Jumat siang itu, 6 April 2018, Prabowo Subianto memasuki restoran Sumire. Ketua Umum Partai Gerindra ini diketahui menemui Luhut Binsar Panjaitan yang sudah 1,5 jam menunggunya. Di restoran Jepang yang berlokasi di salah satu lantai di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, kedua purnawirawan perwira tinggi itu menghelat pertemuan empat mata selama hampir 1,5 jam.
Karuan saja pertemuan tertutup itu menyerbakkan bebauan. Mulai dari yang wangi sampai yang anyir. Bebauan itu kemudian melahirkan sejumlah tanda Tanya. Apa yang dimaui Luhut dari veteran dua kali pilpres ini? Begitu juga sebaliknya, apa yang diinginkan Prabowo dari Luhut yang dikenal sebagai orang dekat Jokowi?
Dan, satu pertanyaan yang tidak kalah menggelitiknya, apakah pertemuan empat mata itu terkait Rapat Koordinasi Nasional Gerindra yang dijadwalkan digelar pada 11 April 2018 atau lima hari setelahnya?
Hanya berselang sehari setelah pertemuan tertutup itu, Luhut mengungkapkannya. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman ini tidak menyangkal isu yang menyebut pertemuaannya dengan Prabowo terkait Pilpres 2019. Malah, purnawirawan dengan empat bintang di pundaknya ini mengaku menyarankan Prabowo untuk kembali nyapres.
"Malah saya bilang, 'Pak Prabowo maju saja'," katanya saat ditemui pewarta seusai menjadi pembicara dalam acara Partai Golkar di Jakarta, pada 7 April 2018 sebagaimana yang diberitakan Kompas.com.
Pertemuan Empat Mata Pengusir HantuÂ
Meskipun elektabilitas Jokowi bawah 60 persen yang artinya belum berada di zona aman, tetapi mantan Gubernur DKI ini tetap saja calon presiden petahana. Sebagai calon petahana, Jokowi memiliki berderet kelebihan yang tidak dimiliki oleh calon-calon pesaingnya.
Selain itu, pasca-Pilgub DKI Jakarta 2017, dukungan partai politik Koalisi Indonesia Hebat semakin mengkristal. Dengan perolehan kursi 52,21 persen dan presidential threshold 25 persen raihan suara pada Pileg 2014, koalisi Jokowi hanya menyisakan satu lagi pasangan capres-cawapres. Situasi inilah yang melahirkan "hantu" capres tunggal.
Sekitar pertengahan 2017, kekhawatiran pada "hantu" capres tunggal semakin menguat. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan "hantu" ini. Sebab, konstitusi di republik ini telah mengakomodasinya. Tetapi, pasangan tunggal tetap saja dipandang tidak elok jika melihatnya lewat kacamata politik. Apa kata dunia?
Skenario pun dibangun dengan Prabowo diposisikan sebagai penantang utama Jokowi. Prabowo diprioritaskan lantaran sejumlah survey menyimpulkan jika mantan menantu Presiden RI ke-2 HM Soeharto ini tidak mungkin sanggup mengalahkan Jokowi dalam Pilpres 2019.
Namun demikian, skenario sangat tergantung pada Prabowo. Mau tidak Prabowo nyapres hanya untuk dikalahkan? Karena skenario ini berpotensi berantakan. Prabowo harus dicarikan cadangannya. Ujung telunjuk pun mengarah ke Gatot Nurmantyo yang saat itu masih memegang tongkat komando Panglima TNI. Gatot pun kemudian dimainkan.
Masih ingat skenario "Gatot Nurmantyo Sekoci Jokowi" yang ditulis Syarwan Hamid? Dalam skenario yang memviral sekitar pertengahan April 2018 itu, Mantan Kasospol ABRI di akhir era Orde Baru ini mencium keanehan dalam sikap politik Gatot dan kubu Jokowi. Sayangnya, karena ada sejumlah informasi yang tidak valid, kesimpulan yang diambil purnawirawan berpangkat mayor jenderal ini pun meleset jauh.