Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Distorsi Informasi Ini Bisa Timbulkan Chaos Saat Hari-H Pemilu 2019

16 April 2019   18:17 Diperbarui: 16 April 2019   18:22 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pekerja menyegel kotak suara sebelum didistribusikan ke kelurahan di gudang logistik KPU, GOR Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (16/4/2019). KPU Jakarta Selatan mulai mendistribusikan kotak suara beserta logistik Pemilu serentak 2019 ke TPS yang tersebar di kelurahan di wilayah Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.(KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Sehari jelang pelaksanaan pencoblosan Pemilu 2019 beredar foto layar yang mengambil laman Detik.com. Dalam tangkapan layar tersebut terbaca "MK Sahkan Suket Jadi Syarat Nyoblos Pemilu 2019"

Tangkapan layar yang mem-viral lewat layanan chatting tersebut sebenarnya judul berita yang diunggah Detik.com pada Kamis 28 Maret 2019. Disahkannya suket sebagai syarat nyoblos memang ramai diberitakan sejumlah media pada waktu itu. Namun, sejumlah media kembali memberitakannya pada 16 April 2019 atau satu hari jelang hari pencoblosan.

Namun, sayangnya informasi yang disampaikan sejumlah media pada 16 April 2019 tidak lengkap. Atau mungkin juga ada kesengajaan.

Jawapos.com, misalnya, dalam berita "KPU: Punya Suket yang Dikeluarkan Dukcapil Bisa Nyoblos Pemilu" yang dipublikasikan pada 15 April 2019, 14:34:25 WIB hanya menginformasikan tentang pemggunaan suket bagi pemilih yang belum memiliki e-KTP.

Jawapos.com dan sejumlah media lainnya tidak menyebutkan bila penggunaan suket hanya berlaku di di TPS yang berada di rukun tetangga/rukun warga atau sebutan lain sesuai dengan alamat yang tertera dalam KTP-el atau Suket.

Padahal aturan tersebut tercantum dalam  PKPU 9 tahun 2019 ayat 2 Pasal 9, yang berbunyi, "Hak pilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan di TPS yang berada di rukun tetangga/rukun warga atau sebutan lain sesuai dengan alamat yang tertera dalam KTP-el atau Suket."

Aturan KPU tersebut merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi dengan nomor perkara 20/PUU -XVII/ 2019 terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Dalam perkara tersebut, salah satu hal yang dikabulkan adalah uji materi Pasal 348 ayat (9) UU Pemilu terkait penggunaan e-KTP untuk memilih. Kemudian, MK pun memutuskan bagi mereka yang belum memiliki e-KTP, dapat menggunakan surat keterangan perekaman untuk mencoblos.

Sumber: Tangkapan layar
Sumber: Tangkapan layar
Beredarnya disinformasi, baik yang disebarkan lewat jejaring media sosial maupun media online, jelas berpotensi menimbulkan gangguan pada saat pelaksanaan Pemilu 2019.

Calon pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT dan termakan oleh informasi tersebut pastinya akan mendatangi TPS tanpa mengindahkan lokasi TPS-nya. Hal ini pastinya berpotensi menimbulkan konflik antara calon pemilih tersebut dengan petugas KPPS.

Selain itu pemilih yang akan memilih di luar domisilinya pun kemungkinan besar akan mendatangi TPS dengan hanya membawa suket tanpa terlebih dahulu mengajukan permohonan pindah lokasi pencoblosan atau membawa Surat A5. Padahal, Surat A5 adalah syarat bagi pemilih untuk dapat mencoblos di luar domisilinya atau alamat sesuai KTP-nya.

Beredarnya disinformasi tentang penggunaan suket dan juga KTP seolah pararel dengan sulitnya mengurus Surat A5. Di Kota Cirebon, Jawa Barat, misalnya, untuk mendapatkan Surat A5, calon pemilih harus menunggu hingga 3 hari.

Rentang waktu tersebut tentu saja sangat tidak memungkinkan bagi calon pemilih yang tengah bekerja di luar kota. Diperkirakan ada banyak calon pemilih yang memutuskan golput lantaran keterbatasan waktunya.

Dengan adanya informasi yang tidak lengkap tersebut, diperkirakan ada banyak calon pemilih tanpa Surat A5 yang akan mendatangi TPS. Dan, tentu saja hal ini juga akan menimbulkan konflik antara calon pemilih dengan petugas KPPS di TPS.

Jelang hari pencoblosan, intensitas penyebaran hoax dan distorsi informasi memang meningkat tajam. Kedua informasi yang menyesatkan tersebut menyebar lewat media sosial.

Menariknya, penyebarnya teridentifikasi berasal dari pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Berbagai informasi hoax dan distorsi informasi mereka sebarkan mulai dari diretasnya server PKU untuk menyeting kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin hingga kemenangan telah Prabowo-Sandi di sejumlah negara.

Sejak beberapa tahun ke belakang, sejumlah kelompok yang dikenal sebagai pendukung Prabowo memang terus melancarkan upaya delegitimasi terhadap KPU yang ujung-ujungnya berpotensi terhadap penolakan hasil pemilu. Tentu saja jika Pilpres 2019 dimenangkan oleh pasangan Jokowi-Ma'ruf.

Kelompok-kelompok yang dikenal sebagai pendukung Prabowo tersebut memang sekian lama melancarkan sederetan propaganda hitam yang menjurus pada pada upaya menghancurkan NKRI lewat chaos.

Upaya menciptakan chaos ini memdapat momentumnya saat pelaksanaan Pilpres 2019. Tidak mengherankan jika kelompok-kelompok anti-NKRI ini semakin gencar menyebarkan informasi sesat lewat sejumlah media.

Jika saja aparat keamanan sedikit saja lalai, maka kericuhan dapat terjadi pada hari H pencoblosan. Untuk itu diharapkan semua pihak dapat meredam upaya-upaya sekelompok massa yang ingin memicu keributan. Sebab, satu peristiwa keributan kecil jika diviralkan dapat menimbulkan kerusuhan di tempat-tempat lainnya.

Bahkan, tanpa adanya kerusuhan pun chaos bisa diciptakan dengan merekam adegan rekayasa kerusuhan. Rekaman video pencoblosan surat suara di Malaysia merupakan warning bagi aparat keamanan untuk meningkatkan kesiagaannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun