Jelas berita tersebut ngawur! Bagaimana mungkin hasil quick count sudah diketahui, wong penghitungan suara di Arab dan negara-negara lainnya baru akan dilakukan pada 9 Juli 2014 nanti bersamaan dengan penghitungan suara di tanah air?
Quick count menurut wikipedia, "a method for verification of election results by projecting them from a sample of the polling stations. Different from an exit poll, voters are not asked who they voted for, projection of results is based on official results of the polling station. Parallel vote tabulation is similar to quick count, but uses whole data instead of samples".
Di situ jelas data quick count berasal dari hasil resmi TPS.
Gampangnya, quick count itu proses pencatatan hasil perolehan suara dari ribuan TPS sample yang dipilih secara acak. Jadi obyek quick count itu rekapitulasi suara di TPS. Rekaputulasi suara di TPS dilakukan setelah kotak suara dibuka. Setelah dibuka, baru surat suara dihitung. Prahara dapat berapa, Jokowi-Jk dapat berapa. Sesuai aturan KPU, kotak suara dari luar negeri baru dibuka pada 9 Juli nanti. Jadi, belum ada penghitungan suara dari Arab. Nah, kalau kotak suaranya saja belum dibuka kunci gembok bersegelnya, bagaimana bisa hasil quick count dirilis.
Kalau yang diberitakan itu hasil exit poll itu baru benar. Sebab exit poll itu hasil survei yang dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada para pemilih usai mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Jadi, petugas exit poll yang berada di TPS sample bertanya kepada pemilih dengan interval yang sudah ditentukan, misalnya setiap 3 pemilih yang baru keluar, atau setiap 5 pemilih.
Jadi, kalau quick count baru bisa diketahui setelah pengitungan suara di TPS selesai, exit poll sudah bisa diketahui setelah ada pemilih yang keluar dari TPS. Dengan demikian kalau yang diberitakan Beritasatu itu exit poll, maka berita tersebut bisa dipercaya. Tapi kalau yang diberitakan itu quick count, jelas ngawur.
Bantahan pemberitaan hasil quick count yang menguntungkan Jokowi-Jk tersebut justru dibantah lewat artikel "Quick Count Ngawur: Di Arab Jokowi Raih 75 %, Prabowo Caplok 20 %" yang diunggah di Kompasiana. Dan artikel tersebut di-share oleh sejumlah pendukung Jokowi-JK.
Dari perbedaan antara pendukung Jokowi dengan Prabowo dalam menyikapi peredaran hoax sudah jelas jika pendukung Jokowi berupaya sekuat tenaga agar penyelenggaraan pemilu tidak diwarnai informasi hoax. Sebaliknya, pendukung Prabowo justru menari di atas gendang hoax.
Masalahnya, serentetan hoax yang disebarluaskan oleh para pendukung Prabowo-Sandi dalam Pilpres 2019 ini menjurus pada pendelegitimasian pelaksanaan Pilpres 2019. Ujung-ujungnya, hasil Pilpres 2019 akan ditolak. Dan dari penolakan tersebut berpotensi terjadinya chaos yang dapat merontokan keutuhan NKRI.
Dari poin tersebut, sudah menunjukkan jika pendukung Jokowi-Ma'ruf berupaya mempertahankan keutuhan NKRI. Sebaliknya, sejumlah pendukung Prabowo-Sandi justru ingin merontokan NKRI.
Sebenarnya, wajar saja jika sejumlah pendukung Prabowo menghendaki hancurnya NKRI. Sebab, sejumlah kelompok pendukung Prabowo diketahui mencita-citakan berdirinya kekhalifahan islamiyah. Dan, untuk berdirinya kekhalifahan islamiyah, terlebih dahuli NKRI harus dirontokkan.