macam-macam.
"Penulis juga mengetahui dan mengenal beberapa mantan pejabat tinggi TNI yang kini sudah purna, jelas berat resikonya bila terjadi konflik vertikal. Mereka akan ditangkap, lantas siapa yang mau pasang badan melindungi?" tulis blogger yang juga tertarik pada dunia gaib ini.
Jadi bukan saja Prabowo, situasi pun sudah di-under control. Artinya, dinamika politik yang memanas ini sejak beberapa tahun terakhir masih dalam batas takaran.
Seharusnya serentetan kode yang dikirimkan oleh ketiga mantan perwira tinggi ini bisa dibaca oleh pihak-pihak yang masih menyimpan rencana kotornya di bumi Pertiwi ini. Termasuk orang-orang yang mengincar warisan suara pemilih Prabowo yang akan dimainkannya pada Pilpres 2024.