Demikian juga pada tahap-tahap pemilu berikutnya, di mana setiap perwakilan kontestan pemilu menyaksikan proses rekapitulasi suara. Misalnya, rekap suara di kelurahan, di kecamatan, di kota/kabupaten, di tingkat provinsi, sampai ke tingkat nasional.
Dalam setiap tahapan pemilu tersebut, setiap perwakilan kontestas pemilu diberi copy hasil rekap. Dan, pada setiap copy seluruh perwakilan kontestan yang hadir membubuhkan tanda tangannya, kecuali jika perwakilan kontestan saksi tersebut menolak hasil rekap suara. Jika ada penolakan, perwakilan kontestan pemilu dapat menyampaikan alasannya dan dibuatkan berita acaranya.
Maka muncullah pertanyaan yang paling sederhana, apakah pada saat pemungutan sampai penghitungan suara di tingkat TPS pada 17 April 2019 ada saksi atau perwakilan kontestan pemilu yang menolak menandatangani Form C1?
Sampai tulisan ini diunggah, jawabannya TIDAK ADA.
Artinya, seluruh saksi yang mewakili kontestan atau peserta pemilu tidak menemukan adanya bentuk kecurangan selama tahap pencoblosan sampai tahap penghitungan suara. Dalam artian, tidak ada kecurangan yang dilakukan oleh pihak mana pun selama tahap pemungutan sampai penghitungan suara.
Kemudian, pada tahap rekap di tingkat kelurahan, Form C1 yang didapat dari setiap TPS di-scan dan diinput ke dalam sistem computer KPU. Di sinilah kemudian terjadi kesalahan input yang mengakibatkan perubahan perolehan suara kedua pasangan calon.
Tetapi, kesalahan input tersebut tetap tidak dapat mengubah hasil perolehan suara. Sebab, perolehan suara yang dinyatakan sah hanya yang dihitung secara manual. Penghitungan manual ini didapat hasil perolehan suara yang tercatat pada lembaran kertas dan ditandatangani oleh perwakilan peserta pemilu. Bukan dari proses komputerisasi.
Dengan demikian, sekalipun menurut hasil penghitungan elektronik suara Jokowi-Ma'ruf melonjak hingga ratusan juta suara dan sebaliknya raupan suara Prabowo-Sandi minus ratusan juta suara. Tetap saja tidak mempengaruhi perolehan suara masing-masing paslon.
Gampangnya, perolehan suara yang ditetapkan sah atau resmi dalam pemilu hanyalah yang tertulis secara dengan tangan pada selembar kertas.
Selanjutnya, tuduhan jika Komisi Pemilihan Umum sudah mulai curang dan mencoba melakukan penyamaan hitung suara dengan hasil quick count lembaga survei pun terbantahkan dengan sendirinya.
Tuduhan Arief tentang KPU yang didikte oleh lembaga survey ini sebenarnya mirip dengan tudingan serupa yang dilontarkan pendukung Prabowo-Hatta Rajasa pada Pilpres 2014